Pambote

Endah Astuti 15 Agustus 2013

 

Shortly after meet “Pengajar Muda VI Sangihe”, And When we go somewhere without our car, and we are going far, we can’t  take  a bus or train. We don’t have to go far, to have a great time- Lipang Island to Tahuna. That’s much adventure “Nusantara Utara”.  We’ll PAMBOTE,,.

 

Kembali ke Lipang… akhirnya, karena Kamis siang 8 Agustus 2013 menjelang malam takbiran. Saking pengen ikutnya lebaran di pulau Lipang, ombak kencang diiringi hujan angin. Karena sang nelayan ada yang pulang ke pulau setelah menjajakan hasil kopra dan membeli kebutuhan  lebaran, mana tega aku naik pambote dengan cuaca yang tidak berkawan.. akhirnya kuhubungi mamakku untuk  memperjelas apakah di Lipang sana kencang gelombang ombaknya, alhasil nihil tak hanya sinyal yang memang saya lupa ingatan tak sembarang waktu dorang bisa babel “sinyal di Lipang harus mendaki bukit belakang sikora dan pergi ke pantai Sororai”.

Alhamdulillaah…mudah sekali menjalankan rencana dadakan pulang kali ini.. Saya pergi pasar Towo untuk melihat apakah ada  pambote orang Lipang yang hendak balik ke pulau. Saya pun menyewa pambote, menarik untuk pambote ini tarifnya seperti naik pesawat dari Naha ke Menado sebesar tiga ratus ribu rupiah. Bukan masalah harga transportasi saja untuk menjangkau Pulau Liapang ke Tahuna, namun keberadaan pambote dan cuaca pun perlu dicermati. Oh...pulau Lipang menyuguhkan pembelajaran alam untuk menyadarkan saya bahwa inilah pengalaman yang sesugguhnya untuk sebutan nusataraku adalah negara kepulauan. Ketika saya sudah nego dengan nelayan yang punya pambote saya pun langsung diciduk untuk naik pambote bersama 2 keluarganya yang lain.

Tepat saat Adzan Maghrib kami tiba bibir pantai Lipang. Langsung cari posisi untuk  turun ke dasar, menceburkan diri di air laut untuk menghilangkan rasa jantungan sebab dipertengahan lautan pambote yang saya tumpangi sempat menerjang hujan kencang dan ombaknya yang tak mau kalah setinggi 5 meter. Peningnya kepala, telinga yang mendengungf akibat suara mesin pambote  yang menderu kencang sempat mengacaukan sistem kerja saraf kranial vestibularku. Ah.... ini bagian dari rangkaian pengalaman pamboteku.

Lamunanku membasahi muka dikejutkan  saat si cantik Anggini berkomentar: “Enci..lihat deh..(sambil menunjuk ke langit yang semburat mega orange nya sungguh menakjubkan menunjukkan batas cakrawala segera menenggelamkan matahari diufuk barat lautan pulau Lipang.

 Saya pun“bergerilya” dengan memakai tas ransel..padahal di dalamnya adalah kembang api dan gula-gula yang sengaja saya siapkan untuk anak-anak dimalam takbiran ini. Sudah dapat ditebak,  kepergok ANAK-ANAKKU .. disita semua isi tas ranselku. Saat itu saya yang kepergok dan lari, reflek anak-anak pun ikutan lari.

Anak-anakpun seperti mengkomandoi…ambil langkah seribu, saat tiba di luar talut..kamipun tertawa-tawa menyalakan kembang api  dan berbuka dengan gula-gula. Ternyata begini rasanya dikejar dan dinantikan  kedatangan oleh wajah-wajah anak-anak. Kami sengaja tertawa dan menganggap ini lelucon agar saya tidak menjadi trauma atas kejadian pambote hari ini.

Sungguh kemuliaan Ramadhan ditutup tahun ini dengan membawa rizki bagi saya untuk menunaikan puasa sebulan penuh sebagai warga  Lipang. Pambote mengajarkan saya benyak hal tentang kepasarahan, keprihatinan, ketakjuban dengan semua perasaan yang bebas menawarkan ke alam hipocampus saya untuk kuat, tidak was-was dan khawatir lagi diperjalan pambote berikutnya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua