info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

kak,kapan mengajar di kelas saya lagi? (jurnal 6)

Hasan Asyari 2 November 2010
Kak, Kapan Mengajar di Kelas Saya lagi? JURNAL MINGGU KE-6 Oleh: M. Hasan Asy’ari “Kak, kapan mengajar di kelas saya lagi?”Itulah sepenggal kalimat yang membuat saya merindukan anak-anak, siswa dan siswi SDN Cikereteg 2 Bogor. Melihat senyum, tawa, canda, dan teriakan  mereka adalah salah satu kebahagiaan saya. Walaupun sedang jenuh, bosan, dan kepala pusing, tapi kalau sudah bermain dan belajar di kelas bersama anak-anak semua kejenuhan, kebosanan, dan kepenatan itu terasa “hilang” seketika. Pekan ini saya menyebutnya “teaching week” karena setiap pengajar muda selama satu minggu harus praktik mengajar alias PPM (Pengalaman Praktik Mengajar) di beberapa sekolah dasar di sekitar asrama Modern Training Center (MTC) Ciawi, Bogor. Syuu..ut!nanti akan saya ceritakan  bagaimana saya berinteraksi, bermain, dan belajar bersama anak-anak, mau kan? Sabar ya... Tak terasa detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, dan pekan demi pekan sudah kita  lewati “kawah candradimuka” selama 6 pekan di Modern Training Center (MTC) Ciawi, Bogor. Itu artinya lebih kurang tinggal 1 pekan lagi pengajar muda akan  di-deploy ke daerah masing-masing, Bengkalis, Tulang Bawang Barat, Paser, Majene, dan Halmahera Selatan. Suka dan duka, tertawa, menangis, dan lelah bersama-sama pengajar muda menjadi santapan sehari-hari kami, bahkan kami tidak peduli lagi dengan waktu istirahat dan jam ‘bersenang-senang’ yang terus berkurang. Sejujurnya jantung dan hati ini berdebar lebih kencang karena ekspektasi yang begitu besar dari Indonesia Mengajar, adik-adik kami, dan masyarakat yang peduli terhadap dunia pendidikan negeri ini, yang jadi pertanyaan adalah: “apakah kami mampu mewujudkan ekspektasi mereka”. Saya bertanya seperti itu bukan tanpa alasan, karena semua fakta di lapangan begitu gamblang, mereka yang berada di pelosok memerlukan ‘tangan’ dan ‘hati’ kita, sudah saatnya kita berbuat sesuatu, walaupun langkah ini tidak besar. Ok! Sebelum bercerita panjang lebar mengenai deploy dan ekspektasi, tadi saya sudah berjanji untuk bercerita mengenai pengalaman pertama “first” mengajar, belajar, dan bermain bersama anak-anak di kelas. Terus terang mendengar nama PPM alias Pengalaman Praktik Mengajar hati saya udah langsung jiper, maklum basic competence saya bukan ilmu pendidikan dan keguruan, tapi jurusan Biologi ilmu sains murni (pure sciences). Jelas belum punya pengalaman mengajar profesional di kelas formal, mungkin pengalaman mengajar saya hanya di kelas bimbingan belajar dan privat selama lebih kurang 3 tahun, dengan jumlah siswa berkisar 1 hingga 10 orang, jadi lebih mudah dikontrol. Tapi coba  bayangkan, saya dan teman-teman pengajar muda harus mengajar di depan kelas formal dengan jumlah siswa rata-rata 40 orang bahkan ada kelas yang digabung menjadi 84 orang siswa, u..uh luar biasa! Ditambah kami pengajar muda hanya dibekali “jurus jitu” mengajar selama training kurang lebih 30 hari, ya mungkin hanya itu  skill mengajar yang kami miliki dan kami andalkan. Kekhawatiran, ketakutan, dan kebingungan ketika akan mengajar di depan kelas ternyata tidak hanya saya yang merasakan, tapi hampir sebagian besar teman-teman pengajar muda merasakan hal yang sama, inilah yang disebut “pejuang senasib dan sepenanggungan”. Setiap pengajar muda secara berkelompok terdiri dari 5 sampai 6 orang melakukan PPM di beberapa sekolah sekitar asrama MTC, ada SDN Pancawati 1, SDN Pancawati 2, SDN Cikereteg 1, SDN Cikereteg 2, SDN Cikereteg 3, MI Sirojul Wildan, MI Roudhatul Wildan, SDN Cipare, MI Al-Ajiah. Saya bersama teman-teman pengajar muda terdiri atas Riza, Asti, Selfi, dan Yuni kebagian praktik mengajar di SDN Cikereteg 2. Sebelum mengajar, 4 hari sebelumnya  kami pengajar muda bersama guru-guru sekolah membuat kesepakatan mengenai jawdal, kelas, dan mata pelajaran yang akan diajarkan. Entah Cuma perasaan saya aja, ketika pertama ke SDN Cikereteg 2, suasananya kurang nyaman dan tidak menyenangkan, karena guru-guru di sana terkesan tertutup dan “ga welcome”, buktinya ketika kami meminta para guru untuk berkumpul dan bermusyawarah mengenai PPM dalam penentuan jadwal, kelas, dan mata pelajaran terasa sangat sulit, bahkan kurang memberikan respon baik, walaupun tidak semua, ya ada 2-3 orang guru yang cukup welcome. Ya sudahlah...kalo kata “Bondan dan Fade 2 Black”, untungnya siswa-siswinya sangat aktif dan menyenangkan, sehingga ke-bete-an itu tertutupi, dan saya bersama teman-teman tetap harus fokus menjalankan PPM. Hari pertama mengajar bagi saya sama dengan “hari-hari mendebarkan”. Awalnya saya bingung, apa yang harus pertama kali kami lakukan di sekolah. Saat itu ada perasaan takut, khawatir, cemas, ga pede, resah, dan gelisah pokoknya semua perasaan negatif bercampur aduk jadi satu. Dan entah kenapa saya merasa memiliki “beban” besar di pundak saat akan mengajar di depan kelas. Dalam benak saya berpikir bagaimana kalau cara mengajar saya lebih buruk tidak sesuai dengan yang diharapkan, atau materi ajarnya tidak tersampaikan dengan baik, atau value dan message-nya sulit dipahami oleh siswa, atau semua siswa merasa bosan dan jenuh, atau tiba-tiba ada siswa menjerit dan menangis karena melihat “guru asing”, u..uh pikiran-pikiran buruk itu tiba-tiba saja muncul saat akan berangkat dari MTC. Tapi tahukah kawan? ternyata semua itu hanya kekhawatiran dan imajinasi belaka, berbagai ketakutan itu ternyata tidak terbukti, bahkan terjadi sebaliknya. Coba bayangkan ketika saya dan teman-teman turun dari ojek motor di depan sekolah, hampir semua anak-anak menyambut kami dengan ceria, antusias, dan penuh semangat, bukan berarti kami gila hormat. Mereka menyalami kami hingga berebutan, bahkan ada yang beberapa pertanyaan dari anak-anak: “kakak dari mana?”, “kakak guru baru ya?”, “asyik ada  guru baru!” wah suasana penyambutan luar biasa di luar dugaan, semua terasa indah dan menyenangkan, terima kasih adik-adikku yang manis atas sambutan yang hangat ini, kakak tidak akan pernah melupakan moment indah ini. Awalnya saya ga pede dan takut mengajar di depan kelas, karena umumnya usia anak-anak SD adalah usia senang bermain, manja, rewel, dan susah diatur, tapi hipotesis itu tidak selamanya benar, buktinya selama praktik mengajar di kelas 5, 4, 3, dan 2 hampir semuanya menyenangkan. Di dalam kelas saya bersama anak-anak bermain, belajar, bernyanyi, dan tertawa lepas menikmati semua ini, semuanya enjoy! Ada superman wuuz!, viking wuuz!, tarzan wuuz!, ipin dan upin wuuz!, ada anak soleh wuuz! dan lain-lain. Suasana belajar tampak hidup, semangat, antusias, ceria, terbebas dari beban dan tekanan, dan semua siswa bebas berekspresi sesuai dengan koridor. Jika proses pendidikan di negeri ini menjunjung tinggi kecerdasan tiap individu dengan nuansa kreatif dan menyenangkan, OPTIMISME KEMAJUAN BANGSA akan segera terwujud. Wah hari Sabtu (30/10) menjadi hari yang INDAH bagi kami pengajar muda, karena hari ini adalah hari terakhir PPM, dan beberapa sekolah melakukan perpisahan. Kami tidak menyangka, pertemuan selama 3 hari di SDN Cikereteg 2, dan 1 hari di SDN Pancawati 1 dan 2 berada di depan kelas dengan beragam metode belajar dan bermain, sungguh membekas di hati adik-adik kami, terbukti saat penutupan acara dengan pemutaran film dan anak kelas 6 bernyanyi bersama, mereka begitu terharu dan menangis, kami pun ikut hanyut dalam keharuan dan kebahagiaan. Hari itu  benar-benar SO SWEET....! walau terasa lelah, semua itu seolah terbayarkan Saat menulis jurnal ini, tiba-tiba tak terasa  air mata menetes, karena kami ingin melihat senyum manis adik-adik kami di sana. Harapan kami hanya SATU, yaitu ingin menjadi bagian sebuah solusi bangsa ini, TIDAK LEBIH!. Walau kami harus berkorban waktu, tenaga, pikiran, materi, meninggalkan keluarga selama setahun, bahkan mengurangi “masa jahiliyah” kami, semua kami lakukan hanya untuk bangsa ini, dan mencari ridho-Nya. Hidup memang sebuah pilihan, “hom.. pim.. pah...matiku, hom..pim..pah...hidupku...” tidak ada yang kebetulan, Allah Sang Maha Kuasa, telah mengatur semua ini.  Menjadi bagian dari Indonesia Mengajar sebagai Pengajar Muda adalah PILIHAN kami, walau sebenarnya banyak pilihan yang lebih baik di luar sana. Saya sangat bersyukur atas anugerah menjadi “sang guru”, sebuah inspirasi dari sebait lirik lagu: ”guruku tersayang...guruku tercinta...tanpamu apa jadinya aku...tak bisa baca tulis...mengerti banyak hal...guruku terima kasihku...”. Melalui jalur pendidikan saya sangat optimis, harapan itu masih ada, yaitu menjadikan Indonesia LEBIH BAIK dan berMARTABAT. Saya merindukan anak-anak...senyum, tawa, canda, dan keceriaan mereka, semoga mereka mampu meraih mimpi-mimpimya!amin.

Cerita Lainnya

Lihat Semua