Anak-Anak Aneh

Jihan 24 September 2017

Telah empat bulan saya menjalani peran sebagai wali kelas 1 SDN Baru. Rasanya kayak apa? Kayak mangga muda dirujak, asem tapi bikin nagih. Setiap hari saya siap tempur secara fisik dan mental, menghadapi 17 orang anak yang biasa datang berlumuran lumpur, celana sobek, dan kancing baju lepas. Padahal jarak rumah mereka hanya 50 meter lho dari gerbang sekolah. Saya saja masih terheran-heran apa yang mereka lakukan selama perjalanan sekolah.

Yah, tapi mau bagaimana lagi, anak-anak kelas saya memang aneh-aneh.

Ada Nafsi yang ke warung bukan untuk jajan, tapi untuk pamer uang jajan doang. Ada Ahmad yang berlayar mengarungi sungai pakai bak cuci piring (fyi, sungai di Desa Baru lebarnya 25 meter). Ada Hamran yang tidak pernah mau masuk sekolah pada hari Kamis dan Sabtu karena itu jadwalnya mencuci baju.

Tuh kan aneh-aneh.

Salah satu anak yang paling aneh adalah Jarni, jagoan cilik yang tinggal di hilir sungai.

Jarni memiliki wajah lonjong dengan kulit yang agak gosong. Kemana-mana ia selalu membawa jaket kuning lemon, sangat kontras dengan rambutnya yang merah menyala (karena keseringan panas-panasan). Dibandingkan kawan-kawannya, ia lah yang paling pandai secara akademis. Saat ini ia sudah mahir membaca, berhitung, dan menulis. Tidak hanya itu, Jarni juga matang secara sosial dan psikologis. Sementara kawan-kawannya bercita-cita menjadi dokter dan pedagang, ia ingin menjadi ahli IT. Katanya karena ia mau bekerja pakai laptop (padahal jaman sekarang dokter dan pedagang sudah pakai laptop, nak).

Jarni selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan cerdik. Seperti ketika saya memberinya soal UTS:

“Yang mana kah gambar yang menakutkan? Orang yang sedang berenang atau orang yang dikejar anjing?”

“Orang yang berenang, Bu”

“Kenapa?”

“Kalau dikejar anjing masih bisa dilempar batu, tapi kalau berenang bisa ada buaya di bawahnya”

Saya menganga, oh betul juga.

 

Selain itu, Jarni juga paling rajin mengaplikasikan nasihat-nasihat saya. Contohnya saat saya mengajarkan anak-anak untuk meminta maaf apabila berbuat salah. Saat itu saya melihat Jarni mengangguk paham di bangkunya. Matanya penuh antusiasme mendengarkan kata-kata saya. Wah Jarni mengerti, pikir saya berbahagia. Tapi ternyata saya terlalu cepat menyimpulkan. Pada jam istirahat, saya tengah mengawasi kelas 1 dari kejauhan ketika Jarni menarik kursi temannya hingga temannya terjungkal ke belakang. Jarni tertawa cekikikan sementara temannya menangis kesakitan. Kemudian ia membantu temannya berdiri dan mengucapkan maaf dengan lantang. Saya cuma bisa geleng-geleng kepala.

Pernah di lain hari saya mengajarkan anak-anak untuk menjadi kuat. Kata saya,

"Di dalam hidup, kamu akan tersakiti oleh banyak hal, tapi kamu harus kuat! kamu tidak boleh menangis dan menyalahkan orang lain".

Lagi-lagi saya lihat Jarni mengangguk paham dengan mata yang berbinar. Sepertinya ia benar-benar mengerti, batin saya.

Tiga hari setelah itu, ia terpincang-pincang mendatangi saya dengan kaki robek berlumuran darah. Katanya ia tertusuk paku di lapangan sekolah. Air matanya terus mengalir tetapi bibirnya tersenyum lebar. Ia berkata lirih,"Aku sedang menahan sakit lho, Bu. Kayak kata Ibu kemarin". Saya tersedak mendengarnya. Kali ini ia ternyata benar-benar mengerti. Sambil menahan haru saya mengelus kepalanya,"kamu boleh menangis, nak".

Benar kan, Jarni memang aneh untuk anak seusianya.

Tapi tidak apa-apa kok nak, jadi orang aneh. Dulu Bung Karno juga dicap aneh karena melepas hidup nyaman demi proklamasi yang belum tentu terjadi. Pun JK Rowling saat Harry Potter ditolak 12 kali oleh publisher. Jennifer Lawrence dan Johnny Depp juga begitu, tapi sekarang lihat betapa dunia menyukai mereka.

Jangan pernah takut tumbuh menjadi orang-orang aneh ya, nak. Teruskan saja. Karena pencapaian-pencapaian luar biasa hanya dapat diraih oleh orang-orang yang tidak biasa juga :”

Baca kontemplasi atau curhat-curhat gurih lainnya di www.tebumanis.com


Cerita Lainnya

Lihat Semua