and they loved maths

Hendra Aripin 18 Februari 2011
Terima kasih kepada Mbah Google dan Bu Medi (Gramedia) , aku menemukan beberapa metode praktis untuk mengerjakan matematika. Mulai dari Metode Jarimatika Ibu Septi Peni Wulandani, metode Napier’s Bones, dan beberapa metode praktis lain yang aku tidak tahu namanya. Sebenarnya, salah satu cara terbaik untuk mengajar matematika adalah dengan mengonstruksi pemahaman siswa. Aku memang mencoba sedikit membangun pemahaman mereka, but the clock is ticking. Paling tidak, mereka sudah bisa mulai melakukan penjumlahan dan perkalian praktis. Untuk masalah pembagian dan pengurangan, masih sedikit berantakan. (anehnya, mereka lebih menguasai perhitungan akar bilangan ketimbang pembagian). Matematika adalah pelajaran menghafal angka. Pemahaman kalau perkalian adalah penjumlahan berulang dan pembagian adalah pengurangan berulang merupakan hal yang asing bagi mereka. Lebih parah, pengurangan sebagai kebalikan dari perkalian masih sering kali mereka lupakan. Dan, hal ini tidak hanya terjadi di kelas 3 dan 4. Hal ini terjadi di kelas 5 dan 6 juga. Semuanya diawali pada pelajaran matematika pertama di kelas 6. Memberikan pemahaman matematis merupakan hal yang sulit mengingat kebiasaan yang telah dipupuk di dalam diri mereka sejak awal. Apalagi, anak-anak ini tidak begitu bersimpati terhadap pelajaran matematika. Karenanya, aku memutuskan untuk coba menggunakan referensi matematika praktis yang kudapat sebelumnya. Lewat presentasi singkat, dengan metode Napier’s Bones, aku menunjukkan betapa praktisnya pengerjaan perkalian dua digit dikali dua digit. Mereka takjub. Tapi masalah timbul, mereka ternyata belum menguasai perkalian satu digit. Di sinilah Ibu Septi memberi pertolongan. Tentu saja, aku memberikan pemahaman penjumlahan terlebih dahulu lewat contoh-contoh kehidupan nyata. Hasilnya mulai muncul di semester 2 ini. Mereka mulai sangat terbiasa mengerjakan perkalian dan pembagian. Belum ahli memang, tapi jauh lebih baik. Aku juga sudah memperkenalkan konsep akar dan mengajarkan mereka memprediksi hasil secara akurat dan menceknya melalui perkalian singkat. Sebentar lagi adalah saat yang tepat untuk memperkenalkan bangun datar dan bangun ruang. Mereka mulai menyukai pelajaran matematika. Sekarang, akan lebih mudah mengajarkan hal-hal lain tentang matematika kepada mereka. Masalahnya, sekarang ketika sedang belajar IPS, PKN, atau Bahasa Indonesia (they loved science too), mereka merengek memintaku mengajarkan matematika. Bahkan ketika les untuk persiapan UASBN mereka, mereka selalu minta soal matematika. Beberapa hari lalu, di suatu sore, ketika aku sedang menulis jurnalku, 1 orang anak kelas 6 yang tidak banyak menonjolkan dirinya di kelas dan sering kali sedikit tertinggal dalam pelajaran matematika, datang padaku “Pak Guru Hendra, boleh minta les? Kasi kita soal, nanti kita biking,” kata Julhar. J. Dia mengulangi itu di hari ekskul kami (Sabtu) dan hari Minggu lagi. Tentu saja aku menyukai semangat belajarnya. Sampai satu hari, dia sudah pulang sekolah. Sekarang giliran shift 2, anak-anak kelas 4. Anak ini, namanya Julhar, datang lagi ketika aku sedang mengajar matematika di depan kelas. Dekat pintu kelas, ia berkata “Pak, boleh kasih soal?” Well, he loved maths so much..too much maybe.

Cerita Lainnya

Lihat Semua