Kunjungan Kenegaraan Ala Pengajar Muda

Hety Apriliastuti Nurcahyarini 13 Maret 2012

Jumat, 8 Juli 2011 adalah hari ini istimewa. Mengapa? Karena akhirnya, hari itu, saya bisa melakukan ‘kunjungan kenegaraan’ ke rumah Tidar di Serambah dan Putri di Tanah Rata. Hihi, cukup menggelikan memang jika dibayangkan. Setelah hampir tiga minggu menghabiskan hari-hari di Bawean, baru kali ini saya bisa berkunjung ke rumah sahabat-sahabat Bala Bawean*.

Lasti di Pajinggahan? Pernah. Wintang di Pulau Gili? Sudah. Tidar dan Putri baru kali ini. Icha? Masih dalam rencana. So, untuk melengkapi daftar ‘kunjungan kenegaraan’ saya, dengan penuh semangat ’45, saya pacu motor hasil pinjaman dari tetangga melewati jalanan berliku dari Panyalpangan menuju Tanah Rata dan Serambah.

Sebenarnya, jalanan menuju Tanah Rata dan Serambah tidak jauh berbeda dengan jalanan menuju dusun saya. Untuk mencapai dusun Putri dan Tidar pun juga tetap harus ‘ber-off road’ ria. Bagi saya, ini adalah tantangan. Sepanjang perjalanan, saya menghibur diri saya dengan berkata, ”Ini tetap Indonesia, Het, negara yang kamu cinta. Ini hanya wilayah yang belum kamu kenal lebih dekat seperti kamu mengenal Jawa. Ini wajah lain Indonesia. Bukan gedung bertingkat ala Jakarta, tapi pegunungan tua yang kokoh, bukan deretan tiang listrik nan cantik, tapi pepohonan yang tinggi menjulang, bukan aspal mulus sirkuit balapan, tapi jalanan batu berlubang, berdebu, dan kering-kerontang. Ya, wajah lain Indonesia.”

Empat Kali

Lagi-lagi saya ulangi, hari yang saya sebut sebagai hari ‘kunjungan kenegaraan’ ini sangat istimewa. Bagaimana tidak, selain melepas rindu dengan sahabat-sahabat seperjuangan, saya benar-benar menikmati keramahan penduduk Bawean di setiap sudut rumah. Setiap melintasi rumah warga, yang mereka katakan hanya, “Kanak, Bu, kanak, Bu!”. Yang artinya, ayo ke sini Bu, mampir.

Selain ramah dalam hal menjajakan rumahnya untuk disinggahi, penduduk Bawean juga ramah dalam hal menjamu tamunya. Mereka tidak segan-segan untuk mengeluarkan semua toples kue yang dipunya dari almari. Tak hanya kue-kue, kadang kita sebagai tamu, tak diizinkan pulang sebelum bersantap nasi, hasil masakan si tuan rumah. Mereka akan senang sekali jika kita, tamunya, dapat menghabiskan semua makanan yang disajikan. Luar biasa bukan?

Nah, itulah yang terjadi pada saya. Sesampai di rumah Putri di Tanah Rata, saya diminta untuk menikmati hidangan. Nyam, nyam, nyam. Oh ya, kebetulan, rumah kepala sekolah Tidar satu dusun dengan Putri. Sehingga, saya dan Putri memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya, sekedar bersilaturahmi. Apa yang  terjadi? Saya dan Putri diminta untuk menikmati hidangan. Nyam, nyam, nyam untuk yang kedua kalinya (note: ayo, bantu saya menghitung).

Bagaimana dengan yang ketiga? Nyam, nyam, nyam yang ketiga adalah jamuan di rumah Tidar di Serambah. Asal tahu saja ya, walaupun dusun Tanah Rata dan Serambah itu berbeda kecamatan, letaknya berdekatan. Kita hanya perlu menyusuri sawah ladang sekitar 1 km dari Tanah Rata. Maka, sampailah kita di dusun Serambah. Saya dan Putri hanya saling berpandangan penuh arti ketika menikmati kue dari satu toples ke toples lain di rumah Tidar.

“Eh, mau main ke rumah tertinggi di Serambah, enggak? Tadi ibunya nyuruh kita mampir,” kata Tidar pada saya dan Putri. Agak tidak enak hati pula jika menolak ajakan itu, mengingat si tuan rumah yang menghendaki kami semua singgah di rumahnya. Lagipula, siapa yang tidak mau melihat rumah yang letaknya di titik tertinggi di dusun Serambah? Atas nama ‘penasaran’ dan ‘pengalaman’, saya, Putri, dan Tidar akhirnya sampai di rumah itu. Sudah bisa ditebak, di sinilah nyam, nyam, nyam yang keempat. “Put..., “ saya berbisik lirih pada Putri. Putri pun hanya tersenyum. Dari senyum dan tatapan matanya, Putri seolah-olah menjawab, “Udah, Het, makan aja!”. Benar-benar! ‘Sungguh’ ramah penduduk Bawean, bukan?

Vani

Di hari istimewa ini, ada yang berhasil membuat saya jatuh cinta sejadi-jadinya. Siapa dia? Vani, namanya. Anaknya periang dan menggemaskan. Vani adalah keponakan dari ibu asuh Putri di Tanah Rata. Sehingga, tidak heran, berkat Putri, dalam waktu singkat, saya dan Vani langsung akrab.

Vani sangat suka menyanyi. Dia tidak malu-malu untuk menirukan gaya orang yang dilihatnya. Ketika diajari satu lagu saja, Vani langsung hapal. Sebuah lagu yang saya ajarkan adalah ‘Teko’. Vani langsung dengan mudah menyanyikannya berulang-ulang.

“Aku teko mungil yang lucu. Ini gagangku, ini corongku. Bila aku mendidih, aku menjerit. Auw! Angkatlah aku, tuangkan. Cuuur... .”

Yang membaca cerita saya ini, mungkin langsung menebak Vani sudah sekolah, ya kan? Salah besar! Vani belum masuk Sekolah Dasar. Usianya masih belum cukup. Tapi, hal itu tidak menghalangi Vani untuk bersekolah. Bayangkan, dengan usia sekecil itu, Vani suka sekali memakai baju SD tetangganya yang sudah tidak muat lagi. Berbekal baju SD itu, Vani pun dengan percaya diri ikut belajar di sekolah bersama anak-anak kelas 1. Unik bukan? Alasan Vani hanya satu. Di sekolah, dia bisa mempunyai banyak teman untuk bermain, sedangkan kalau di rumah saja, dia hanya bermain bersama bibinya.

Sampai cerita ini saya buat, cinta saya pada Vani tetap sama. Tidak terbayangkan, kalau besok penarikan dan harus berpisah dengan Vani. Sungguh sedih rasanya. Kata Putri, suatu hari ibu Vani menelpon (note: Ayah dan ibu Vani berada di Jakarta. Di Bawean, Vani diasuh oleh paman dan bibinya). Dengan bangga, di telepon, Vani bercerita bahwa sekarang dia sudah mempunyai banyak teman, ada Bu Putri, Bu Hety, Pak Tidar, dan lain-lain. Vani pun menyanyikan semua lagu yang diajarkan kepadanya. Di ujung telepon, ibu Vani sampai hampir menangis mendengarnya. Vani, oh Vani.  

 

*Bala Bawean: Sebutan Pengajar Muda yang mendapatkan penempatan di Pulau Bawean. Bagi kami berenam, nama ini sangat unik dan spesial. Ketika sms dan ditujukan untuk semua (forward/jarkom), kami selalu mengawalinya dengan ‘Bala-bala’.


Cerita Lainnya

Lihat Semua