Masker Untuk Masa Depan

Hanif Azhar 27 Oktober 2014

Selamat datang November.Selamat menikmati lima bulan penempatan para pengajar muda. Lima bulan penuh keceriaan dan optimisme dari seluruh anak di pelosok negeri. Terkadang masih seperti bermimpi, setiap hari hidup tanpa listrik, kurang air bersih, bahkan harus berjuang hanya untuk mendapatkan sinyal. Tambahan lagi, khususnya untuk penempatan kami, Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan, mendapatkan bonus, kabut asap :D

            Sebagai pengajar muda, saya kurang faham dengan fenomena kabut asap di Sumatera Selatan. Banyak kepentingan dibaliknya. Entah yang katanya kebakaran hutan, pembukaan lahan baru, atau pembakaran tanah gambut yang baunya tidak lebih busuk dari tumpukan sampah. Yang saya pahami hanyalah, kabut asap ini membuat anak-anak di pedalaman hutan merasa sakit, demam, sesak nafas, mata perih, iritasi, dan sakit hati. Entah sudah berapa banyak anak yang menjadi korban. Mungkin ratusan, atau bahkan ribuan.

            Itulah sebabnya, sejak saya di penempatan, saya membiasakan diri memakai masker untuk mengantisipasi dampak kabut asap tersebut. Memang aneh sih, setiap berangkat dan pulang dari sekolah, saya selalu memakainya. Semua warga memperhatikan, termasuk anak didik saya. “La ngape Pak Hanif pakai masker? Pak Hanif lok pak dokter,” sapa mereka setiap hari. Tanpa bosan, pertanyaan ini mereka ulangi.

            ***

Program 1 Anak 1 Masker (1A1M)

            Bosan dengan pertanyaan serupa, akhirnya suatu hari saya kumpulkan semua anak didik SD Negeri 10 Rambang kelas jauh di lapangan. Saya mencoba menyosialisasikan tentang pentingnya menjaga kesehatan. Saya mulai dengan hal-hal kecil di sekitar mereka. Hal ini mencakup bahaya kabut asap Sumatera Selatan, pentingnya sanitasi dan menjaga kebersihan, dan urgensi pemakaian masker.

Anak-anak, la ngape kite harus makai masker?” (Anak-anak, mengapa kita harus pakai masker?) Saya mencoba mengawali sosialisasi. “Engkekite jadi dokter” (Supaya kita jadi dokter) Seorang anak menjawab dari belakang. Huft, saya mencoba mencerna jawabannya tapi tetap gagal paham. “Engke pinter lok Pak Hanif, kemane-mane makai masker.” (Supaya pintar seperti Pak Hanif, kemana-mana pakai masker) Anak lain menyahuti dari belakang. Saya semakin tidak paham jawaban kedua #garukgaruktanah. “Engke dekde kene kabut asap.” (Supaya tidak terkena kabut asap). Sahut seorang anak dari sudut kanan depan. Alhamdulillah, akhirnya ada juga jawaban anak yang dapat saya fahami.

“La Ngape kabut asap?” (Kenapa dengan kabut asap?) saya coba menggali jawaban dari mereka. “Kabut asap membuat sesak nafas,” (Kabut asap membuat sesak nafas) satu anak menjawab. “Kabut asap membuat kenengat,” (Kabut asap membuat batuk-batuk) anak lain menyambung. “Kabut asap membuat sakit mate,” (Kabut asap membuat mata perih) celetuk anak yang lain. Kemudian ada seorang anak berdiri tegak, menjawab lantang penuh percaya diri. “Kabut asap membuat kite segale-gale sakit. Sakitnya tuh di sini di dalam hatiku,”  (Kabut asap membuat kita semua sakit. Sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku). Ia menjawab dengan sebuah lagu, entah lagu apa : sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku -_-‘

“Nah, olehnye kabut asap membuat mate sakit, iritasi, sesak nafas, sakit hati, make itulah kite harus makai masker setiap ahi,” (Nah, karena kabut asap membuat mata perih, iritasi, sesak nafas, dan sakit hati, maka kita semua harus membiasakan pakai masker setiap hari) Saya mencoba menarik kesimpulan untuk mereka. Kemudian, saya bagikan masker. Setiap anak mendapat satu masker. Tanpa tunggu intruksi, mereka langsung memakainya. Kebetulan maskernya bukan tali karet yang cukup dipasangkan ke telinga. Tapi masker tali, harus diikat dulu secara manual. Sejenak, saya coba memperhatikan mereka. Ada yang belum bisa mengikat tali, ada yang diikat di leher, dan yang paling lucu, ada yang dipasang sampai menutup semua mukanya. Entah, apa lagi maksud dari semua ini -_-‘

Bahagia itu sederhana. Mendapat hadiah masker untuk dipakai ke sekolah. Beberapa faham akan tujuan kesehatan. Tapi masih banyak yang gagal faham. Menganggap pemakai masker adalah pak dokter. Yang paling aneh, mereka menganggap memakai masker dapat membuat mereka pintar, karena setiap hari pak guru memakainya. Entahlah, saya percaya banyak jalan menuju Roma. Asalkan output utamanya mampu meminimalisir efek kabut asap terhadap anak-anak di pedalaman hutan Sumatera Selatan.

 

Salam sehat dari anak-anak SDN 10 Rambang (kelas jauh)

Talang Airguci, Ds. Suhihan, Rambang, Muara Enim

Pedalaman hutan, Sumatera Selatan


Cerita Lainnya

Lihat Semua