Gelang Tangkal Tiga Warna

Jovanni Enralin Silalahi 4 Maret 2015

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Peribahasa lama yang sering kita temukan di buku pelajaran Bahasa Indonesia ini sepertinya cocok dengan situasi yang dialami oleh para Pengajar Muda di seluruh Kabupaten penempatan. Beberapa bulan di desa Muara Medak membuat saya mulai mengenali kearifan-kearifan lokal yang ada disini. Salah satunya adalah kebiasaan penduduk disini untuk memasangkan gelang rajutan benang yang terdiri dari tiga warna berbeda, yakni merah, putih dan hitam. Hampir semua anak-anak di Desa Muara Medak ini menggunakan gelang tiga warna tersebut. Awalnya saya tidak terlalu tertarik dengan gelang ini. Sampai pada suatu hari, salah seorang murid laki-laki kelas 6 yang beranama Nafi datang mengumpulkan tugas kepada saya. Di pergelangan tangannya melingkar gelang tiga warna tersebut. Dan jika dilihat dari warnanya, sepertinya gelang itu masiih baru. Saya kemudian bertanya kepada Nafi,

“Kamu pakai gelang, dak diomeli Bu Pur? (Nama Kepala Sekolah kami)”, “Idak buk! Ini kan tangkal!” .

Saya yang mendengar kata tangkal kemudian langsung berpikir, gelang? Tangkal? Apa hubungannya? Deka, sang jagoan di kelas kemudian langsung menjawab kebingungan saya.

“Ituu buuuk, kalu make gelang itu, gek kito dak gampang demam buk..”.

Lucu sebenarnya mendengar penjelasan Deka, namun karena pada dasarnya saya menyukai hal-hal yang khas dari suatu daerah, maka saya memutuskan untuk memiliki gelang tersebut.

“Hmm, ajarin Ibu dong bikin gelangnyaa.. perlu apa aja bahannya?”

Mendengar pertanyaan tersebut, murid-murid langsung bersemangat.

“Ibuk galak (ingin) dengan gelang ini?, gek kubuati buk!”

Murid-murid satu persatu langsung menyatakan keinginannya untuk membuatkan gelang untukku. Untuk meredam keramaian, aku pun mengajukan ide untuk membuat gelag tersebut bersama-sama

“Oke oke, kita perlu apa saja untuk membuat gelang ini? Besok kan Sabtu, ayo kita buat sama-sama aja..”

“IYAAA BUUK!”

Seakan tanpa berpikir lagi, murid-murid langsung saja menyetujui ide saya ini. Tibalah hari Sabtu yang dinantikan. Bermodalkan uang 10.000 rupiah, beberapa murid lelaki kelas 6 langsung membeli benang dengan tiga warna yang berlainan; merah, hitam, dan putih. Karena hari Sabtu adalah hari yang tidak terlalu padat pelajarannya, maka murid-murid kelas 6 dan 5 serta saya membuat gelang tiga warna hari itu. Mula-mula, potonglah ketiga benang sama panjang sesuai dengan yang kita inginkan. Kemudian, ikatlah ketiga benang tersebut di sebuah potongan ranting. Setelah diikat, ranting yang ada di tangan kita itu kemudian kita putar namun bagian bawah dari benang yang tidak dikaitkan ke ranting, dipegang agar ketiga benang tersebut bergabung menjadi satu lilitan. Selain dengan cara diputar, ada juga yang membuat gelang tangkal ini dengan cara dikepang. Tergantung dengan selera si pengguna. Awalnya hanya 2-3 murid kelas 6 saja yang membuat gelang ini, namun lama-kelamaan murid-murid lain pun ikut membantu membuatnya. Proses pembuatan gelang ini tidak memakan waktu lama. Cukup 5 menit saja untuk mereka bisa menghasilkan satu gelang tangkal dengan lilitan yang cantik.

Diantara semua murid yang membuat, ada 2 murid yang mencuri perhatianku karena mereka sangat serius dalam membuat gelang ini. Mereka adalah Deka (kelas 6), dan Andi (kelas 5). Deka membuat gelang dalam jumlah yang cukup banyak. Awalnya saya pikir Deka membuat untuk teman-temannya, namun setelah saya tanya, jawaban mengharukan justru yang saya dapatkan.

“Banyak nian Dek, buat siapo bae?”

“Buat kawan-kawan Indonesia Mengajar Ibuk! Ado berapo wong lah bu yang di Muba ini?”

“Ho? Kamu buat untuk teman-teman ibu jugo? Waaah.. ado 6 wong Dek..waah terima kasih yooo”

“Iyoo Buuk, tapi agek kalu sudah dibuat, kawan Ibuk dak galak makenyoo”

Deka mengucapkan hal ini dengan wajah yang ragu-ragu. Dia mungkin berpikir, apalah artinya sebuah gelang tangkal untuk para pengajar muda di Muba.

“Idak, pastilah galak. Ibu bae galak makenyo, kawan-kawan Ibu jugo lah pasti.. Tenang bae itu tuh”

Senyum pun merekah kembali di wajah Deka. Tak lama kemudian, Andi murid kelas 5 mendatangiku dengan anyaman gelang tangkal yang belum dipotongnya. Anyaman ini cukup panjang sehingga mungkin bisa digunakan 2 sampai 3 orang.

“Buk! Ini enjuk (beri) ke Pak Kapi ya Buk! Aku bikin buat Pak Kapi bae. Ibuk kan la sudah banyak yang buati. Hehehe”

Belum habis rasa kagum saya kepada mereka berdua, tiba-tiba Deka mendekati saya dengan sebuah gelang tangkal yang sudah jadi. Ia meminta tangan saya dan memasangkan gelang itu di tangan kanan saya.

“Buk, ini gelang pakelah yo. Biar Ibuk dak gampang sakit disini..”

Hari itu saya merasa sangat gembira sekaligus terharu. Betapa tidak, Deka dan Andi adalah dua murid yang paling tersohor di sekolah karena dianggap nakal. Namun hari itu, mereka berdua melakukan hal yang paling manis selama beberapa bulan saya berada disana. Bukan gelangnya yang menjadikan saya kuat, tetapi makna dan apa yang terjadi saat proses pembuatan gelang tersebut lah yang membakar semangat saya untuk terus berjuang di Desa Muara Medak. Semoga teman-teman Muba yang mendapatkan gelang tangkal ini juga merasakan dorongan semangat dari anak-anak SDN Muara Medak. Tetap Semangat!


Cerita Lainnya

Lihat Semua