SETENGAH PUAS

Junarih Jun 13 Februari 2011
Minggu ketiga disemester genap, jadi ceritanya begini. Selasa pagi itu, petualangan dimulai. Anak-anak menjelajah kata “gaya” dalam perspektif sains, bukan dalam fashion yang selama ini mereka tau. Gaya dalam perspektif sains adalah sesautu yang abstrak. Saya tidak bisa membuat mereka paham hanya dengan menyuruh mereka membaca buku dan mendengarkan saya ceramah. Mereka butuh merasakan dan mengalami pengalaman bermain-main dengan gaya. Saya membagikan secuil plastisin dan meminta mereka membuat apapun yang mereka suka untuk menunjukkan bahwa gaya adalah sesuatu yang bisa merubah bentuk benda. Kemudian, plastisin itu dibentuk bulat-bulat dan ditaruh di atas meja dan meminta anak-anak berdoa dengan sangat khusyuk agar plastisin yang semula diam menjadi bergerak. Tapi ternyata tidak berhasil, plastisin tetap diam tak bergeming dan anak-anak tertawa dengan lelucon ini. Selesai mereka tertawa, saya minta mereka menyentil bola-bola plastisin itu. Anak-anak melakukannya dan plastisin meluncur di atas meja. Dari sini mereka belajar bahwa bukan doa yang bisa mebuat benda yang semula diam menjadi bergerak melainkan sesuatu yang disebut “gaya”. Selesai memahami gaya mereka saya minta lompat-lompat di tempat, setelah itu saya tanya kenapa semuanya kembali menginjak tanah? Kenapa tidak ada yang terus terbang nabrak plafon? Kenapa setiap kali lompat kita pasti kembali lagi ke bumi? Siapa yang menarik kita agar tetap menginjak bumi? Gaya apa yang menarik kita agar tetap menginjak bumi? Serunya, tak ada yang bisa menjawab. Mereka baru bisa menjawab ketika saya melakukan simulasi yang kedua. Saya menarik kursi yang semula jauh menjadi dekat. Saya bilang,” Kursi ini semula jauh dari Bapak, sekarang kursinya menjadi lebih dekat, kenapa?” Anak-anak menjawab,”Karena ditarik Bapak” Saya melanjutkan,” Sekarang perhatikan, plastisin ini Bapak pegang jauh dari tanah, kemudian bapak lepas pegangannya, apa yang terjadi?” Anak- anak menjawab, “Plastisinnya jatuh ke tanah.” Saya tanya lagi,”Jadi lebih jauh atau jadi lebih dekat dengan bumi?” “jadi lebih dekat” “Kalau kursi ini jadi lebih dekat dengan Bapak karena Bapak tarik berarti plastisin yang sekarang jadi lebih dekat dengan bumi siapa yang menarik?” “Bumi” Anak-anak menjawab serentak. “Karena bumi bisa menarik benda-benda maka bumi punya gaya tarik. Karena kursi ini ditarik sama Bapak berarti gayanya disebut gaya tarik Bapak, tapi karena plastisin ini jatuh ditarik bumi maka gayanya disebut  gaya?” “Gaya tarik bumi” Anak-anak menjawab ragu. “Ya, benar! Jangan ragu, percaya diri ya jawabnya!” Saya puas, akhirnya mereka mengerti juga, meski harus muter-muter. Selesai menjelaskan gaya tarik bumi, saya menjelaskan gaya magnet, Saya menjatuhkan anak kunci, kemudian saya tanya,”Kenapa kuncinya jatuh?” “Karena ada gaya tarik bumi” beberapa anak spontan menjawab dan yang lain baru ngeh belakangan. “Nah perhatikan sekarang, Bapak tempelkan kunci ini ke magnet, Bapak sekarang menggantungnya, kenapa kuncinya sekarang tidak jatuh?” Lagi-lagi mereka tidak bisa menjawab. Nampaknya harus muter-muter lagi. “Ok, perhatikan lagi ya?” Saya menjauhkan anak kunci dari magnet, menjepitnya dengan ujung jari telunjuk dan jempol dan membiarkannya menggantung seolah mau saya lepaskan. “Kunci ini tidak jatuh karena Bapak pegang ujungnya, nah sekarang  perhatikan, kunci yang sama bapak tempelkan ke magnet dan bapak gantung lagi seperti semula, ternyata kuncinya tidak jatuh, padahal bapak tidak pegang lagi, siapa yang sekarang memegangnya?” “Magnet, pak” “Ya, betul!” “Gaya apa yang ditimbulkan magnet untuk memegang kunci ini agar tidak jatuh?” “Gaya ......................” Saya sengaja memberi jeda panjang agar seseorang mengisi jeda itu, tapi sampai jedanya habis ternyata tidak ada yang menjawab, anak-anak nampak ragu menjawabnya. Akhirnya setengah kelelahan saya kasih tau anak-anak itu,”gaya yang ditimbulkan magnet untuk memegang kunci ini agar tidak jatuh adalah gaya magnet” “Hooooooooo” Anak-anak mendengung seperti tawon. Saya setengah puas.

Cerita Lainnya

Lihat Semua