Mutiara dari Kalama

Hendy 23 Agustus 2012

Orang tidak akan menyangka dalam kerang yang tampak sangat biasa terkandung mutiara indah luar biasa. Saya tidak akan menyangka, gadis cilik biasa dengan keterbatasan fisiknya mengandung ‘mutiara’ indah luar biasa dalam dirinya. Feronika Kaudis dengan umur 7 tahun kelas II di SDN Kalama orangnya!

Fero (demikian ia dipanggil) terlahir tidak dengan fisik manusia pada umumnya. Bibir sampai langit-langit mulutnya terbelah dua. Kondisi fisiknya berpengaruh pada kemampuan berbicaranya sehingga lafalnya berbicara kurang jelas. Pada awalnya, saya sulit sekali memahami ucapannya.

“Jangan menghakimi sebuah buku dari sampulnya.” Ungkapan ini tepat sekali menggambarkan pengalaman saya padanya. Walaupun dirinya tampak penuh keterbatasan, perlahan saya menemukan, “harta karun” dalam diri Fero. Sekarang, saya memastikan Feronika Kaudis memang penuh karunia. Ya, Fero bagai sebuah bintang di langit yang gelap. Ia bersinar di dalam gelap yang melingkupi hidupnya seperti kondisi ekonomi lemah, kondisi keluarga dan fisik yang tidak sempurna, dan kekurangan lainnya. Fero bersinar terang!

Lihat sikap Fero! Luar biasa! Apabila Anda membandingkannya dengan anak-anak seusianya yang lain di tempat yang sama, jangan ragu memberinya juara utam dalam kategori sikap. Ia anak yang lahir di luar nikah. Laki-laki pemabuk yang menjadi ayah kandungnya tidak jelas keberadaannya kini. Ibunya sudah menikah lagi dan tinggal di luar pulau. Penghasilan Opanya tidak selalu ada. Opanya mengurusi sebuah kebun kecil di badan bukit. Apabila panen belum tiba, makanan di rumah hanya asal dapat menganjal perut saja. Jadi Opanya sering pergi mengail ikan sampai larut malam apabila tidak ada yang bisa dimasak.

Dengan kondisi keluarga seperti itu, Fero tampak sangat memahami harga sebuah keluarga. Walaupun tinggal dengan Oma dan Opanya, Fero menunjukkan sikap yang sangat baik, sopan, dan penurut. “Fero sangat mendengarkan kami. Kalau kami bilang tidak, ia menurut. Begitu kami panggil, ia langsung datang. Kami suruh makan, ia makan. Kami suruh mandi, ia mandi. Tidak perlu susah-susah.” Begitulah kesaksian Omanya tentang diri Fero.

Satu hal lagi, saya belum pernah mendengar kata-kata makian keluar dari mulut Fero. Saya yakin, Fero sangat bersyukur sekali dengan anugerah berbicara dari Khalik berikan  dengan keterbatasan pada organ bicaranya hingga lingkungan yang penuh dengan kebiasaan memaki tidak berhasil mempengaruhinya. Selama saya mengenalnya, Fero sudah memamerkan harta terbesar pada manusia yaitu Akhlak yang sangat baik.

Hati dan Ketekunan Fero

Suatu hari, saya sedang mengajak Fero untuk berjalan-jalan.

“Fero, apa cita-citamu?” Saya memulai percakapan.

“Dokter, Engku,” jawabnya yakin.

 “Kenapa ingin jadi dokter?” Tanyaku lagi.

 “Emm, supaya kita bisa nyembuhin orang Engku.” timpalnya kemudian

“Kenapa mau sembuhkan orang?” Saya semakin gencar bertanya.

“Kan kita bisa menolong orang yang ingin sembuh Engku!” Kali ini Fero menjawab dengan cepat.

“Kenapa mau menolong orang lain supaya ingin sembuh?” tanyaku semakin penasaran.

Fero diam sejenak.

“Soalnya Fero sudah tahu rasa sedih karena ingin sembuh. Jadi Fero ngak ingin orang lain sedih lagi.” Jawabnya kemudian.

Saya berganti terdiam. Suara saya seperti tertahan. Saya tidak mampu bertanya lagi saat itu. Bisa saja akibat saya bersusah payah menahan air mata kala itu. Saya ingat sekali, sebuah doa penuh harapan saya panjatkan kepada Sang Khalik, “Oh Tuhan, tolong bukakan hati orang baik untuk dapat menolong menyembuhkan Fero yang memiliki hati begitu baik.”

Dalam mengejar cita-citanya menjadi dokter, Fero sangat tekun belajar. Ketekunan dan otak yang pintar menjadi harta Fero selanjutnya. “Seharusnya Fero itu bisa dapat juara 1. Tapi Fero kalau bicara kurang jelas. Kita ngak mengerti apa yang dibilang. Makanya dia dikasih juara 2.” Jelas Encik Harikedua guru kelas Fero di kelas I.

Ia memang sangat tekun membaca, menulis, dan belajar. Bayangkan saja, Fero hapal perkalian sebelum naik kelas II! Bandingkan dengan kondisi anak-anak di pulau yang saya bahkan harus menahan nafas melihat ada anak kelas VI yang belum hapal perkalian.

“Fero rajin sekali belajar. Begitu Fero sampai di rumah, dia langsung buka dan baca pelajaran di sekolah. Baru cerita ke kita tentang sekolahnya lagi. Baru dia suka tulis perkalian 1-10 di kertas dan kasih tunjuk ke kita.” Jelas Omanya panjang lebar.

Saya perlu jelaskan bahwa ini adalah fenomena yang sangat langka di pulau Kalama. Anak-anak tidak terbiasa belajar di luar sekolah. “Kalau Fero tidak rajin belajar, Fero ngak bisa jadi dokter Engku.” Fero benar menghayati cita-citanya hingga belajar

 

Fero Juga Manusia

Oya, saya pernah mengalami hal aneh dengan Fero. Di suatu hari, Fero tiba-tiba menghindar dari saya. Setiap bertemu, Fero selalu lari sambil menutupi mulut dan bersembunyi. Kejadian ini berlangsung sampai satu minggu lamanya. Suatu hari, saya mendatangi dia dan menahannya yang ingin segera kabur. Saya memulai penyelidikan,

“Fero panggil kita apa?” tanyaku mengawali.

“Engku,” jawabnya cepat.

“Artinya Engku apa?” tanyaku lagi.

“Pak Guru,”

“Jadi kita ini guru ya bagi Fero?”

“Iya Engku”

“Lalu sikap Fero dengan guru bagaimana seharusnya?”

“Maaf Engku”

“Nah, sekarang Engku mau tanya, kenapa Fero seperti ini dengan Engku?”

“Fero malu Engku. Wajah Ferokan tidak seperti yang lain. Wajah Fero aneh Engku. Tapi walaupun wajah Fero seperti ini, Ferokan juga manusia seperti yang lain.”

Saya sangat berusaha menahan titik air di mata agar tidak tumpah. Banyak kata yang terlintas di pikiran saya, namun tidak ada yang berhasil saya keluarkan. Saya hanya memeluk dia. Lama sekali rasanya. Saya benar-benar merasa tidak berdaya dengannya. Sambil memeluknya, saya terus berucap doa. Kiranya Tuhan memiliki rencana indah dalam hidupnya. Amin!

Kalama, 10 Agustus 2012

Engku Hendy (Pak Guru Hendy)


Cerita Lainnya

Lihat Semua