info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Hall Of Fame Pendidikan

Hanif Azhar 17 Oktober 2014

Jika buku adalah jendela dunia, maka membaca adalah kuncinya!

            Itulah salah satu nilai yang saya pegang sejak dulu. Membaca, membaca, dan membaca. Pengetahuan akan kita dapatkan dengan membaca. Saking sukanya dengan membaca, perpustakaan kampus pun menjadi basecamp saya ketika masih kuliah.

Basecampbukan berarti hanya tempat untuk membaca lho. Lebih dari itu, basecamp bisa jadi tempat untuk berkumpul, berdiskusi, beristirahat, atau hanya sekedar update anime dan membaca manga online. Pokoknya perpustakaan menjadi rumah ketiga setelah kampus dan masjid deh. Apalagi kantor redaksi humas kampus tempat saya bekerja paruh waktu ada di puncak gedung perpustakaan. Pas banget! Bermalam di perpustakaan pun sudah menjadi kebiasaan. Berasa rumah sendiri deh, sudah kerasan.

Nah, nilai-nilai inilah yang ingin saya tanamkan kepada anak-anak didik saya di SD Negeri 10 Rambang kelas jauh, Talang Airguci, Desa Sugihan, Kecamatan Rambang, Muara Enim, Sumatera Selatan. Memaknai pentingnya membaca. Menikmati perpustakaan menjadi rumah ketiga mereka setelah sekolah dan rumah orang tua mereka tentunya.

Hampir empat tahun tempat ini kedatangan Pengajar Muda (PM), Indonesia Mengajar. Banyak upaya untuk menumbuhkan minat baca anak-anak talang. Puluhan, bahkan ratusan buku berdatangan tiap tahunnya. Mulai dari buku pelajaran, ilmu pengetahuan, sampai novel, semua ada, berlimpah. Berbagai macam kegiatan bersama relawan dilakukan, termasuk dengan Penyala Palembang (Baca tulisan saya : Relawan, Rela Punya Banyak Kawan). Sekali lagi, untuk menumbuhkan minat baca anak-anak talang.

Saya beruntung, menjadi PM keempat sudah dapat merasakan akumulasi hasil dari kerja keras kakak-kakak saya. Mulai dari jaman Dimas Sandya (PM 2, 2011/2012), Trisa Melati (PM 4, 2012/2013), sampai Nurul Adhim (PM 6, 2013/2014). Secara kualitas, minat baca dan kemampuan membaca anak-anak talang Airguci sudah sangat bagus. Secara kuantitas, peminat baca juga sangat meningkat drastis. Setiap sore dan malam hari, anak-anak ini berdatangan ke rumah saya hanya untuk sekedar membaca. Bergantian. Tak ada habisnya. Sehari bisa jadi lebih dari 25 anak berdatangan silih berganti.

Oia, perpustakaan di sini sangat sederhana. Berbeda dengan perpustakaan di kota. Semua buku ada. Cukup mengetik judul dan penulis di search engine, sudah dapat mengetahui berbagai macam infonya. Di talang Airguci, buku-buku disimpan di rumah hostfam PM. Jangankan perpustakaan, gedung sekolahpun kami tiada (Baca tulisan saya : Kreativitas Melesat di Kelas Super Darurat). Ya, konsekuensinya paling-paling PM berkurang waktu istirahatnya. Karena setiap saat ada yang memanggil-manggil nama saya dari mulut-mulut mungil, di bawah rumah panggungnya.

 Nah, walaupun secara kualitas dan kuantitas minat baca anak-anak di Talang Airguci sudah sangat meningkat, sebagai PM saya tidak boleh merasa puas. Berbagai macam usaha pelestarian tetap dilakukan. Diantaranya adalah dengan membuat klub-klub belajar. Mulai dari klub kreativitas, klub Bahasa Inggris, sampai klub public speaking (Baca tulisan saya GGS : Gara-Gara Sinetron).

Selain itu, ada satu eksperimen yang (tidak pernah disangka-sangka) dapat meramaikan perpustakaan lho. Sebagaimana judul di atas, Hall of Fame pendidikan. Iya, sebuah pameran fotografi di ruang perpustakaan mungil kami.

***

            Saya memang punya kegemaran mengabadikan momen dengan kamera kesayangan saya. Setiap aktivitas, baik itu di sekolah maupun ketika berpetualang di hutan, tidak pernah luput dari bidikan lensa. Yah, bagi saya ini adalah salah satu cara positif menyalurkan kegalauan pemuda kota yang terdampar di pedalaman hutan. hahaha

            Suatu hari, saya teringat salah satu tugas desain 2D saya ketika masih kuliah. Finishing sebuah karya dengan laminasi mika dof beralaskan alfaboard*. Dengan sedikit sentuhan kreativitas, saya rasa cara ini dapat diaplikasikan untuk membuat sebuah pameran fotografi pendidikan di penempatan saya. Sangat memperhatikan nilai ekonomis tentunya, hehehe.

            Setelah mencetak banyak foto berbagai macam ukuran dengan kertas artpaper A3, saya mengumpulkan alat dan bahan lainnya. Artpaper A3? Iya, sekali lagi untuk menghemat biaya. Pertama-tama selembar foto ditempelkan di atas alfaboard sebagai alas dan bingkai. Oia, ukuran alfaboard dapat disesuaikan sesuai kebutuhan. Termasuk warnanya, dapat disesuaikan dengan selera. Kemudian, foto yang sudah dibingkai diberi lapisan plastik mika. Untuk menempelkannya, cukup dengan solasi plastik maupun double tip.

And here we are... Education hall of fame has ready to be shown.  Karya kami bersama ini kami tempel di perpustakaan. Berjejer rapi, layaknya pameran fotografi. Sebuah kepuasan tersendiri membuat karya dengan anak-anak di penempatan. Kepuasan ini pun semakin bertambah ketika hall of fame ini meningkatkan niat baca. Ya, sebenarnya hubungannya jauh sih. Tapi dengan adanya pameran ini, mereka jadi lebih sering berkunjung ke perpustakaan. Entah hanya untuk bertemu kawan maupun melihat-lihat pameran yang tak pernah bosan dipandang. Mereka senang. Merasa terapresiasi.

Menjadi Pengajar Muda tidak hanya melulu tentang mengajar di kelas. Tapi tentang menikmati hidup. Menyalurkan berbagai macam kegemaran untuk kemajuan pendidikan di daerah pedalaman. Saya bahagia, mereka bahagia, kita semua bahagia, begitu juga dengan Indonesia.

 

Salam hangat dari pedalaman hutan Sumatera Selatan,

Hanif Azhar

 

*)Alfaboard    : bentuk fisiknya seperti kardus tapi berbahan plastik. Kuat, ringan, berwarna. Biasanya tersedia di stationary. Apabila tidak ada, dapat diganti dengan kardus bekas.


Cerita Lainnya

Lihat Semua