info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Budaya Adu Sapi Bawean “Thok Thok”

Karecka Tira Supratman 6 Juli 2012

Semua penonton berlari berhamburan menghindari sapi yang dengan kencangnya menghampiri  penonton. Butuh tenaga yang cukup untuk menghindar dari amukan sapi. Kaburnya sapi lebih tepatnya karena sapi yang berlari kencang adalah sapi yang kalah bertanding melawan sapi lainnya. Thok Thok namanya, sebuah adu sapi tradisi turun-temurun Masyarakat Boyan Pulau Bawean, dimana di arena tersebut dipertaruhkan harga diri si empunya dan harga dari sapi yang bertanding.

Dua ekor sapi dengan postur tubuh yang hampir sama ditempatkan di sebuah lapangan yang cukup luas, serta dikelilingi penonton yang datang dari seluruh penjuru Pulau Bawean. Pojok timur dan pojok barat sapi tersebut ditempatkan layaknya petinju profesional. Diiringi tepuk tangan yang sangat meriah, sapi tersebut diadukan oleh seorang pawang yang diberi tugas untuk mengawasi kegiatan pertandingan. Saling melirik dan menatap tajam adalah awal dari pergelutan. Bila tidak menatap tajam mereka sulit untuk beradu, mereka akan tampak berbincang-bincang. Di sinilah tugas dari pawang, membuat sapi jantan tersebut saling menatap tajam untuk memulai aduan Thok Thok.

Tanduk mulai digesek-gesekkan, tanduk yang berukuran jumbo dan berujung tajam itu mulai beradu, semakin lama semakin keras tenaga yang dikeluarkan sapi sehingga menghasilkan bunyi yang sangat keras pula.  “Thok thok” adalah bunyi gesekan tanduk, yang kemudian menjadi nama dari tradisi adu sapi ini.

Tepuk tangan penonton semakin meriah, jeritan ibu-ibu menambah suasana menjadi tegang, sapi dengan beringasnya saling mendorong, menghujam, menunjukkan kekuatannya. Suara tanduk dan hembusan napas sapi membuat bulu kuduk berdiri dengan cepat. Darah mengucur dengan deras, tanduk berpoleskan darah segar, mata sapi yang memerah menambah tajamnya tatapan, mereka tetap belum ada yang mau mengalah. Tampak kelelahan, satu sapi menggunakan strategi yang berbeda dari sebelumnya, yaitu mengitari lawan dan menyerang leher dengan membabi buta, mendorong lawan keluar dari arena, tapi lawan masih bertahan. Seperti prajurit yang dilatih berperang, sapi tersebut terus mencari titik kelemahan lawan. Jika satu sisi tidak bisa, dicari sisi lain, terus mencari hingga lawan tersungkur kabur. Diserangnya mata lawan, kemudian berputar menusuk leher, dan terakhir didorongnya tubuh lawan dengan keras. Akhirnya strategi tersebut membuahkan hasil, lawan lari menghindar, kabur, berlari dengan cepat ke arah penonton. Satu sapi menjadi juara, sang pemilik jalan tegap bangga.

Itulah seni dari Thok Thok. Setiap sapi memiliki strategi yang berbeda. Sapi bermental juara adalah sapi yang memiliki banyak strategi untuk menjatuhkan lawan. Kaburnya sapi yang kalahpun menjadi cerita tersendiri, terkadang sapi kabur berlari cepat ke arah penonton, menambrak apapun yang menghalanginya. Tak jarang pertandingan Thok Thok menimbulkan korban luka karena penonton diseruduk sapi besar bertanduk jumbo. Anda dapat bayangkan bagaimana cepatnya lari sapi yang ketakutan dikejar lawan. Bila ada yang menghadang diseruduk terus, yang penting lepas dari ancaman lawan.

Kebersamaan ciri khas penduduk desa terlihat kentara dalam acara ini. Setiap pemilik sapi yang beradu diberikan makanan berupa nasi bungkus dan makanan ringan lainnya. Makanan tersebut berasal dari warga tuan rumah yang mengadakan kegiatan. Dengan beriringan warga perempuan membawa makanan yang disimpan di atas kepala, yang nantinya diberikan kepada si empunya sapi setelah bertanding.

Harga sapi adu berbeda dengan harga sapi potong biasa. Harga sapi adu lebih mahal belasan hingga puluhan juta. Lebih sering sapi memenangkan pertandingan, maka harga sapi akan lebih mahal. Bila ada sapi yang dapat mengalahkan juara bertahan, harga sapi tersebut secara otomatis merangkak naik mendekati harga sapi juara bertahan, bahkan kadang melewati harga dari sapi juara bertahan, hal inilah yang membuat harga diri si empunya merasa dipertaruhkan. Tak jarang pula di arena pertandingan sapi harus disembelih karena luka yang diderita cukup parah, kemudian daging sapi dibagikan kepada penonton dan sebagian lagi dibawa si empunya untuk dibagikan di dusunnya. Kerugian dari sapi yang mati akan menjadi tanggungan dari perkumpulan sapi Thok Thok. Setiap pemilik sapi adu akan menyumbang hingga terkumpul dana sebanyak harga dari sapi tersebut. Lagi-lagi kebersamaan terlihat kental, tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Satu hal lagi yang patut diacungi jempol dalam adu sapi ini adalah bahwa tidak ada taruhan yang dilakukan Masyarakat Bawean, semua semata-mata adalah untuk ajang hiburan, ajang menaikkan harga sapi, dan yang terpenting adalah ajang silaturahmi pemilik sapi adu.


Cerita Lainnya

Lihat Semua