Tidak Semudah Itu (2)
Hendra Aripin 31 Juli 2011
Anak-anakku masih saja ada yang tidak lanjut. Selain Hirma, mereka adalah Rusdi, rangking 3. Cerdas. Berhitungnya cepat, hafalannya kuat. Memang agak sedikit suka melawan. Tapi itu mungkin karena semua orang menolak mengerti dirinya. Rugaya, semangat sekolahnya luar biasa. Cita-citanya jadi artis. Ratna, pendiam, tapi dia selalu tahu cara menjaga perasaan teman-temannya. Dia jarang sekolah, tapi itu karena dia mesti membersihkan rumah, memasak, dan menjaga adiknya. Sarmila, paling rajin mungkin. Bahkan walaupun ia tidak diberi kesempatan ayahnya untuk lanjut, ia masih sering ke sekolah. Nilai-nilainya semester 2 sangat membaik. Rajin itu berbuah kepandaian. Arfandi. Eksentrik, diam, selalu menggambar. Tidak cemerlang di mata pelajaran matematika dan ipa, tapi dialah rajanya kreativitas. Menggambar, membuat topeng, memahat. Itulah dirinya. Terakhir adalah Andi, saudara Ratna. Pahe kalau kata orang-orang desa (pahe artinya pengganggu). Ada yang bilang dia bodoh dan suka melawan. Tidak. Dia adalah anak yang paling antusias kalau disuruh membaca puisi atau berpidato. Deklamasi puisinya lantang, penuh nada, dan terkadang disertai gerakan yang eksplosif. Mereka harusnya lanjut. Mereka HARUS LANJUT. Bukan karena SMP itu pasti solusi, tapi karena sekolah itu membuka peluang. Bisa lewat penemuan jati diri, pergaulan, atau inspirasi lingkungan baru.
Aku meminta bantuan kepala sekolahku. Beliau sudah senior dan walaupun baru menjabat secara resmi Februari lalu, cukup dihormati masyarakat. Yang paling penting, bahasa Galelanya bagus. Sama dengan bahasa daerah orang tua anak-anakku. Aku masih belum menguasai bahasa ini karena bahasa ini jarang dipakai di desa. Mereka lebih senang memakai bahasa pasar. Maklum, desa Belang-Belang tidak hanya terdiri dari orang-orang Tobelo Galela. Ada juga suku Makian, Bajo, Ternate, Bacan, dan juga Bugis. Bahasa daerahnya berbeda dan karenanya mereka menggunakan bahasa pasar. Bahasa gabungan bahasa Indonesia dan bahasa daerah mereka yang mirip.
Sesudah Maghrib, sesaat sebelum timnas Indonesia bertempur dengan Turkmenistan. Aku dan Pak Kadir menyiapkan diri untuk berkeliling ke tiap anak yang tidak lanjut. Kunjungan pertama ke Rusdi. Singkat. Aku kaget. Pak Salamat, ayahnya Rusdi, langsung menyatakan kesediaannya untuk menyekolahkan anaknya. Dia bilang dia merasa tertampar dengan kegiatan babaca beberapa waktu lalu. Alhamdulillah. Masalahnya adalah biaya. Pak Salamat tadinya berencana ingin menyekolahkan anaknya tahun depan. Kepala sekolah dan aku menentang hal ini. Nanti anaknya akan kehilangan semangat. Masalah biaya ini Alhamdulillah tercover oleh biaya cadangan yang kudapatkan dari kunjungan UNAIR dan teman-temanku sebelumnya. Arfandi ternyata akan dibawa ayahnya ke Galela 3 hari lagi untuk smp di sana. Sarmila, tadinya ayahnya tidak ingin dia lanjut. Istrinya sudah meninggal dan Sarmilalah yang memasak, menyapu, mencuci, dan mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga lainnya. Kepala Sekolahku berbicara dengan bahasa Galela yang intinya, “Ngoni mesti berkorban sedikit. Ngoni pe anak mau sekolah, tapi ngoni tara mau.” Pak Saleh luluh dan mengizinkan anaknya lanjut. Sarmila masuk SMP yang gratis di Labuha dan akan tinggal bersama saudaranya. Hanya masalah seragam dan itu bisa dicover juga oleh biaya cadangan tadi. Rugaya juga mirip, bedanya, orang tuanya khawatir dengan Rugaya yang dianggap tidak bisa menjaga diri. Tapi akhirnya, Ibu Ahmad juga mengizinkan putrinya lanjut ke SMP yang sama dengan Sarmila. Andi dan Ratna akan lanjut di SMP Bajo. Setelah Ramadhan. Pak Damra menabung dulu sebelumnya. Tinggal Hirma. Secara mengejutkan, Hirma sudah mendaftar. Sehari sebelum sekolah dimulai, ia pulang! Neneknya sakit karena kangen dengan Hirma. Hirma memilih untuk berbakti. Jujur aku masih bingung harus melakukan apa. Yang penting, aku masih tidak akan berhenti. Aku belum tahu mesti apa. Tapi saat ini, aku mencoba bersyukur karena Alhamdulillah, 5 dari 6 anakku masih mendapat kesempatan. Akan ada jalan, insyaAllah.
“Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan.”- QS Al Insyirah 5-6
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda