Atuk
Hety Apriliastuti Nurcahyarini 17 Februari 2012Di Bawean, saya mempunyai seorang atuk (kakek). Orangnya ramah dan sangat bersahaja. Rajin mengaji di langgar dan hapal semua dosa. Atuk adalah ayah dari ibu asuh saya disini. Setelah istrinya meninggal, Atuk memutuskan untuk menikah lagi. Dari pernikahan keduanya, atuk dikaruniai dua orang anak laki-laki. Yang satu duduk di kelas 1 SD dan yang satu lagi masih balita.
Jangan dibayangkan atuk saya sudah renta. Tidak. Atuk masih segar bugar. Atuk mungkin terlihat tua. Bukan tua karena dimakan usia, melainkan tua dimakan pekerjaan. Pekerjaan Atuk memang berat. Dulu atuk merantau ke Malaysia sebagai pekerja bangunan. Karena dokumen dan surat-surat tidak lengkap, atuk dipulangkan ke Indonesia. Dalam perjalanan pulang ke Bawean, atuk dihadang oleh beberapa orang tak dikenal. Barang-barang atuk pun habis tak bersisa.
Sampai di Bawean, atuk mulai membangun kembali hidupnya. Atuk mengerjakan sawah warisan. Atuk merawat ladangnya yang ditumbuhi beraneka ragam tumbuhan.
Ada cerita lucu pada bulan-bulan awal saya di Bawean. Saat itu saya mengatakan, saya sedang ingin minum air kelapa. Tak disangka-sangka, sore harinya, atuk datang ke rumah membawa 6 buah kelapa. Tak hanya itu saja, kadang atuk membawakan saya manggala (ketela), pisang, dan sebagainya, secara cuma-cuma. Sejak saat itu, bagi saya, atuk benar-benar seperti doraemon. Sawah ladang atuk adalah kantung ajaibnya.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda