Ramadhanku, Ramadhan Ceria

Ineke Amandha Sari 15 Agustus 2013
Ramadhan telah tiba...ramadhan telah tiba...hore..hore..

Ramadhan telah tiba dan kali ini merupakan Ramadhan yang saya jalankan seratus persen di perantauan, bahkan InsyaAlloh hingga satu tahun ke depan. Jalan merantau yang saya pilih (ehm, yang dipilihkan Tuhan) sebagai pengajar di sebuah SD negeri di Karang Agung (atau lebih dikenal dengan nama Sungai Kubu) kecamatan Lalan, kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Sedikit saya deskripsikan tentang daerah saya ini. Karang Agung merupakan sebuah wilayah yang berada tepat di samping sungai Lalan (anak sungai Musi). Daerah ini merupakan daerah padat penduduk, tapi masih memiliki tanah yang sangat luas, jadi jangan bayangkan seperti di daerah kota yang rumahnya penuh sesak.  Mayoritas rumah penduduk berada di tepi sungai dan terbuat dari kayu atau papan.  Sumber air yang utama dari air sungai Musi dan air hujan ditampung sebagai tambahan air untuk kebutuhan memasak.  Wilayah yang dekat dengan sungai disebut denga wilayah laut dan wilayah yang berada di daerah perkebunan disebut wilayah darat.  

Bagaimana rasanya tinggal di perantauan? Awalnya saya berpikir biasa saja, toh sejak enam tahun yang lalu saya sudah terbiasa dengan ramadhan di perantauan, tetapi bedanya perantauannya masih satu provinsi dengan daerah asal dan untuk yang sekarang berbeda pulau. Ternyata sempat terselip rindu suasana ramadhan di rumah dan di Malang (tempat menuntut ilmu dan menerapkan ilmu). Memori suasana ramadhan disana benar-benar bergelayut di hati, mulai dari orang-orang bersahutan atau kentongan beserta alat musik lainnya untuk membangunkan orang sahur, rindu ketika ikut berjajar  mendadak jadi penjual  makanan dan minuman di sepanjang jalan Veteran saat ashar hingga maghrib, rindu berburu makan untuk buka atau sahur bersama teman-teman, rindu nasi pecel di rumah, rindu tempe goreng di rumah, dan rindu memori-memori yang telah tertata rapi di hati. Lalu apa yang berbeda dengan  daerah Sungai Kubu? Perbedaannya adalah saya yang masih berproses berdamai dengan realita ini masih berusaha beradaptasi dengan kebiasaan daerah tersebut. Jika di tempat asal saat sahur banyak yang patrol, disini tidak ada, sepi. Tidak ada yang jual es kolak atau es buah di pinggir jalan, adanya adalah menu makanan lengkap di meja makan. Tapi yang tidak ada di kota dan disini ada adalah, belajar tentang kesederhanaan dan keceriaan yang tiap hari diajarkan siswa-siswaku. Ramadhanku tahun ini benar-benar sedang bercerita, bercerita tentang harapan dan perjuangan. Ramadhan yang berdampingan dengan senyum anak-anak, berdampingan dengan sebuah asa untuk menjadi orang yang (setidaknya) sedikit berguna untuk bangsanya sendiri.   Mari merangkai puzzle mimpi kita anak-anak ! Catatan: Cerita ini pada dasarnya di tulis pada saat ramadhan, tapi karena sinyal hanya tersedia di wilayah palembang dan sekitar kota, maka tulisan ini baru masuk dunia maya saat liburan, saat yang nulis cerita piknik ke kota.


Cerita Lainnya

Lihat Semua