Senikmat Durian
Ika Martharia Trisnadi 24 Februari 2012Bagiku duren adalah buah yang paling enak, harum, manis, lembut, creamy dan sedikit memabukan. Bagiku kenikmatannya tak tertandingi. Begitupun rasa ini..... manis, membuatku riang dan tersenyum sepanjang hari...
Kini sekolahku, yang terletak 90 km di sebelah barat kota Fakfak memiliki fasilitas layaknya SD-SD favorit di kota. Ada komputer, laptop, printer, seragam olah raga, seragam batik, buku pelajaran baru, buku tulis baru, pensil, penggaris, penghapus, bolpoin, alat-alat olah raga, alat peraga (rangka manusia), atlas, genset, wireless, dll. Aku sangat menikmati adanya fasilitas ini. Anak-anak pun semakin semangat karena memiliki sarana prasarana yang lebih lengkap di sekolah.
Bagaimana bisa begitu? Darimana semua itu? Begini ceritanya: Sekolah tempatku Mengajar, SD YPK SIBORU yang guru aktif-nya hanya 2 orang saja, baru saja mendapat bantuan dana hibah dari provinsi. Entahlah karena alasan apa SD-ku yang terpilih, tapi setahuku Jumlahnya cukup besar.
Dalam proposalnya dana itu diperuntukan renovasi rumah guru, tetapi karena ada konflik kepentingan maka dana itu dialokasikan untuk belanja perlengkapan siswa dan perlengkapan belajar.
Tentu saja haram bagiku melewatkan kesempatan ini. Kebetulan bapak kepala sekolah “buta” mengenai komputer sehingga memintaku utuk mengetik proposalnya. Langsung saja , kububuhkan semua barang yang menurutku diperlukan murid-muridku. Mulai dari seragam sekolah sampai mesin pemotong rumput (kasian melihat muridku yang tiap minggu mencabuti rumput & perdu berduri).
Semuanya kucatat dalam proposal itu, bahkan sempat kumasukan 7 item laptop yang tadinya kurencanakan untuk membangun lab komputer mini di SD YPK SIBORU. Yah, namun rencana tidak selalu berjalan mulus. Semua item yang kutulis dipangkas dalam segi kuantitas dan kualitasnya, maklumlah penyakit berjangkit zaman purba, katanya untuk “Uang Taxy”. Dari 7 laptop yang kutulis hanya 2 yang terlaksana (1 buah laptop dan 1 buah komputer). Aku sempat protes dan beradu argument dengan kepala sekolahku, sampai –sampai dia menghindariku dan tak mau bicara padaku.
Pada akhirnya aku mengalah, dengan sadar aku mengerti bahwa tidak semua dapat berjalan se-ekstrim yang kuinginkan. Bagaimanapun aku harus tetap menjaga hubungan baik dengannya karena program ini kan berjalan 4 tahun 4 bulan lagi. Lubuk hatiku pun sudah lompat kegirangan mendapatkan barang-barang itu. Tak mau aku terfokus pada sisa dana itu, lebih baik mengoptimalisasi barang-barang yang sudah dibeli sehingga bisa membawa manfaat sebesar-besarnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Nikamat rasanya melihat anak-anakku rapi dalam seram olahraga dan bangga memakai seragam batiknya. Nikmat rasanya melihat anak-anakku mendapat buku dan pensil baru (Tak lagi saling pinjam buku tulis dengan kakaknya yang di kelas lebih besar), nikmat rasanya melihat anakku bermain badminton (plus dengan net-nya) daripada hanya lari putar lapangan saja dan yang paling nikmat adalah melihat dua guru di sekolahku (Bpk Kapisa dan Bpk Kepala sekolah) belajar komputer.
Batinku sumringah ragaku pun penuh semangat. Terlebih saat ku dengar bapak kepala sekolah berkata “Ika, kalau begitu besok harus kirim orang yang ganti ika lagi, supaya katong bisa terus latihan barang-barang ini”
YEAY… akhirnya teknologi membuka matanya, dia tak lagi menolak kehadiran PM selanjutnya justru merasa membutuhkannya sebagai transfer ilmu dan informasi. Aku pun langsung mengangguk tanda setuju, sambil tak henti berbisik “Puji Tuhan”
Sudah 3 malam ini, kami bertiga (aku, pak kapisa dan bapak kepala sekolah) menghabiskan waktu hingga larut malam di kantor. Bapak kapisa berlatih menggunakan komputer, Pak kepala sekolah dengan laptop, dan aku dengan maximus (laptopku). Walau sedikit repot, karena harus bulak balik menuntun mereka mengoperasikan komputer, tapi aku senang sekali. Gembira disibukan oleh orang - orang yang ingin meningktkan kapasitas mereka.
Berharap kemampuan ini yang suatu hari nanti dapat dipergunakan untuk keperluan yang lebih baik bagi muridku, ditularkan kembali kepada orang lain dan membuat mereka lebih baik di masa mendatang, ada atau tanpa PM nantinya.
Dan akhirnya melihat sekolah ini sedikit demi sedikit membaik, bukan hanya fisiknya tapi juga para bocah yang bertumbuh bersama membuatku bersemu dan girang, layaknya menikmati daging durian yang manis dan lembut.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda