Pelajaran Mengenai Kasih

Iwan Budi Santoso 30 Mei 2014

Kasih adalah ketika puluhan tangan-tangan kecil itu bertepuk riang sambil menyanyikan lagu Kristen Sejati yang cinta akan alam.

Waktu yang paling khusuk adalah ketika kami berdoa di apel pagi. Setelah bel berbunyi dari rangkaian besi seadanya, anak-anak mulai berbaris rapih. Satu anak pemberi aba-aba, yang lain mengikuti dengan ikhlas. Ketika mentari beranjak naik, pagi sudah mulai menghangat. Kami mendinginkannya dengan berdoa. Kepala sudah menunduk, mata terpejam, tangan terlipat, dan bibir bergerak, disaat itulah kami yakin Tuhan telah memastikan hari ini, esok dan seterusnya adalah hari yang luar biasa.

Kasih adalah ketika jari telunjuk mungil mengarah ke angkasa saat guru menanyakan tentang etika.

Kelas kami sangat sederhana. Angin menerobos melalui kaca jendela yang pecah. Pintu yang semakin sulit terbuka karena rusak, namun tidak masalah, kami sangat nyaman berada di kelas. Awal mula perjumpaan kami di awali oleh masa-masa sulit untuk melepaskan diri dari kriteria manusia pra sejarah (yang belum kenal tulisan). Namun seiring berjalannya waktu, kami yakin bahwa setiap orang dilahirkan dengan kecerdasannya masing-masing. Kehidupan tidak melulu soal angka, huruf, maupun rangkaian keduanya. Yang pasti, kehidupan berbicara soal nilai. Tidak ada kata terlalu dini bagi anak untuk memahami nilai-nilai mulia yang memberi warna indah pada kehidupan.

Kasih adalah saat ibu angkat rela bangun jam 3 pagi demi mempersiapkan makan sahur untuk seorang muslim satu-satunya di desa yang dingin dan berangin.

Jika kita hidup dalam lingkungan yang homogen, tunda dulu pemikiran mengenai toleransi. Jadilah minoritas, maka kita akan menyadari bahwa kasih terhadap sesama itu penting. Menjadi minoritas berarti siap untuk mengurangi pola pikir yang stereotipe kepada orang lain. Hidup di timur Indonesia akan membuat kita belajar bahwa kebaikan hati itu bukan berdasarkan gelap terangnya kulit, lurus atau keritingnya rambut, atau jumlah uang pada rekening bank. Tentang hitam, putih, jelek, tampan silakan salahkan Tuhan. Wajah mereka memang ‘menyeramkan’, namun hati mereka sangat mulia. Jika kita belum pernah bertemu malaikat, disini kita akan banyak menjumpai orang-orang yang tulus.

Kasih adalah saat anak-anak yang khwatir menyajikan biskuit yang sudah melempem kepada guru yang baru saja sembuh.

Terkadang aktivitas guru di dalam kelas menyebabkan hati anak-anak jengkel. Namun percayalah, anak-anak yang aku jumpai disini memiliki sifat yang sangat ‘pelupa’ akan tingkahku yang menjengkelkan. Saat aku tidak terbaring sakit di atas lantai kayu pada siang yang terik, anak-anak merasa kehilangan. Pertama kali aku kembali ke sekolah, anak-anak memberikanku kejutan yang datar namun mengesankan. Biskuit melempem dan rangkaian doa di dalam lipatan kertas yang sudah usang adalah bingkisan terbaik yang pernah aku terima sepanjang hidupku. Bukan soal nominal rupiah yang terkandung di dalamnya. Namun keikhlaskan dan ketulusan hati mereka yang membuat harga dari bingkisan itu tidak akan pernah bisa ternilai.


Cerita Lainnya

Lihat Semua