Kartu Pos

Jovanni Enralin Silalahi 5 Maret 2015

Kamis terakhir di bulan Januari 2015 mungkin merupakan Kamis yang paling berkesan bagi murid-murid kelas VI SDN Muara Medak. Kala itu, kami kedatangan relawan Penyala Palembang  yang membawakan satu kantung penuh dengan surat-surat dan kartu pos yang beraneka ragam. Mereka melihat kedatangan orang baru di sekolah saja sudah senang, apalagi dilihatnya orang itu membawa sesuatu bagi mereka, tak terbayangkan lagi ributnya kelas kala itu. Setelah beberapa saat, kelas berhasil dikuasai. Kakak relawan pun mulai memperkenalkan diri di depan kelas dan menyatakan tujuannya datang ke SD Muara Medak. Kak Agung, relawan penyala tersebut, menjelaskan bahwa maksud kedatangannya ke SD Muara Medak ini adalah untuk membagikan surat dan kartu pos persahabatan dari kakak-kakak Komunitas Postcrossing Indonesia (KPI). Kartu pos dan surat akan dibagikan, asal mereka tertib dan tenang saat akan dibagikan surat. 

Saya dan Kak Agung kemudian mulai memanggil murid satu persatu ke depan kelas untuk memberikan surat mereka. Kakak-kakak dari KPI memang sudah didaulat untuk menulis surat satu kakak untuk satu murid. Sehingga, tiap murid mendapatkan surat dari pengirim yang berbeda. Nama-nama murid pun sebelumnya sudah saya ajukan ke kakak-kakak KPI yang akan menulis surat. Hal ini membuat anak-anak merasa terkejut karena kakak-kakak yang menulis surat kepada mereka sudah mengetahui nama-nama mereka.

“Buk, dari mano kakak ini tau namaku yo bu?”

Rasa penasaran yang bergabung dengan rasa gembira mengisi seluruh ruangan kelas kala itu. Ditambah lagi dengan adanya kartu pos yang diberikan oleh masing-masing kakak di dalam amplop surat mereka.

“Bu! Aku dapat Bali Bu!”

“Bu! Aku dapat gambar monyet Bu!”

“Bu! Aku dapat wong nikah Bu!”

Mereka saling memamerkan kartu pos yang mereka dapat ke satu sama lain. Gambar-gambar yang ada di kartu pos itu beraneka ragam. Membuat murid-murid membandingkan gambar mana yang lebih bagus. Sementara sebagian murid-murid sibuk dengan gambar di kartu pos mereka, lain halnya dengan Hendra. Ia sibuk bertanya apa kegunaan dari kertas yang paling kecil dengan angka 3000 diatasnya yang ada di dalam amplop suratnya.

“Bu, ini untuk apanya sih? Kok ada yang 3000 ada yang 2500?”

“Okee, baik. Semuanya kembali dulu ke bangkunya masing-masing. Nanti Kak Agung akan memberikan penjelasan..”

Agung kemudian menjelaskan mengenai surat, kartu pos, serta perangko yang ada di dalam amplop mereka. Awalnya mereka tidak begitu memahami apa dan bagaimana cara menggunakan kartu pos dan perangko tersebut. Namun setelah saya dan Agung menunjukkan caranya, mereka pun akhirnya mengerti. Mereka terlihat sangat asik dengan kartu pos mereka masing-masing. Akhirnya saya memutuskan untuk mempersilahkan mereka membaca satu-persatu kartu pos yang mereka dapatkan ke depan. Tanpa diminta dua kali, mereka langsung membacakannya kedepan begitu namanya saya sebut. Sungguh kemajuan yang signifikan! Biasanya, hanya akan ada beberapa anak yang berani untuk tampil ke depan, namun karena dorongan kepercayaan diri yang mereka dapatkan dari kartu pos dengan nama-nama mereka masing-masing tertera di dalamnya, jadilah mereka anak-anak yang meningkat pesat kepercayaan dirinya. Belum lagi cerita-cerita mereka kepada saya tentang kakak-kakak pengirim surat itu. Siapa nama kakak itu, apa pekerjaannya, dimana beliau tinggal, semua hal yang mereka temukan di surat, diceritakan kembali kepada saya dengan semangat yang menggebu-gebu. Ah ternyata benar, kebahagiaan itu sederhana. Sesederhana melihat mereka dengan bangga menceritakan isi kartu pos yang mereka dapat. Dan sesederhana mendengarkan cerita mereka mengenai kakak-kakak pengirim surat mereka. Terima kasih kakak-kakak KPI :).


Cerita Lainnya

Lihat Semua