Menciptakan Passion untuk Sains Sejak Dini

Indarta Aji 3 September 2011

Aku masih ingat tentang hal apa yang aku bahas beberapa bulan lalu bersama dengan seorang temanku dalam sebuah ruang tengah di rumah kontrakan kami di Bandung. Tepatnya bulan Desember 2010.Dia adalah alumni perminyakan ITB. Semacam ada korelasi yang sangat tepat dengan bidangku, nuklir. Lalu pada akhirnya korelasi itu berujung dengan terbentuknya sebuah wacana yang menarik, dari berbicara soal perhitungan aliran turbolensi minyak pada pipa hingga berujung pada perhitungan yang lebih rumit soal aliran turbolensi pada cairan pendingin reaktor nuklir. Faktor suhu sangat berpengaruh akibat adanya transfer panas dari bahan bakar reaktor nuklir kedalam cairan pendingin tersebut, sehingga massa jenis yang berubah-ubah pada aliran pendingin juga patut untuk diperhitungkan selain unsur radioaktif yang terkandung didalamnya serta hal-hal rumit lainnya.

Diakhir diskusi kita siang hari itu temanku memberi sebuah kesimpulan “Itulah masalahmu, kamu selalu berbicara soal hal-hal tidak semua orang mengerti, terlalu berat.” Ya... itu adalah kalimat yang sering aku dengar dari sebagian besar orang terhadapku, tapi hal itu lah yang sehari-hari kami bahasa bersama teman-teman di lab atau di kampus, dan aku pikir itu sudah menjadi budaya di jurusanku, seperti sebuah bahasa tersendiri bagi kami yang selalu kami ukur dengan logis. Bahkan salah satu soal ujian mata kuliah kami paling sulit (mekanika) adalah disaat kita harus menguraikan berbagai macam gaya yang terjadi pada seekor semut yang sedang melintasi jeruji sepeda yang sedang berputar. Bagi orang lain apa pentingnya? Itu konyol. Tapi bagi kami itu sangat-sangat menarik serta memiliki banyak makna dan maksud.

Tidak hanya semenjak aku kuliah aku berbicara dengan gaya seperti ini bersama para senior dan teman seangkatan lainnya yang rata-rata tergabung dalam kelompok riset 102 FM yang disebut sebagai para fisikawan muda yang maniak. Tapi itulah yang selalu diajarkan oleh ayahku semenjak aku kecil. Ayahku bukan seorang scientist, dan ilmunya sangat terbatas untuk itu. Tapi disetiap malam sebelum tidur kami berdua sering menghabiskan waktu bersama untuk berdiskusi soal teknologi, dan itulah yang menjadi dongeng sebelum tidurku disetiap malam hari bersama Ayahku. Hal yang paling mengingatkanku adalah sebuah majalah ANGKASA edisi bulan Juni 1995 (aku agak lupa pastinya, mungkin itu benar) yang merupakan edisi khusus pesawat terbang CN-250 Gatotkoco dan sebuah ensiklopedia bertema transportasi dengan cover berwarna biru yang dia beli dari hasil menabung berbulan-bulan dari sebagian gajinya yang kecil, sehingga itulah buku yang menjadi buku dongengku disetiap malam.

“Kamu tahu kenapa pesawat bisa terbang?” Kata Ayahku yang mencoba untuk membuka pikiranku untuk mulai berfikir. “Karena punya sayap” Aku pun menjawab sebisanya. Lalu ia mulai untuk membenturkan pernyataanku yang merupakan logika dari akal pikirku dengan argument-argument lainnya, dan begitu pula seterusnya yang pada akhirnya berujung pada sebuah kesimpulan yang membuat aku mengerti. Tapi yang paling membuat aku bertanya-tanya dari ensiklopedia biru itu adalah cerita tentang Icarus yang jatuh bebas dari angkasa karena bulu-bulu sayapnya yang disambung dengan lilin terlepas karena mencairnya sambungan lilin tersebut saat ia berusaha untuk mendekati matahari. Hingga pada akhirnya tujuh tahun kemudian (kelas 1 SMP) aku baru menyadarinya bahwa itu adalah mitos Yunani kuno. Aku menerima soal mitos itu, setidaknya mitos itu telah memecahkan argumentku bahwa itu hanya cerita yang tidak logis.

Terkadang, diakhir pekan ayahku mengajakku berkebun. Mengajariku bagaimana membuat pupuk kandang hingga bagaimana cara mencampurkannya dengan tanah dengan komposisi yang pas untuk tiap-tiap jenis tanaman yang berbeda. Kemudian bercocok tanam dan menjelaskan mengenai siklus tumbuhan yang sering kali kami amati berdua atau bertiga bersama ibuku, mengenalkan aku dengan banyak jenis tanaman dan metoda-metoda perkembang biakan tumbuhan (stek, mencangkok, metoda menaman biji yang baik dan lain sebagainya). Dan itu sangat menarik.

Belajarlah sesuatu dimulai dari filosofi, namun bukan filsafat. Karena sains itu pasti dan telah ada sebelum manusia terlahir, kemudian dirumuskan oleh manusia dalam sebuah teori-teori yang pasti karena perhitungan matematis ataupun logis, berbeda dengan filsafat yang lahir dari buah pikir manusia tanpa ada perhitungan yang pasti.

*****

Dari sebuah buku berjudul “What Do You Care What Other People Think?: Further adventure of a Curious Character” yang ditulis oleh Richard P. Feynman (Peraih Nobel Fisika 1965, penemu faktor kecelakaan meledaknya space shuttle Challanger pada tahun 1986). Dikutip sebagai berikut;

Sebelum aku lahir, ayahku berkata kepada ibuku,”Jika dia laki-laki maka dia akan mejadi seorang ilmuwan.” Saat aku masih balita dan duduk di kursi khusus, ayah membawa ubin-ubin kecil dengan berbagai macam warna. Kami bermain dengan ubin-ubin tersebut. Ayah menyusunnya berbaris ke atas di kursiku seperti layaknya domino, dan aku akan mendorongnya satu ubin sehingga ubin yang lain akan jatuh.

Lalu setelah beberapa lama, aku membantu ayah menyusun ubin-ubin tersebut. Dalam waktu singkat kami sudah menyusun ubin-ubin itu dalam beberapa pola yang rumit: dua ubin putih dan satu ubin biru, dua ubin putih dan satu ubin biru dan seterusnya.

Waktu itu ibuku berkata, “Biarlah saja si kecil sendiri.” Jika dia ingin meletakkan yang biru maka biarkan dia meletakkan yang biru. Lalu ayah menjawab, ”Tidak, aku ingin menunjukkan padanya pola-pola dengan permainan ubin. Ini kan dasar Matematika.” Jadi ayah sudah dari dini mengajariku tentang dunia dan betapa menariknya dunia itu.

*****

Di akhir sore, sebelum kami mengakhiri diskusi kami, temanku memberikan sebuah statment kepadaku “Akan lebih baik jika anakmu kamu didik dengan bagaimana kamu berbicara dengan orang lain (kekuranganku), yang intinya mengajak anak untuk selalu berfikir tentang sains terhadap setiap fenomena yang terjadi pada lingkungan sekitar anak. Ya aku menyetujui pendapatnya. Karena dengan demikian pola pikir anak akan terbentuk dengan baik sejak dini, meyakinkan mereka bahwa tidak ada mitos dalam dunia ini dimana hal tersebut sering kali membuat anak nampak bingung, yang hanya adalah sains yang logis.

Ciptakan lah pendidikan sains yang menyenangkan untuk anak-anak anda dengan belajar dari sekitar mereka. Sains membuat pola pikir mereka menjadi logis dengan selalu merunutkan setiap permasalahan yang ada sehingga tidak dapat dipertentangkan dan tidak membingungkan. Berbeda halnya dengan mitos.

*****

Metoda itu lah yang aku ajarkan kepada murid-muridku sekarang. Membuat mereka untuk berfikir, membentuk argument-argument dari apa yang mereka amati, lalu memecahkan argument-argument mereka dengan pertanyaan-pertanyaan. Saat mereka tidak berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan itu maka argument mereka salah, dan ketika argument-argument mereka benar, maka argument itu tidak akan pernah lupa dari ingatannya. Saya meyakini itu karena saya pernah mengalami hal tersebut, begitu juga murid-muridku yang sudah membuktikan hal tersebut.

Ini semacam metoda project base learning, namun tidak begitu memakan waktu. Tidak ada laporan yang panjang. Maklum, aku juga harus menyadari bahwa mereka perlu aku berikan ruang waktu untuk mengasuh adik-adik mereka yang masih kecil di rumah, sedangkan anak laki-laki harus mengembala kerbau sekaligus mencari kayu bakar di hutan.

“Nilai lain dari sains adalah keasyikan yang boleh disebut sebagai kenikmatan intelektual.”Dikutip dari Ceramah Umum Richard P. Feynman di Akademik Sains Nasional pada musim gugur di tahun 1955.


Cerita Lainnya

Lihat Semua