Laboratorium Alam di Desa Kuli

Iwan Budi Santoso 22 Juli 2013

Satu satu dia slalu makan

Dua dua dia slalu tumbuh

Tiga tiga dia slalu gerak

Yang empat bernafas

Lima berkembang biak

Parodi dari lagu Satu Satu Aku Sayang Ibu itu dilantunkan dengan nyaring oleh siswaku di SD Inpres Batulai pada jam pertama. Hari ini adalah pelajaran IPA dengan materi penggolongan makhluk hidup dan benda mati. Sudah tiga hari ini para siswa bosan dengan suasana kelas yang kaku. Anak-anak di Pulau Rote sepertinya memang psikomotoris sejati. Duduk diam sambil mendengarkan guru menjelaskan pelajaran terasa sangat membosankan bagi mereka #begitupula denganku.

 

Cuaca saat itu cerah, sangat cocok mengajak anak-anak belajar di luar kelas. Pelajaran IPA di luar kelas ini sudah kurencanakan jauh-jauh hari. Desa Kuli hampir menyerupai Taman Safari. Hanya saja yang bersafari adalah binatang ternak seperti babi, kambing, ayam, sapi, kerbau dan kuda. Mereka berkeliaran bebas di perkampungan warga. Kondisi ini sangat menguntungkan anak-anak untuk belajar IPA apalagi bab mengenai makhluk hidup.

Aku membagi mereka ke dalam beberapa kelompok dengan nama hewan dan tumbuhan seperti hiu, harimau, kuda, mawar, kelapa. Mereka aku bariskan sesuai dengan kelompoknya untuk menuju titik yang sudah aku tentukan. Selama perjalanan anak-anak aku minta mencatat makhluk hidup dan benda mati yang mereka temukan. Lagu parodi sangat berguna untuk mengidentifikasikan benda-benda yang mereka temui apakah masuk ke dalam kelompok benda mati atau makhluk hidup.

“Bapak, pohon kacang” kata Rizki, salah satu muridku, sambil menunjuk dengan antusias kebun kacang yang dipagari oleh pelepah lontar. Rizky adalah salah satu muridku yang paling susah di atur. Dia sangat mudah merasa bosan selama di kelas. Namun ketika pelajaran hari ini, Rizky lah yang tampak paling antusias. Ia banyak sekali mencatat benda-benda yang ia temui di jalan.

“Bapak, sawah” kata Rizky lagi sambil menunjuk hamparan sawah di bawah bukit.

“Sawah benda mati atau benda hidup? Di sawah ada apa saja?” tanyaku

“Sayur?” Guman Risky.

“Sayur bisa tumbuh tidak?” tanyaku.

“Iya Pak”

“Sayur bisa berkembang biak jadi banyak tidak?”

“Iya Pak”

“Sayur bisa makan tidak?”

“Tidak pak”

“Lho ayah Rizky kasih pupuk ke tanaman untuk apa?”

“Makanan buat pohon pak,,,,hmmmm,,Oh iya, sayur berarti makhluk hidup ya?”

“Ya betul, di catat ya”

Akhirnya kami tiba di sebuah bukit yang berselimut rumput hijau yang tipis, mirip seperti taman di film Teletubbies. Bukit ini dihiasi oleh pohon-pohon lontar yang kokoh dan berdaun lebar. Di bawah bayangan dedaunan lontar itulah kami beristirahat. Dari kejauhan tampak kawasan perbukitan dan Samudera Hindia yang berwarna biru.

Sambil menunggu mereka bermain-main, aku memeriksa hasil temuan masing-masing kelompok. Hampir semua benda dan makhluk hidup yang mereka jumpai selama perjalanan dicatat. Mulai dari kambing, selang, kabel listrik, babi, kuda, air, tanah, sayur dan banyak lagi.

Alam di Desa Kuli sudah menyediakan laboratorium pengetahuan yang sangat lengkap untuk anak-anak. Banyak materi pelajaran yang ada di buku Ilmu Pengetahuan Alam ada di desa ini. Kita dapat merasakan hembusan kencang angin muson timur dari Australia, bintang-bintang yang berserakan di langit pada malam hari, erosi sungai, serta hewan-hewan yang berkeliaran di perkampungan. Hal tersebut sangat jarang dialami oleh siswa sekolah di perkotaan.

 

Banyak orang mengatakan untuk menjadi pintar itu mahal. Namun di Desa Kuli ini laboratorium pengetahuan alam Rote itu murah. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya dengan baik.


Cerita Lainnya

Lihat Semua