Wafatnya “Indonesia Raya” Versi Dangdut

Hilda Lu'lu'in Nanda Alfira Devi 28 Desember 2012

Sejak pertama kali kakiku menginjak bumi Uncak Kapuas, Allah telah menjodohkanku dengan kejutan-kejutan yang unik dan selalu membuatku menikmati setiap ‘hidangan nikmat” yang harus segera kuselesaikan. Salah satunya adalah dikelilingi anak-anak yang memiliki hobi yang sama denganku. Aku dibuat sangat terpukau oleh Rika, seorang anak yang memiliki timbre suara sangat khas. Tipe suara alto yang berat dan agak serak dengan cengkok dan fibrasi alami yang indah sungguh membuatku tak bosan-bosannya mengajaknya menyanyi. Atau Ela dan Popi yang memiliki suara bening luar biasa. Ada juga Dulhadi yang hampir setiap hari mengalunkan lagu-lagu baru kreasinya diiringi alat musik pukul dari meja dan tangannya.

Kegembiraanku mendengarkan suara mereka langsung lari terbirit-birit ketika anak-anakku lebih menyukai lagu dewasa atau dangdut koplo dengan lirik yang sangat tidak sesuai dengan usia mereka. Yah, memang hanya panggung dangdutlah hiburan semata wayang di desaku. Tak heran jika anak-anak lebih hafal lirik lagu dewasa dengan tema percintaan atau perselingkuhan daripada lagu anak-anak. Dan yang paling membuat aku geleng-geleng kepala, ketika tak banyak dari mereka yang hafal Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Di sepanjang jalan menuju sekolah sering kudengar anak-anakku mengalunkan lagu dangdut dengan indah. Senang sekaligus miris. Senang karena anak-anakku memiliki bakat menyanyi yang sungguh hebat dan miris oleh lirik-lirik lagu yang mereka nyanyikan. Tak mau kalah dengan penyanyi dangdut favorit anak-anakku, akupun bertekad untuk menjadi “Penyanyi Favorit” untuk mereka. Kudendangkan lagu-lagu anak-anak di sepanjang jalan saat aku berangkat sekolah bersama mereka.

Episode pertama kuawali dengan menceritakan fabel tentang Pak Beruang dan Bu Lebah sambil kuselipkan lagu “Sang Lebah Madu-Sherina”. Lagu dengan beat yang sangat cepat dan bersemangat membuat mereka terheran-heran  dengan syair yang kulantunkan. Melihat wajah penasaran mereka, akupun menawarkan “Mau hafal lagu Ibu?”. Serentak mereka menjawab, “Mau Buuuu!”. Segeralah kutuliskan syair lagu untuk mereka. Karena tingkat kesulitan intonasi dan artikulasinya cukup tinggi, alhasil dalam beberapa hari hanya beberapa anak yang terdengar menyanyikan lagu itu. Namun sudah mulai terlihat ketertarikan mereka untuk belajar lagu yang kunyanyikan. Ganti Strategiiiii.....

Episode kedua kucoba memperkenalkan lagu yang lebih sederhana. Kuputuskan untuk mengajarkan lagu milik saudara-saudaraku, para pengajar muda. Kuajarkan Lagu Maga-maga-nya Masdar Fahmi (PM-Fak-fak), Teko Kecil-nya Gilar Cahya (PM-Bima), Papa Tome Papa-nya PM 1 dan lagu-lagu Pramuka yang pernah kupelajari” dengan semua gerakan-gerakan eksotis yang mengiringinya tentunya. Selain itu aku mengganti lirik lagu-lagu dewasa favorit murid-muridku dengan materi-materi pelajaran. Alhasil  anak-anak dapat menghapal lagu-lagu tersebut sehingga menjadi Hits nomer 1 di Tangga lagu anak-anak Desa Teluk aur (plok..plok..plok...).

Episode Ketiga, Aku memutuskan untuk mengajari anak-anakku Lagu Kebangsaan Indonesia raya yang Benar. Bukan lagu Indonesia Raya yang bergenre dangdut, atau Lagu Indonesia Raya yang berubah lirik dan urutannya. Anak-anak kelas 3,4,5, dan 6 kujadikan satu di kelas 6. Mereka tampak terheran-heran ketika aku menyanyikan Lagu Indonesia yang nadanya jauh berbeda dengan Lagu Indonesia Raya dangdut versi mereka. Sungguh sangat sulit ketika harus mengubah kebiasaan lagu yang biasa mereka nyanyikan dengan nada lain, yah meskipun itu benar. Setelah berlatih hampir dua jam terdengar ada perbaikan nada yang mereka nyanyikan. Ada beberapa anak terdengar sudah tepat nadanya. Akhirnya kuputuskan untuk mengadakan lomba menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia raya. Salah satu dampak positifnya adalah, Tiga hari menjelang perlombaan tak henti-hentinya aku mendengar Lagu Kebangsaan Indonesia dilantunkan di sekolah dan di sepanjang jalan menuju sekolah.

Dari perlombaan menyanyi Lagu Indonesia Raya, terpilihlah tiga orang duta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Mereka adalah Ji’i, Ira, dan Dila. Ji’i, satu-satunya murid yang berhasil menyanyikan Lagu Indonesia Raya dengan benar (bukan Indonesia Raya Dangdut) kuberi kepercayaan untuk mengajarkan lagu Indonesia Raya pada teman-temannya. Yah, cara ini cukup berhasil menularkan virus Lagu Indonesia Raya pada beberapa anak. Ji’i berhasil menjadi Duta Lagu Indonesia Raya yang baik. Hal yang paling membahagiakan adalah ketika  beberapa anak meminta softcopy Lagu-lagu Wajib Nasional padaku untuk ditransfer ke handphone orang tua mereka. Semoga lagu-lagu Wajib Nasional dapat menggantikan lagu-lagu dewasa yang selama ini mereka nyanyikan. Meskipun hanya sedikit perubahan, itu lebih baik. :)


Cerita Lainnya

Lihat Semua