info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Kami Bangga Menjaga Integritas

Iwan Budi Santoso 22 Mei 2014

SD Inpres Batulai sedang menjaga integritas. Ketika ujian berlangsung, saya menyaksikan siswa yang ceria, kepala sekolah yang percaya, pengawas yang menentramkan, guru yang setia serta orang tua yang peduli. Meski SD Inpres Batulai bukanlah sekolah dengan  nilai ujian yang setinggi langit, meski demikian kami bangga menjaga integritas

Kecerdasan tanpa dibalut akhlak adalah malapetaka. Akhlak tanpa kecerdasan adalah celaka. Jika pengajar bangga ketika muridnya pintar, pendidik akan bahagia ketika muridnya jujur. Ujian adalah pembuktian kemampuan. Apakah itu ujian hidup, ujian seleksi atau ujian sekolah.

Penentuan sebuah nilai memang akan sangat subjektif. Namun, manusia sebagai makhluk yang sistematis, membutuhkan pengukuran untuk menaksir nilai dari sebuah entitas. Termasuk halnya untuk mengetahui tingkat kemampuan jutaan anak murid kita. Sejak awal di luncurkan, ujian nasional di negeri ini selalu mengundang kontroversi dan menjadi permasalahan yang tidak kunjung ada habisnya. Tidak hanya masalah kecurangan yang dikritisi, substansi dari ujian pun semakin disorot. Manusia bukan batu-bata yang perlu distandarkan, katanya.

Jika memang ingin kepo  terhadap kemampuan generasi penerus bangsa, pola pikir ideal kita terhadap ujian nasional adalah sebagai alat untuk mendiagnosis. Diagnosis yang dilakukan oleh dokter maupun psikiater membutuhkan perhitungan. Setelah itu, hasilnya digunakan sebagai landasan untuk menentukan kriteria-kriteria yang akan kita sematkan kepada subjek yang diukur. Apakah kamu mengidap gangguan ini atau gangguan itu.

Kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam setiap pelaksanaan ujian nasional umumnya karena khawatir akan ketidaklulusan. Sekolah dianggap berhasil jika muridnya lulus 100%, meski dengan menghalalkan berbagai cara untuk meluluskannya. Ketika ketidaklulusan dianggap sebagai momok, maka hakikat dari pelaksanaan ujian itu sendiri telah ternodai. Seharusnya ketidaklulusan itu dimaknai sebagai langkah perbaikan diri. Sama halnya ketika dokter telah mendiagnosis seseorang bahwa ia mengidap penyakit parah. Pasien yang memahami maksud dan tujuan dokter melakukan diagnosis akan menjadikan hasil pemeriksaan untuk melakukan langkah-langkah kuratif terhadap penyakitnya bukan dengan menyangkalnya.

Manusia memang bukan batu bata yang perlu distandarkan. Namun kita butuh metode pengukuran yang sistematis, meski kita menyadari bahwa tidak ada alat ukur dengan tingkat keakuratan 100% yang mampu menghitung kemampuan manusia secara keseluruhan.

Terlepas dari faktor-faktor yang menyebabkan ujian nasional menjadi kontroversial, kita patut bertanya dalam diri sendiri, apakah sudah menjadi individu yang siap memperbaiki diri? Sampai kapan kita akan berusaha menutup kekurangan dengan cara-cara yang tidak dapat dibenarkan? Begitu besarkah faktor cemoohan orang lain sebagai dasar untuk melakukan kecurangan?

Nilai tinggi itu baik, namun kejujuran akan memuliakan segalanya.

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua