Barangkali Ini Alasan Tuhan Menyandarkan Satu Tahun Hidupku di Pulau Para

Indra Umbara 18 Oktober 2014

Sudah tiga bulan aku bertatap muka dengan anak muridku. Banyak hal yang sudah aku lakukan bersama mereka. Semakin hari aku semakin mengenal mereka satu per satu, baik kepribadian, kesukaan, ketidaksukaan bahkan cerita keluarga mereka masing-masing. Aku tak hanya berinteraksi bersama mereka di sekolah. Tetapi sepulang sekolah interaksi itu terus terjalin entah lewat les atau bermain bersama.

Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku mengenal keluarga mereka satu per satu. Aku mengunjungi rumah mereka satu per satu jika ada waktu. Kunjungan itu aku manfaatkan untuk lebih mengenal kehidupan keluarga mereka dan sekedar memotivasi keluarga mereka agar terus memerjuangkan pendidikan anak muridku kelak.

Berbagai cerita dari  kesembilan muridku yang duduk di kelas lima terekam jelas di otakku. Salah satu dari sembilan muridku bernama Sergio, nama lengkapnya Kristian Sergio Wemprit Lapasi. Setelah melakukan kunjungan ke rumahnya, seakan aku melihat masa kecilku di dalam kehidupan Sergio.

Mengenal Sergio

Sergio adalah salah satu murid laki-laki yang duduk di kelas lima. Selama menjadi wali kelasnya, aku melihat muridku yang berumur sepuluh tahun ini sebagai anak yang memiliki kecerdasan matematis yang sangat menonjol di kelasku. Guru-guru yang pernah mengajarnya di kelas sebelum juga menyatakan hal yang sama. Ia cenderung tertarik dengan berbagai hal berbau sains.  

Suatu hari, aku menerangkan pelajaran IPS di kelas. Aku melihat Sergio aktif melakukan kegiatannya sendiri dengan melihat sesuatu di bawah kolongnya. Tak tahan karena tak diperhatikan, aku pun mendatanginya. “Sergio,apa yang sedang kamu lakukan?” tanyaku. Aku sudah siap untuk menegurnya, tapi tertahan saat ia mengatakan, “Maaf Bapak, kita sedang baca buku saku IPA!” 

Saat itu juga aku justru menegur diriku sendiri, karena barangkali Sergio tak tertarik dengan caraku menyampaikan materi yang aku ajarkan. Secepatnya aku meminta ia untuk menyimpan bukunya dan aku mencari cara untuk menarik perhatian Sergio terhadap pelajaran yang sedang aku ajarkan. Singkat cerita aku memintanya untuk tidak pulang dulu ketika bel berlangsung. Aku mengajak Sergio pulang bersama, karena aku ingin mengenal muridku ini lebih jauh. Di tengah perjalanan ia mengungkapkan keinginannya mengikuti Olimpiade OSK tahun depan. Tak perlu berpikir panjang aku pun sudah pasti mengabulkan dan siap memberi bimbingan.

Sesampainya di rumah Sergio aku memutuskan untuk mampir di rumahnya untuk sekedar melakukan kunjungan keluarga. Pertama kali masuk ke rumah Sergio yang sangat sederhana, aku hanya melihat dua orang bertubuh renta. Mereka adalah opa dan oma Sergio. Ketika aku menanyakan keberadaan orang tua Sergio, opa dan oma justru menceritakan banyak hal tentang kedua orang tua Sergio.

Kisah Sergio Mirip dengan Kisahku

Opa dan oma Sergio menceritakan banyak hal tentang Sergio dan keluarganya. Hal yang membuatku terkejut adalah ternyata hal yang dialami olehku juga dialami oleh Sergio.  Mama dan Papa Sergio berpisah. Kisahnya pun sama, Mama Sergio ditinggalkan oleh papanya ketika Sergio berusia 8 tahun. Papanya menghilang meninggalkan keluarga kecilnya begitu saja tanpa memberi pertanggungjawaban atas Sergio. Mamanya pun memutuskan untuk bekerja di Bitung (dekat Manado) untuk memenuhi kebutuhan Sergio. Sergio dititipkan kepada oma dan opanya di pulau ini, dengan harapan Sergio masih bisa mendapatkan figur seorang ayah. Oh, Tuhan kisah anak muridku mirip dengan kisahku.

Tak jauh beda dengan Sergio, ketika aku berumur empat tahun, papa meninggalkan mama dan kami tiga anaknya tanpa alasan yang jelas. Belum lagi ketika itu, mamaku sedang hamil adikku perempuan yang bungsu. Saat itu aku juga tinggal bersama nenek dan kakekku yang sekaligus menjadi topangan hidup keluarga kami. Namun, Tuhan berkehendak lain, kakekku dipanggilNya ketika aku duduk di kelas dua sekolah dasar. Mama memberanikan diri pergi ke Hongkong untuk menjadi TKW di sana hingga aku beranjak dewasa.

Kini, tiga bulan sudah aku ada bersama mereka di Pulau Para. Setelah aku telurusuri, hampir 80% muridku di sekolah mulai dari kelas satu hingga kelas enam mengalami masalah keluarga yang hampir serupa. Belum lagi murid-murid SD dan SMP sebelah, yang belum pernah aku telusuri cerita hidupnya. Aku bertekad menjadi motivator buat mereka semua selama aku hidup.

Kukatakan Pada Mereka :  Kuat Yaaa Nak

Semenjak aku mengetahui latar belakang kehidupan keluarga Sergio, aku bertekad untuk terus menjadi guru, kakak, motivator bahkan ayah buat Sergio. Aku selalu berkata kepada Sergio bahwa Tuhan punya rencana atas kehidupan setiap manusia. Aku juga selalu berkata tentang perkataan yang sering diucapkan mamaku kepada Sergio, “Kuat ya Nak, Tuhan sedang menempamu menjadi orang besar suatu hari nanti, jangan membenci papamu karena ia tidak tau apa yang sedang ia perbuat!” Ketegaran yang ditularkan mamaku juga terus aku tularkan kepada Sergio dan kepada murid-muridku yang lainnya.

Hal tersebut tidak hanya kukatakan pada Sergio, tetapi kepada semua murid yang berhasil aku kunjungi. Barangkali ini memang alasan Tuhan menyandarkanku di pulau ini.

Barangkali Ini Alasan Tuhan

Aku sebagai orang yang tumbuh di keluarga“broken home” jelas mampu merasakan apa yang anak-anakku rasakan. Sebelum aku mendaftar menjadi Pengajar Muda, aku bertekad, ketika aku berumur 35 tahun, aku bisa menjadi motivator untuk anak-anak “broken home” di sekitarku. Kenapa harus 35 tahun? Ya, alasannya ketika aku berumur 35 tahun aku sudah mencapai tingkat kesuksesan yang aku idamkan sehingga banyak hal yang bisa aku bagi dan ceritakan.

Namun rasanya Tuhan sudah mengabulkan tekadku lebih cepat.  Aku ditempatkan di Pulau Para, dimana di pulau ini aku dipertemukan dengan banyak anak-anak yang nasibnya tak jauh beda denganku. Meskipun aku belum menjadi apa-apa, aku siap untuk memotivasi mereka dengan berbagai cerita perjuangan yang selama ini aku dapatkan.

Selalu bermimpi, optimis, berjuang tiada henti menjadi kunci hidupku selama melalui masa-masa kecil tanpa sosok ayah disampingku. Kunci ini yang akan aku perbanyak aku bagikan cuma-cuma kepada semua anak didikku yang mengalami masalah serupa denganku selama aku ada di Pulau Para dan selama aku masih bisa berhubungan dengan mereka walau dipisahkan jarak sekalipun suatu hari nanti.

*) Selesai di Rumah Dinas Kepala Sekolah SDN Inpres Para Tanggal  11  September 2014 Pukul 23:46 WITA


Cerita Lainnya

Lihat Semua