Raksasa di antara Si Mungil
Hety Apriliastuti Nurcahyarini 20 Februari 2012Kalau sekolah sedang sepi (sepi artinya tidak ada guru yang datang), saya sering ‘mampir’ ke kelas satu untuk mengintip apa yang sedang dilakukan oleh anak-anak itu. Melihat saya datang, biasanya mereka langsung tersipu malu, sambil berkata, “Bu Hety, Bu Hety... .“
Sekian bulan saya berada di Bawean, anak-anak itu masih saja menganggap saya tidak mengerti bahasa Bawean. Sejadi-jadinya saya geli sendiri. Bayangkan, ketika saya bertanya kepada salah satu di antara mereka, biasanya mereka langsung spontan menjawab pertanyaan saya dengan bahasa Bawean. Temannya yang lain pun langsung saling menyenggol siku dan berkata, “Ibunya tak ngerti,” dengan logat Bawean yang khas. Saya pun hanya tersenyum, merasa lucu. Andai anak-anak itu tahu kalau ibu gurunya sudah paham bahasa Bawean.
Bagi saya, anak-anak kelas satu itu istimewa. Mereka senang sekali ketika saya menggoreskan angka 100 di buku tulisnya. Duh, senangnya bukan main. Selain itu, mereka senang sekali ketika berhasil berdekatan dengan saya. Asal tahu saja ya, kursi dan meja guru di ruang kelas satu memang berukuran sama dengan yang dipakai oleh murid-muridnya, mini. Maka, ketika saya duduk di sana, biasanya mereka langsung mengerubungi saya. Saya dengan ukuran tubuh yang sedemikian rupa serasa menjadi raksasa di antara anak-anak kecil itu. Rasanya? Jangan ditanya. Merasa unik, lucu, seru, dan ada saja aliran ajaib yang pasti membuat saya bahagia dan bersyukur duduk di antara mereka. Ah, kelas satu!
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda