SALAM MERDEKA DARI UJUNG SELATAN INDONESIA
Iwan Budi Santoso 17 Agustus 2013
Seandainya perang dengan Australia dan para sekutunya, mungkin Pulau Rote ini yang akan pertama kali di serang oleh mereka
Aku memang tidak terlalu paham betul dengan geopolitik dan kegiatan perang-perangannya. Namun tempat ini berada di halaman paling selatan Indonesia. Tempat ini juga yang paling jauh dari garis khatulistiwa di negara tercinta sekitar 1.300 km, bandingkan dengan Sabang (tempat paling utara) yang hanya sekitar 630 km saja. Mereka yang tinggal di Rote adalah para penjaga wilayah Indonesia dari campur tangan negara lain. Rasa nasionalisme menjadi begitu penting disini. Tempat ini menghadap ke benua yang sangat maju pembangunannya. Kondisi Rote yang tertinggal dan rasa iri dengan kemajuan negara tetangga bisa saja berpotensi melunturkan semangat cinta tanah air.
Hari ini tepat 68 tahun Indonesia merdeka. Para pejuang telah bersusah payah melepaskan bangsa ini dari belenggu penjajah. Kemerdekaan yang diraih bukan pemberian, namun perjuangan. Tidak heran jika Indonesia dulu sangat ditakuti karena kemilitanan rakyatnya. Kembali soal merdeka. Merdeka bukan berarti lalu bebas dan diam. Merdeka adalah langkah awal untuk menciptakan negeri yang sejahtera.
Di hari kemerdekaan Indonesia yang ke 58 ini aku berada di Rote. Berada di wilayah paling selatan ini aku seperti nostalgia kehidupanku belasan tahun lalu. Kondisinya masih sulit dan terbatas. Namun di sisi selatan pulau ini aku menemukan semangat yang tersembunyi. Semangat anak-anak untuk merayakan kemerdekaan Indonesia meskipun mereka belum secara masif menikmati hasil dari kemerdekaan.
Tiga hari sebelumnya aku sempat putus asa, bagaimana merayakan kemerdekaan Indonesia di tempat ini. Awalnya sempat merasa mengerjakan semuanya sendirian, sempat merasakan single fighter. Namun fighter-fighter lain datang juga. Mereka tidak lain adalah murid-muridku yang dengan suka hati membantuku. Menemaniku setelah pulang sekolah, membantu mencarikan kerang di pantai untuk hiasan majalah dinding, menghapalkan lagu wajib nasional, dan berlatih upacara. Ketika lomba aku juga bersyukur mereka telah menomor-sekiankan bentuk hadiah yang akan didapatkan. Kebanggan sebagai juaralah yang mereka cari. Munculnya sportifitas pada saat lomba juga membuatku yakin generasi inilah yang kelak akan membuat tempat di ujung selatan ini semakin baik. Kepala sekolah dan guru yang biasanya hanya menjadi peserta upacara pasif di lapangan kabupaten kini ikut serta memeriahkan kemerdekaan di desa.
Upacara di SD Inpres Batulai ini sekaligus upacara yang paling berkesan untukku. Bagaimana tidak, kami menyiapkan segala sesuatu begitu spontan. Pasca libur panjang idul fitri, para siswa hampir tidak ada yang tahu bahwa sebentar lagi bangsa Indonesia akan memperingati hari kemerdekaannya. Selepas pulang sekolah kami latihan upacara secara intensif. Untuk memberikan rasa berbeda pada upacara kemerdekaan ini, aku meminta anak-anak mengenakan selendang dan topi khas Rote, Ti’ilangga. Bagi yang tidak punya aku tetap meminta datang, bahkan kalau perlu ajak adik, kakak, atau siapapun yang mau ikut.
Pagi hari menjelang upacara, tampak keriuhan anak-anak dengan penampilan unik mereka. Beberapa siswa mengenakan topi Ti’ilangga dan hampir semuanya mengenakan selendang. Beberapa anak dari sekolah sebelah ikut upacara meskipun menggunakan kaus bola. Bapak Frans Buan, kepala sekolah datang dengan puluhan bendera kecil yang ia buat di rumah. Hal ini membuat anak-anak semakin bersemangat.
Lagu Indonesia Raya yang mengiringi pengibaran bendera merah putih tidak hanya di monopoli oleh paduan suara saja. Semua siswa ikut menyanyi. Lagu Hari Merdeka, Tanah Airku bahkan lagu Dari Jakarta ke Oslo ciptaan Presiden SBY yang pernah dimainkan pada peringatan kemerdekaan di Istana Negara tahun 2011 juga kami nyanyikan dengan semangat.
Ya, upacara itu memang dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka. Upacara bendera pada hari kemerdekaan ini mungkin baru pertama kali diselenggarakan di SD ini. Biasanya ada upacara yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten namun hanya diikuti oleh mereka yang diundang dengan jumlah yang terbatas. Padahal kemerdekaan Indonesia harus dirayakan oleh seluruh warga, tidak hanya para orang-orang tertentu yang tertera dalam surat undangan saja.
Terima kasih anak-anak. Sekarang kita berjuang untuk membebaskan diri kita dari kemalasan dan kebodohan untuk menjadi pribadi dengan nurani yang baik.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda