Mutiara dari Tepi Sungai menuju Negeri Singa

Erni Yunita Sari 29 Oktober 2014

Nanga Lungu adalah sebuah desa yang berada di kecamatan Silat hulu, Kabupaten kapuas Hulu, kalimantan barat. Dengan penduduk suku Dayak Ensuan Silat yang tinggal di tepi sungai Suang Silat, anak sungai Kapuas. Masyarakat di daerah yang berpenduduk Protestan ini, mayoritas bermatapencaharian dengan berladang dan menoreh. Untuk menuju desa ini dapat ditempuh melalui jalur darat sampai kecamatan, dilanjut dengan jalur air. Dibutuhkan lebih dari 15 jam dengan kendaraan umum dari ibu kota kalimantan Barat Pontianak, atau sekitar 650 km. Jalan lintas kalimantan bukanlah jalan yang mudah. Jalan menuju Kapuas Hulu adalah kombinasi kepiawaian sopir menakhlukkan medan dan kesabaran penumpang menerima bonus-bonus guncangan sepanjang perjalanan yang melelahkan.

            Daerah yang terletak jauh dari ibu kota kabupaten ini sungguh terasa sangat tertinggal. Sumber air didapat dari air sungai dan air sarai. Disanalah warga melakukan segala aktivitas seperti mandi, mencuci baju, mencuci pakaian dan lain-lain. Listrik hanya menyala pada jam 18.00 – 22.00. itupun tidak setiap hari menyala. Sinyal hanya dapat ditemukan di spot-spot tertentu (seperti: lapangan sekolah).

            Tetapi siapa sangka, dari daerah serba terbatas akses ini lahir mutiara-mutiara yang bersinar. Mutiara yang mampu mematahkan semua mitos akan ketidakmampuan anak pelosok berprestasi hingga tingkat Nasional. Ya... mereka adalah Febri Kristian Yafet dan Minarti. Dua mutiara dari tepi sungai yang lolos kompetisi pendidikan Sains tingkat Nasional. Mereka akhirnya mendapat kesempatan untuk melihat “dunia luar”. Pergi ke Ibukota Negara, Jakarta, the biggest city of our country. Ini adalah kesempatan yang amat sangat luar biasa bagi mereka, dan bagi seluruh warga desa. Anak tepi sungai menuju metropolitan. Sulitnya akses transportasi membuat mereka belum pernah menginjakkan kaki  di ibu kota kabupaten. Dan sekarang, mereka bukan hanya akan menuju ibu kota kabupaten, tetapi juga menuju ibu kota Negara. Mitos akan keterbatasan dan keterbelakangan yang membatasi anak untuk berprestasi, mitos akan ketidakmampuan untuk bersaing dengan anak-anak kota, mitos akan sulitnya akses untuk bereksplorasi, semua mitos itupun terbantahkan. Kabar gembira ini bukan hanya menjadi kabar gembira untuk mereka, tetapi juga untuk semua pihak sekolah, UPT, dinas, semua warga desa, dan kabar gembira untuk dunia pendidikan. Bahwasanya tidak pernah ada yang sia-sia dalam setiap perjuangan dan usaha.

            Hari keberangkatan menuju kota besar itu akhirnya datang juga. Hampir seluruh warga membersamai keberangkatan kris dan mina. Mulai dari kepala desa, pamong desa, ketua adat, sampai anak-anak kecil pun ikut serta dalam mengantarkan keberangkatannya sampai ke lanting sungai. Perjalanan dimulai dengan menggunakan speed, kemudian dilanjut dengan naik motor sampai kabupaten sebelah. Istirahat sebentar, kemudian lanjut naik bis menuju ibu kota kalimantan barat, Pontianak. Dan saya, menjadi saksi setiap keunikan ekspresi mereka dalam setiap moment ketika melihat hal-hal baru sepanjang perjalanan menuju ibukota.

            Ketika tiba di Sintang menuju terminal bis, masuk kedalam bis, ini menjadi hal baru bagi mereka. Mengingat mereka belum pernah naik bis sama sekali sebelumnya. Disepanjang perjalanan mereka tidak mau tidur, meskipun aku menyuruh mereka untuk tidur. Karena perjalanan dengan bis ini akan kami tempuh semalaman penuh. Tetapi mereka tetap tidak mau memejamkan mata, mereka memilih untuk menikmati setiap perjalanan yang mereka lalui. Because this is their first experience. #takjub1: Pertama naik bis. Okelah aku biarkan mereka menikmati setiap sensasi yang mereka rasakan. Hingga akhirnya pagi dini haripun sampailah kita di Pontianak. Sambil menunggu jemputan, aku ajak anak-anak transit di kedai. Di kedai atau warung semacam angkringan yang letaknya di pinggir jalan ini, kami menikmati teh hangat dan kue. Tetapi pandangan dan tatapan mereka tak lepas dari jalanan yang rapai dan penuh akan kendaraan berlalu lalang. Awalnya aku heran kenapa mereka tidak fokus ketika aku ajak ngobrol, ternyata memang mereka sedang takjub dengan banyaknya kendaraan yang hilir mudik di kota pontianak ini. Banyaknya lampu-lampu kerlap-kerlip yang menghiasi kota. Ya..... #takjub2: Pertama kali menginjakkan kaki di kota.

            Ketakjubanpun tak sampai disana, pagi menuju Bandara. Melihat banyaknya orang berlalu lalang di Bandara. Cek in. Memasuki gate, menunggu diruang tunggu bersama yang lain sambil melihat pesawat dari jarak yang lebih dekat dari biasanya. #takjub3: Pertama kali melihat pesawat dari jarak dekat. Saat yang dinanti pun datang, perlahan menuju ke pesawat. Aku bahkan seperti mendengar degup jantung mereka, anak-anakku. Dengan langkah penuh suka cita dan semangat berjalan memasuki cabin pesawat. Dan akupun menikmati setiap sensasi ketakjuban mereka. Sesampainya didalam pesawat, alhamdulillah anak-anak tidak rewel meskipun ini pengalaman pertama mereka.

            Dua jam perjalanan diatas awan dengan pesawat garuda ini adalah perjalanan ajaib mereka. Juga menjadi perjalanan ajaibku menyaksikan ketakjuban mereka. 12.15 siang sampai di Bandara Soekarno-Hatta, dan menjadi sejarah baru bagi mereka, menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di tanah metropolitan. Jakarta. Kota yang selama ini hanya mereka lihat dari kotak kecil bernama televisi. #takjub4: menginjakkan kaki ditanah metropolitan.

            Rombongan panitia Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) pun telah menunggu kami dan siap menghantar kami menuju Desa Wisata, TMII, tempat dimana akan diselenggarakannya presentasi 18 finalis  KJSA. Anak-anakku pun, Kris dan Mina, telah siap melakukan presentasi. Karena mereka telah aku siapkan latihan presentasi jauh-jauh hari sebelumnya. Keesokan harinya, hari presentasi itupun datang. Menanti antrian maju presentasi, aku tau mereka gelisah dan berdebar, terlihat dari raut wajah mereka. Tapi mereka tetap menunjukkan sikap penuh percaya diri. Biar bagaimanapun juga mereka tetap tidak ingin melewatkan kesempatan emas ini, tampil didepan para ahli scientist. Ketika nama mereka dipanggil, sambil tersenyum dan tetap memberikan semangat kepada mereka, aku hantarkan mereka menuju panggung presentasi. Dalam perjalanan menuju panggung presentasi, hatiku sangat berdebar. Aku berdoa semoga 30 menit waktu yang diberikan dapat menjadi waktu yang berarti. Akupun tak kuasa melihat mereka, aku sengaja menyibukkan diri dengan melihat laptop, untuk menyembunyikan perasaan khawatirku. Ketika mereka sampai dipanggung, dengan suara tegas dan penuh percaya diri, presentasi itu dibuka oleh Mina, aku pun takjub. Mereka tampil lebih maksimal daripada ketika saat latihan. Dan kris yang sangat pendiam pun dengan suara lantang, tegas dan lancarnya menjelaskan tentang penelitiannya di depan para dewan juri. Dan kali ini, aku yang menjadi takjub. #Takjub5: Anak-anakku Luar Biasa. Hwaaa.... aku pun sangat terharu melihat aksi hebat anak-anakku. Mereka menampilkan presentasi jauh lebih dari yang aku kira. Dengan melihat hasil presentasi dan proses tanya jawab mereka dengan para dewan juri, apapun hasilnya nanti.... aku sudah merasa sangat lega dan sangat bersyukur. Bagiku mereka sudah menang. Menang bukan hanya perkara piala atau penghargaan, bukan masalah hasil akhir. Tetapi, kemenangan adalah tentang proses pencapaian sesuatu. Dan akupun menjadi saksi akan proses perjuangan mereka hingga sampai mereka berdiri di depan panggung ini. Perjuangan dan semangat yang takkan pernah terbeli. Dan inilah kemenangan itu.

            Usai presentasi, setelah melalui prosesi wawancara dan lain sebagainya, akupun mengajak anak-anak untuk beristirahat. Aku menyampaikan bahwa, apapun hasilnya nanti, mereka telah menjadi juara bagi bu guru dan teman-teman nanga lungu. Hari berikutnya, adalah hari kunjungan ke salah satu pabrik kalbe. Disana kami melihat langsung proses pembuatan obat-obatan. Kali ini bukan hanya mereka yang takjub, aku pun ikut takjub melihat proses pembuatannya. #takjub6: menyaksikan langsung proses pembuatan obat-obatan.

            Menuju hari ketiga, hari dimana kami akan berkunjung ke rumah eyang habibie. Sosok hebat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada Tanah Air tercinta. Disana kami dibuat terkagum-kagum dengan koleksi buku eyang Habibie yang memenuhi seluruh ruangan disetiap sisi dindingnya. Bahkan dindingnya tak nampak karena dipenuhi oleh buku-buku koleksi Eyang. Dan ini menjadi inspirasi selanjutnya, untuk cinta membaca, cinta akan ilmu dan pengetahuan. Seperti yang disampaikan eyang penuh filosofis ini, dalam pertemuan ini menyampaikan bahwa Kehidupan adalah tentang cinta. Ia tak bisa dijelaskan secara implisit seperti e=m.c2 . Karena ia adalah sebuah cerita dan kebersamaan. Lakukan segalanya dengan cinta. Cinta dalam belajar. Cinta terhadap ilmu pengetahuan. Cinta terhadap segala hal yang kita lakukan. Dan semuanya“ B.J Habibie.

            Setelah kunjungan ke rumah eyang Habibie, hari keempat adalah hari dimana saatnya kita kembali ke tanah Borneo. Anak-anak pun tetap dengan semangat yang sama dihari pertama, bersiap kembali ke kampung halaman. Kami pulang meninggalkan tanah metropolitan dengan segala kegemerlapannya. Belum ada pengumuman pemenang dari perlombaan ini, pengumuman akan diumumkan 2 pekan selanjutnya. Dan aku kembali meyakinkan kepada mereka, bahwa apapun yang menjadi hasilnya nanti, bukan menjadi masalah. Karena mereka telah menang sampai pada tahap ini. Dan Allah menilai setiap proses dan usaha yang kita lakukan, bukan hanya hasil akhirnya. Mereka pun tersenyum. Ya... senyum paling indah yang pernah aku lihat. Senyum kebahagiaan.

            Sehari, dua hari, seminggu, dua minggu.... tak ada kabar dari Panitia KJSA. Aku masih berprasangka bahwa ini dikarenakan susahnya akses, keterbatasan sinyal. Senja itu, hari kesekian pasca kepulangan dari tanah metropolitan, aku pun menuju ke tanah lapang mencari sinyal, berharap ada kabar dari Jakarta. Dan ternyata benar.... pesan pendek datang menyampaikan kabar indah itu. SDN 09 Nanga lungu, Febri kristian Yafet dan Minarti, telah berhasil menjadi juara KJSA, dan berkesempatan ke Singapura.

            S.I.N.G.A.P.U.R.A

Yaa... dan ini menjadi ketakjuban yang entah keberapa. Ekspresi haru, bahagia, dan entahlah.... bahkan aksara tak mampu mendiskripsikan semuanya. Ungkapan paling indahpun tak mampu mewakili semuanya. Dan ini menjadi sejarah baru, mutia dari tepi sungai Kapuas menuju ke Negeri Singa. Benar bahwasanya jarak tak menjadi penghalang untuk berprestasi. Keterbatasan sarana tak jadi penghalang untuk meraih cita. Kris dan Mina menjadi bukti nyata, bahwa semua mimpi dapat terbeli dengan usaha, semangat dan kerja keras.

            Dan mereka telah mematahkan berbagai mitos yang ada. Mitos akan keterbatasan dan keterbelakangan yang membatasi anak untuk berprestasi, mitos akan ketidakmampuan untuk bersaing dengan anak-anak kota, mitos akan sulitnya akses untuk bereksplorasi,dan kini.... semua mitos itupun terbantahkan


Cerita Lainnya

Lihat Semua