Opera Kamar Mandi

Hety Apriliastuti Nurcahyarini 24 Februari 2012

Bertugas di daerah yang jauh dari hingar-bingar kota pastilah menjadi tantangan tersendiri. Tidak hanya berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tetapi satu tahun lamanya. Banyak pengalaman-pengalaman unik yang terjadi. Tinggal dengan sebuah keluarga angkat (hostfam) yang belum pernah kita kenal sebelumnya, kondisi lingkungan rumah yang berbeda, serta kebudayaan yang berbeda pula. Saya mengalami semuanya, sampai pada hal yang paling personal sekalipun, kamar mandi. Ya, keluarga angkat (hostfam) saya di sini tidak memiliki kamar mandi seperti rumah-rumah lainnya.

Pada malam pertama kedatangan saya saja, saya sudah ‘mencicipi’ tiga kamar mandi tetangga yang berbeda. Baru saya tahu di pagi harinya kalau rumah keluarga angkat (hostfam) saya tidak memiliki kamar mandi. Baiklah, berarti saya akan lebih cepat akrab dengan tetangga di sini karena akan selalu menumpang kamar mandi selama satu tahun. Ya ya ya, sepertinya akan menyenangkan, begitu pikir saya kala itu.

Karena pengalaman ‘berharga’ menjelajah kamar mandi tetangga itulah, saya tergoda untuk berbagi cerita. Benar juga tagline populer Indonesia Mengajar, ‘Setahun mengajar, seumur hidup menginspirasi’. Maka, bagi saya, opera kamar mandi ini memberikan motivasi tersendiri, ‘Setahun mengalami, seumur hidup menginsiprasi’. Tulisan ini buktinya.

Kamar Mandi Asas Pemilu: Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia

Bagi sebuah rumah, kamar mandi adalah hal sangat krusial, penting, dan personal. Sebegitu pentingnya, sampai-sampai kamar mandi dianggap dapat mencerminkan sifat si pemilik rumah. Pernah dengar kan anggapan ‘kamar mandi dapat mencerminkan sifat si pemilik rumah’. Ya, begitulah yang kebanyakan terjadi. Sayangnya, tidak di sini.

Di sini, tidak semua rumah memiliki kamar mandi. Beberapa rumah yang berkoloni menjadi satu kawasan lebih senang membuat kamar mandi bersama. Eits, tunggu dulu. Jangan dibayangkan kamar mandi ini adalah kamar mandi umum kebanyakan yang sudah berwujud bangunan dengan beberapa ruangan berisi bak mandi dan jamban. Bukan, bukan itu. Kamar mandi umum di sini adalah sebuah bak penampungan besar yang beratap rumbia dan tiada sekat satupun yang membatasinya, terbuka. Semua orang bisa mandi di sana sendirian atau bersama-sama dan kapan saja. Di atas bak, terdapat bambu panjang yang digantung di atap, tempat menjemur pakaian atau handuk saat mandi.

Kamar mandi umum ini cukup multifungsi. Selain mandi, orang-orang juga dapat mencuci. Sudah biasa bagi mereka, cibang-cibung mandi sambil merumpi. Cuci piring sambil bertanya kabar atau sekedar bercerita. Siapa sangka, perputaran berita paling kencang terjadi di kamar mandi umum ini. Kita bisa mengetahui kapan posyandu diadakan sampai gosip murahan hubungan asmara seseorang.

Kamar Mandi Kepercayaan (Trust Bathroom)

Sebenarnya, saya bingung juga menentukan sub-judul dari tulisan ini. Setelah saya baca berulang-ulang, tiba-tiba saya mendapatkan ide brilian untuk menyebutnya ‘kamar mandi kepercayaan’.

‘Kamar mandi kepercayaan’, begitulah namanya. Bukan tanpa alasan saya menyebutnya demikian. Istilah ini tiba-tiba ‘mampir’ dalam pikiran saya setelah saya berkali-kali menggunakan ‘kamar mandi kepercayaan’. Mengapa bisa disebut demikian? Ya, karena ada saja bentuk kepercayaan yang harus kita ‘berikan’ ketika menggunakan kamar mandi ini. Mulai dari pintu kamar mandi yang tidak bisa dikunci, pintu kamar mandi yang berlubang, menganga lebar tepat di lubang kuncinya, pintu kamar mandi yang berukuran mini, mirip kamar mandi kurcaci, kepala kita akan menyembul dan terlihat dari luar, sampai kamar mandi yang hanya menggunakan ‘terpal’ sebagai sekatnya.

Sungguh, benar-benar tak terbayang! Kesan pertama ketika menggunakan ‘kamar mandi kepercayaan’ adalah hati ini deg-degan tidak karuan. Bayangkan, bagaimana mungkin kita dapat melakukan ‘kegiatan yang amat sangat personal’ dengan kondisi kamar mandi yang demikian? Jujur, saya pun takut jika tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dari luar karena memang tidak bisa dikunci dari dalam. Apa jadinya?

Tapi tampaknya, seiring berjalannya waktu, si pemilik ‘kamar mandi kepercayaan’ pun paham. Si ‘pemilik kamar mandi kepercayaan’ memiliki kebijakan perkamarmandian yang membuat pemakai kamar mandi menjadi nyaman. Misalnya, bagi kamar mandi yang tidak bisa dikunci, kalau pintu tertutup berarti ada orang di dalam, kalau pintunya terbuka, berarti tidak ada yang memakai.

Ada kisah lucu yang saya alami. Saya pernah memakai kamar mandi tetangga yang pintunya sama sekali tidak bisa dikunci. Padahal jika dilihat, kondisi pintunya masih baik, hanya penguncinya saja yang rusak. Setiap memakai kamar mandi itu, saya harus membawa tali. Harapannya, saya dapat mengaitkannya dengan paku atau apalah, asal pintu kamar mandi bisa menutup. Rupanya si pemilik rumah tahu. Keesok harinya, saya kaget ketika melihat keberadaan kaitan pengunci terpasang manis di pintu. Si pemilik rumah hanya berkata, “Biar ibu tidak takut kalau mandi di sini.” Saya pun terkekeh.

Kamar Mandi Purnama

Di malam pertama saya datang, saya diantar mandi di sebuah rumah tetangga. Sambil mandi, saya berusaha mengidentifikasi keadaan kamar mandi. Tidak ada lampu, hanya ada obor kaleng sederhana. Kamar mandi berukuran 3 x 2 m ini hanya terdiri dari sebuah bak mandi besar. Saking besarnya, seperempat ruangan kamar mandi habis hanya untuk sebuah bak mandi. Tidak ada jamban di sana.

Di pojok kamar mandi, ada genset yang menderu. Bau minyak tanah menyengat memenuhi ruangan. Rupanya, itulah sumber listrik di rumah ini. Saya sempat berpikir untuk tak mandi. Apa gunanya mandi, jika badan saya tetap bau minyak tanah dan mata ini pedih sejadi-jadinya. Tapi segarnya air pegunungan di bak mandi terus menggoda saya untuk mandi.

Sedang asik-asiknya mandi, tiba-tiba, saya baru sadar. Rupanya, sedari tadi saya mandi, saya diintip bulan. Sungguh! Seumur hidup, baru kali ini saya mandi dalam ruang tertutup dikelilingi tembok tapi masih dapat menatap gelapnya langit malam dan tentu saja bulan! Ya, bulan. Begitu besar, bulat utuh. Purnama!

Bagaimana bisa saya tidak melihat si purnama? Di dinding kamar mandi ini terdapat lubang-lubang seperti ventilasi berukuran besar. Saya menyebutnya ventilasi raksasa. Malam yang gelap tampak menganga di lihat dari sana. Tapi menjadi indah karena bulan purnama, ya bulan purnama yang saya ‘tuduh’ mengintip saya mandi sedari tadi.

Belum genap satu tahun saya di sini tapi delapan bulan sudah mampu membuat saya bercerita tentang dunia kamar mandi. Jujur, ini seperti tantangan tersendiri bagi saya. Saya benar-benar keluar dari zona nyaman (comfort zone) saya selama ini. Dari kamar mandi, saya tidak hanya belajar mengantri, saya juga belajar kehidupan. Sisi lain kamar mandi yang selama ini saya abaikan.


Cerita Lainnya

Lihat Semua