Multiple Intelligences Part II (Unpredictable)

Indarta Aji 17 Desember 2011

Silvi (pojok kiri depan) sedang beristirahat didalam kelas bersama teman-temannya yang lain seusai pelajaran IPA sambil membaca-baca tulisan di papan tulis mengenai materi IPA yang baru saja diajarkan.

Mungkin puncaknya adalah saat pertama kalinya aku memberikan pekerjaan rumah IPA kepada siswa-siswi kelas enam di sekolahku. Hanya karena nilai 100 pada pekerjaan rumah IPA pertamanya, kini Silvi terlihat sangat berbeda dari sebelumnya di kelas lima dulu. Aku pikir, sebelumnya dia memanglah murid yang menonjol. Paling tidak selalu dapat rangking kelas di kelas-kelas sebelumnya di tiap-tiap semester.

Namun hal berbeda terjadi saat wali kelasnya di kelas lima-nya lalu terkaget-kaget dengan peningkatan yang pesat pada Silvi saat aku bercerita bahwa kali ini nilai UTS IPA-nya adalah yang tertinggi di kelas enam. Bahkan bukan hanya itu, nilai tugas dan pekerjaan rumah lainnyapun juga selalu menjadi yang tertinggi. Di setiap pelajaran IPA ku dirinya juga selalu menjadi murid yang paling aktif, baik berdiskusi maupun menjawab pertanyaan-pertanyaanku.

Bahkan beberapa kali ia sempat protes kepadaku karena jadwal pelajaran IPA yang seharusnya aku ganti dengan materi pelajaran matematika karena materi matematika yang masih tertinggal jauh dan materi IPA yang sudah selesai, dan sebagai gantinya aku berikan waktu khusus untuknya di jam istriahat atau sepulang sekolah untuk berdiskusi mengenai IPA.

Akhir semester ini aku memberinya nilai 8,8 diraportnya untuk pelajaran IPA.


Cerita Lainnya

Lihat Semua