Dunia Ini Lucu
Hety Apriliastuti Nurcahyarini 18 November 2011Dunia ini lucu, sungguh! Kita bisa melihat antara pelit dan tidak pelit dalam waktu yang bersamaan. Entah ketika di dunia bagian seberang, kita bertemu orang yang pelit, di dunia bagian lain kita bisa melihat orang yang super ramah alias tidak pelit.
Lagi-lagi saya ingin mengatakan bahwa dunia ini lucu. Ketika pengeksposan akan suatu kebaikan di media massa itu tabu, pengeksposan akan suatu sikap perilaku individu itu perlu juga. Maksudnya, kadang perlu juga melakukan sesuatu saat orang lain melihat kita. Inilah cerita saya.
Saya sering ‘terjebak’ dalam acara kumpul-kumpul suatu suku, di mana berarti saya hanya sendirian yang minoritas karena saya tidak berasal dari suku tersebut. Benar-benar sendirian tanpa kawan. Saya hanya bisa mengumbar senyum malu-malu kucing kepada orang-orang. Walaupun sedikit-sedikit, sebenarnya saya pun paham bahasa mereka.
Dalam saat-saat seperti itu, yang menjadi penyambung lidah kami alias bahasa universal adalah makanan (masih ingat kan cerita blog saya sebelumnya, mengenai makanan adalah bahasa universal?). Orang tidak henti-hentinya menawarkan makanan kepada saya. Karena hanya itu yang bisa dilakukan. Jika tidak mengambil, mereka langsung berkomentar dengan bahasanya, yang kurang lebih saya artikan, “Dia tidak doyan ya?”. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah saya sudah mengambil kue-kue itu berkali-kali, tetapi mereka tidak melihat karena terlalu sibuk bercakap-cakap. Serba salah kan? Saya menjaga, jangan sampai image yang beredar adalah saya tidak menghargai si empunya rumah karena saya tidak mau makan. Di sisi lain, perut saya sudah memberikan sinyal kekenyangan.
Lagi-lagi, dunia ini lucu ya? Di saat saya terjebak dalam kondisi disuruh menikmati hidangan dengan perut kenyang, di luar sana masih banyak orang tamak yang enggak berbagi. Mungkin juga, di dunia bagian seberang, ada orang yang sedang kelaparan atau mungkin koruptor yang sedang mengais-ais uang rakyat tanpa ampun.
Yang hanya dapat saya lakukan atas momen-momen ‘terjebak’ itu adalah bersyukur. Saya bersyukur atas semua kelucuan yang terjadi di dunia ini. Kelucuan yang sepele, tetapi sarat makna. Semoga kita, manusia, dapat mengambil hikmah di dalamnya, semoga.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda