info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Matematika Itu Menarik Bagi Setiap Anak

Indarta Aji 3 September 2011

Saat aku duduk di bangku SMA kelas 2 aku membuat sebuah pertanyaan matematika. Aku membayangkan sebuah cekungan tanah yang luas sebagai akibat dari jatuhnya meteorit pada landasan tanah tersebut. Untuk mempermudah aku menganggap bahwa meteorit tersebut berbentuk bulat sempurna seperti sebuah bola. Lalu aku berfikir seandainya kita mengambil tiga titik sembarang tidak beraturan pada permukaan tersebut dan saling mengaitkan garis-garis hingga terbentuk sebuah segitiga pada permukaan landasan meteorit tersebut (konsep ini aku dapatkan ketika membaca sebuah ensiklopedia matematika yang menjelaskan adanya segitiga dengan jumlah sudut total tidak sama dengan 1800. Walau sebenarnya secara teori segitiga adalah tiga titik yang saling dikaitkan dengan garis pada bidang datar, sehingga jumlah sudut totalnya adalah 1800. Sedangkan yang aku hitung adalah segitiga pada bidang cekung berbentuk bola yang berarti jumlah total sudutnya lebih kecil dari 1800. Tapi aku tidak peduli apakah bidang tersebut datar atau cekung, karena itu hanyalah sebuah kesepakatan antar manusia saja). Akhirnya jawaban itu aku dapatkan dua tahun kemudian saat mengikuti mata kuliah mekanika disemester tiga. Dengan menggunakan koordinat bola perhitungan tersebut dapat terjawab dengan mudah. Hingga sekarang aku juga masih ingat bagaimana menurunkan rumus tersebut.

 

*****

Dikutip dari surat keponakan Feynman yang ditujukan kepada Istri Feynman (Gweneth) sebagai bentuk ungkapan berkabung atas meninggalnya Feynman. Di tulis pada tanggal 17 Februari 1988 di London, Inggris.

.....

Ingatan favorit saya dari semua ini adalah saat saya masih delapan atau sembilan tahun, Bersama Dick (panggilan untuk Feynman) dan Ibu saya duduk menunggu seorang ilmuwan terkenal bernama Konrad Lorenz yang akan memberikan kuliah. Saya gelisah dan tidak sabar, sebagaimana anak-anak kecil lain yang disuruh diam tapi masih saja ribut, lalu Dick berpaling ke arah saya dan berkata, “Tahukah kamu ada angka yang besarnya dua kali dari angka yang lain?”

“Tidak, tidak ada!” saya bertahan dengan pengetahuan anak lima tahun.

“Ya, ada loh; akan aku buktikan padamu. Sebutlah sebuah angka!”

“Satu juta.” Saya mulai dengan angka yang besar.

“Dua juta.”

“Dua puluh juta.”

“Lima puluh empat.”

“Saya sebut sekitar sepuluh angka lagi, dan setiap kali pula Dick menyebutkan angka yang jumlahnya dua kali lebih besar.

“Saya mengerti; ada juga angka yang tiga kali lebih besar dari angka yang lain.”

“Buktikan,” kata paman Dick. Dia sebut sebuah angka. Saya sebut angka yang tiga kali lebih besar dari pada yang dai sebutkan. Dia coba lagi. Saya sebut lagi, dan seterusnya.

Dia sebut sebuah angka yang terlalu sulit bagi saya untuk dikali di kepala. “Tiga kalinya,” kata saya tidak mau kalah.

“Jadi, adakah angka yang lebih besar?” tanyanya.

“Tidak ada,” jawab saya. “Sebab untuk setiap angka, selalu ada satu angka yang dua kali lebih besar, ada satu angka yang tiga kali lebih besar. Bahkan ada yang satu juga kali lebih besar.”

“Benar, dan konsep kenaikan tanpa batas itu adalah konsep bahwa tidak ada angka yang paling besar, disebut tak berhingga.”

.....

*****

Selain mengajar IPA dan Matematika di SD kelas 4, 5 dan 6. Kewajibanku lainnya adalah mengajarkan Matematika khusus untuk kelas 3 SMP yang bersiap menghadapi ujian kelulusan tahun depan. Ada yang menarik dengan pelajaran matematika di kelas 3 SMP ini. Tentang Volume dan Luas Permukaan pada Bangun Ruang. Aku menyuruh mereka membuat bangun ruang yang sudah aku tetapkan dengan ukuran sesuka hati merekapada tiap-tiap kelompok yang berjumlah dua orang. Kesesokan harinya, dikelas aku menyuruh mereka untuk menghitung luas permukaan dan volume dari masing-masing bangun yang mereka buat dengan konsep dasar yang telah saya ajarkan untuk berhitung. Terserah dengan cara apa, sesuka hati mereka pula mereka berhitung. Sedangkan aku hanya mondar mandir mengamati apa yang sedang mereka lakukan. Sesekali memberikan klu untuk memancing mereka berfikir tanpa harus mengarahkan mereka pada jawaban yang sesungguhnya (meyakinkan mereka apakah klu itu salah atau benar).

Ada yang mencoba menggunakan rumus praktis pada buku, lalu menghitung panjang masing-masing sisi dari bangun ruang tersebut. “Tapi ingat, jawaban yang bapak inginkan bukanlah nilai, tapi persamaan atau rumus.” Tidak ada nilai dalam hal ini, yang ada simbol “t” untuk tinggi, “r” untuk jari-jari, “s” untuk sisi dan demikian seterusnya untuk panjang, lebar dan lain sebagainya. Sambil aku menyita penggaris-penggaris panjang mereka.

Satu jam tidak cukup bagi mereka untuk berfikir dan menemukan persamaan-persamaan volume dan luas permukaan bangun ruang tersebut. Tapi itu adalah sebuah kewajaran. Dalam hal ini aku tidak memaksa mereka untuk bekerja sendiri, tapi memaksa mereka untuk berfikir menggunakan kemampuan mereka semaksimal mungkin (mereka memiliki potensi yang sangat besar, tapi selama ini potensi itu kurang maksimal untuk digunakan, semacam gelas besar yang hanya terisi sangat sedikit air).

Satu jam tidak cukup, aku memberi waktu 30 menit lagi dan tetap tidak ada satupun kelompok yang berhasil. “Menyerah?” kataku. “Iya Pak, menyerah.”

Kemudian aku menjelaskan satu persatu bagaimana cara memperoleh persamaan-persamaan pada bangun ruang tersebut. “Ooo...” suara mereka serentak saat aku sedang menjelaskan satu persatu dari sekian banyak persamaan. Dan titik itulah yang aku cari. Statment “Ooo...” menunjukkan bahwa sebelumnya mereka benar-benar menggunakan otak mereka secara maksimal untuk berfikir, dan kali ini mereka tidak akan lupa dengan apa yang saya ajarkan.

Tibalah saat diriku menjelaskan sebuah persamaan volume kerucut. “Pak, angka satu per tiga pada persamaan volume kerucut itu dapat dari mana?” Sudah kuduga pertanyaan ini akan muncul dan menyudutkanku “Argh....” Tapi bagus, mereka sudah mulai antusias dan mengerti alur berfikir.

“Nah, sebelumnya bapak ajarkan mengenai volume limas, dan dari situ kalian tahu nilai satu pertiga dari volume limas itu didapatkan darimana. Lihat, kerucut dapat dianggap sebagai sebuah limas yang berbentuk lingkaran.” Tapi rupanya statment itu masih menggantung dikepala mereka, terlihat dari bentuk raut wajah mereka. Mungkun mereka menyadari bahwa hal tersebut tidak dengan mudah mereka terima tanpa adanya perhitungan matematika yang lebih detal dan tidak sekedar statment, walau sebenarnya statment itu benar.

Tidak ada jalan lain selain menjelaskan mengenai kalkulus. Menghitung volume (integral benda putar) dengan menggunakan metoda cakram atau silinder yang materinya tertulis lengkap di buku-buku kalkulus semester ke dua di kuliah tingkat pertama. “Ok... kalian tidak perlu mengerti ini, nanti kalian akan mempelajarinya ketika kuliah. Cukup kalian tahu kalau nilai satu pertiga itu tadi bukanlah nilai ajaib dengan memperhatikan apa yang bapak sampaikan sekarang.”

Penjelasanku berakhir di siang bolong dimana ruang-ruang kelas lain sudah kosong dari para penghuninya. Pelajaran matematika kali ini berakhir 120 menit lebih lama. Berarti total waktu kami belajar adalah  210 menit tanpa henti dan tanpa ada yang mengeluh, justru murid-muridkulah yang meminta waktu tambahan tersebut. Alasannya mereka tidak akan pulang sebelum mereka mengerti semuanya. Mereka adalah murid-murid yang sangat rajin.

“Untuk perhitungan luas permukaan dan volume bola kita simpan buat minggu depan saja.” Tapi aku masih bergumam sendiri ketika sedang berjalan pulang kerumah. Bagaimana aku menjelaskan kepada mereka besok tentang cara menghitung luas permukaan dan volume bola itu. Apakah aku harus melakukan beberapa eksperiment sederhana? Atau menjelaskan kepada mereka bagaimana mencari persamaan luas dan volume pada bola menggunakan sistem koordinat bola (r, α, θ) (dapat dipelajari di matakuliah mekanika di semester tiga kuliahku). Atau mungkin keduanya? Lihat saja nanti, konsep mana yang lebih mereka terima.

Metoda eksperiment menghitung volume bola: banyak pasir yang terisi penuh dari setengah bola yang memiliki jari-jari “r” adalah dua kali banyak pasir yang terisi penuh pada kerucut (volume) yang memiliki jari-jari “r” dan tinggi “r”.

Metoda eksperiment menghitung luas permukaan bola: Tali yang melilit permukaan bola berjari-jari “r” panjangnya sama dengan tali yang melilit permukaan dua buah lingkaran yang memiliki jari-jari “r”.

“Menciptakan suasana belajar yang kreatif dan menyenangkan adalah seni tinggi yang luar biasa dari suatu pengajarang” Albert Einstein.

“Matematika itu menarik, sama halnya dengan para mahasiswi matematika di kampusku.”Kutipan dari seorang teman dikampusku.


Cerita Lainnya

Lihat Semua