Belajar Tentang Hidup di Rote, Pulau Terselatan Indonesia

Ice Nopianti 28 Juli 2013

Belajar tentang hidup bisa dari dua sumber. Banyak orang bijak mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik, menurut mereka dengan melewati sebuah tantangan kita akan belajar lebih banyak dan detail. Bahkan ada hal-hal yang harus kita alami sendiri baru bisa kita pahami.

Tapi tak sedikit juga yang mengatakan bahwa kita tidak harus mengalami semua hal, kita cukup mendengarkan pengalaman orang lain. Dengan cara ini kita mendapatkan dua keuntungan sekaligus, mendapatkan pelajaran hidup dan bisa menghindari resiko jika kita berada di kondisi yang sama dengan si“orang tua” yang bercerita ini.

Saya sendiri sebenarnya suka hal yang simple, tidak perlu bersusah-susah untuk menyelesaikan masalah. Namun saya percaya ada hal yang tidak dapat diperhitungkan dengan logika saja. Seperti halnya saya memilih mengabdikan diri di daerah yang sulit di jangkau akses transportasi dan komunikasi.

Belajar dari pengalaman ketika saya masih duduk di bangku SD. Saya dan teman-teman menghabiskan waktu belajar kita di sekolah untuk bermain dan berolahraga. Karena memang tidak ada guru yang masuk ke kelas. Kami senang saja dapat bermain setiap hari. Paling kami hanya sedikit gugup ketika menghadapi ujian akhir karena memang kami tak tahu harus mengisi kertas jawaban dengan apa. Beruntungnya anak kampung itu dekat dengan laboratorium alam. Kami hanya perlu mencocokkan apa yang kami temukan di alam dengan rangkuman buku yang dipinjamkan guru menjelang ujian.

Saya baru menyadari kalau saya banyak tertinggal dari teman-teman yang ada di kota sejak saya melanjutkan studi di kota kecil Padangpanjang. Teman-teman saya sudah bisa introduce their self dengan bahasa inggris, saya baru akan belajar alphabet.

Dari pengalaman pribadi, saya menyadari betul betapa anak-anak di pelosok sana membutuhkan guru-guru yang berkualitas karena mereka mudah saja “dibodohi” oleh orang-orang asing karena tidak punya ilmu berhitung dan bahasa inggris. Seperti yang terjadi pada suku anak dalam di Jambi.

Kenapa menjadi guru pilihan saya karena guru itu digugu dan ditiru. Beberapa orang disekitar saya menentang pilihan saya mengabdi di  daerah “antah berantah” yang mungkin akan mengancam keselamatan saya. Tapi saya percaya dengan pendapat bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Saya ambil resiko terburuk untuk mendapatkan pelajaran hidup dari pengalaman.

Semua orang bebas memberikan masukan terhadap pilihan hidup yang kita pilih, tapi tetap kita yang menentukan sendiri jalan hidup kita. Karena kita manusia dianugerahi pikiran dan hati yang bisa membantu kita menimbang semua pilihan-pilihan hidup kita. selama berjalan di pilihan kita, mungkin kita bisa salah, terpeleset, lalu terguling ke jurang. Tidak penting seberapa kali kita jatuh, yang paling penting seberapa kuat daya juang kita  untuk mendaki tebing yang terjal itu. Semoga prinsip ini tidak luntur ketika saya sudah dipenempatan. Kerasnya hidup di Rote Ndao, kabupaten penempatan saya nanti pasti dapat saya hadapi dengan kerendahan hati untuk mau belajar dari masyarakat setempat. Aamiin

Paragraf-paragraf di atas adalah doa dan harapanku sebelum deployment. Ternyata doa dan harapan itulah yang menentukan kekuatan bertahan. Setiap kerikil kecil yang sedang aku hadapi sekarang aku tinggal refresh doa ini because it reminds me that  it’s not about me, it’s about them. Prase yang selalu didengungkan Bapak Anies Baswedan.


Cerita Lainnya

Lihat Semua