Kelas Bima Sakti

Hanif Azhar 13 September 2014

Tunjuk satu titik dimanapun di atas peta Indonesia...

Setiap anak dimanapun disana berhak mendapatkan pendidikan yang layak...

Di sanalah lahan-lahan pengabdian bagi Pengajar Muda terhampar...

Pengajar Muda, selamat menikmati petualangan di kelas-kelas kecil kalian..

Salam,

Keluarga Besar Gerakan Indonesia Mengajar.

Tak pernah terbayangkan, kelas kecil yang disebutkan dalam pesan diatas adalah kelas yang benar-benar kecil. Sebuah gedung semipermanen beratapkan seng seluas 6x9 m2 menjadi rumah kedua bagi 50-an anak SDN 10 Rambang (kelas jauh), Talang Airguci. Ruang belajar itu dibagi menjadi tiga sekat triplek seadanya dan ditempati oleh dua kelas sekaligus setiap sekatnya. SD tersebut hanya diajar oleh tiga guru honorer dan satu Pengajar Muda. Yeah, bisa dibayangkan betapa riuhnya ruang belajar kami. Oleh sebab itu, saya sering melakukan pembelajaran di alam bebas.

Sebelumnya perkenalkan, nama saya Hanif Azhar. Pengajar Muda angkatan VIII yang ditempatkan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Tepatnya di Talang Airguci, Desa Sugihan, Kecamatan Rambang. Talang? Ya, talang. Sebuah pemukiman di dalam hutan, setingkat Rukun Tetangga (RT) dalam struktur pemerintah. Berjarak belasan sampai puluhan kilometer dari desa induk. Jalannya liat, dapat menjadi badai pasir di musim kemarau dan lautan lumpur di musim penghujan.

Tidak heran rasanya kalau penempatan Indonesia Mengajar merupakan tempat-tempat terpelosok yang kekurangan air bersih, sulit sinyal, dan tidak ada listrik. Begitupun di Talang Airguci. Semua kegiatan MCK dilaksanakan di sungai. Listrik melalui mesin diesel hanya pukul 18.00-22.00 WIB. Itupun tidak semua rumah bisa menikmati. Bahkan, hanya sekedar update status sosial media harus menuju spot-spot tertentu yang penuh perjuangan untuk mencapainya. Semua itu merupakan barang mewah.

Saat ini, saya ditugaskan sebagai gurus kelas 3. Menjadi bapak bagi delapan siswa ajaib di kelas galaksi. Saya menyebutnya Bima Sakti. Mereka bagaikan planet-planet yang berotasi dan berevolusi mengelilingi matahari. Indah, berirama, penuh hikmah.

Engki : Sang Bintang Fajar, Merkurius

Cerdas, sopan, dan rupawan. Sosok anak ramah yang tinggal di talang sebelah, beberapa kilometer dari sekolah. Tak ada tetangga, apalagi teman sebaya. Di talangnya hanya terdapat delapan rumah panggung sederhana, itupun berjarak puluhan meter antar rumah. Sekilas tak akan terlihat bahwa dia adalah anak talang, pedalaman hutan.  Tak heran kalau dia bak bintang fajar menawan.

Ibu Engki yang harus membanting tulang, mencari nafkah untuk keluarga. Tidak jarang terjadi kekerasan dalam rumah tangganya. Yang saya heran, bagaimana bisa seorang anak dengan latar belakang demikian memunyai kecerdasan intrapersonal yang luar biasa. Bersyukurlah, selama setahun ke depan saya mendapat kesempatan belajar mengasah intrapersonal dan menikmati hidup darinya. Kalau sudah besar, ingin jadi polisi katanya. Supaya dapat menangkap para pelaku perampokan di talang kami semua.

Nadia: Sang Dewi Kecantikan, Venus

Sebelumnya saya seringkali melihat sinetron remaja di layar kaca. Sebuah adegan di sekolah, kedatangan murid baru yang cantik jelita. Ketika ia masuk kelas, seakan ada efek angin berhembus mengibas rambutnya. Semua mata terpanah. Para pria tak kuasa mengedipkan mata, sedangkan para wanita iri dibuatnya. Yeah! It’s real. Begitulah saya menggambarkan sosok Nadia ketika pertama kali masuk sekolah.

Nadia adalah siswa baru di sekolah mungil kami. Sosoknya yang cantik dan baik hati membuat dia cepat diterima teman sekelasnya. Ia termasuk anak yang berasal dari talang di sekitar bangunan salah satu perusahaan minyak terbesar yang sudah tak beroperasi lagi. Kami menyebutnya blok. Sekitar lima kilometer dari sekolah. Setiap hari Nadia harus menyusuri hutan bersama adiknya. Tapi tak sekalipun terlihat tanda lelah di wajahnya. Semangatnya untuk mencapi cita sungguh luar biasa. Ingin jadi dokter, katanya.

Rahdit: Pusat Kehidupan, Bumi

Bumi, begitulah saya memanggilnya. Sosok pengayom, peneduh, dan juga keramaian di kelas kecil kami. Dia adalah ketua kelas galaksi bima sakti.

Walaupun ia sosok anak lelaki yang cukup besar dan kuat, hatinya sangat lembut. Tidak jarang dia meneteskan air mata kalau kami sedang membicarakan kisah kasih orang tua, terutama ibu. Tak heran, dia memang yatim sejak kecil. Ibunya harus banting tulang untuk menghidupinya bersama dua orang kakak perempuannya. Haus akan sosok seorang ayah, seringkali ia bermanja-manja dengan saya seperti ayahnya. Berbanding lurus dengan citanya. Ingin menjadi pilot, supaya bisa terbang ke Jawa. Mengunjungi Pak Hanif dan Ibu Adhim (Pengajar Muda sebelum saya) di sana.

Ari : Raja Perang, Mars

Ia adalah anak lelaki paling besar di kelasnya. Secara umur, seharusnya dia sudah kelas 5. Tapi karena faktor ekonomi, ia pernah beberapa kali putus sekolah. Yang membuat saya kagum, ia tak pernah merasa malu dengan keadaannya. Tetap bersemangat untuk bersekolah walaupun jarak rumahnya sekitar lima kilometer dari sekolah. Sama seperti yang lain, ia pun harus berjalan kaki melewati hutan setiap harinya.

Karena badannya yang besar dan umurnya lebih tua, dia merasa harus menjadi yang nomor satu. Tak terkalahkan, dan sangat aktif. Untuk menyalurkan potensinya, seringkali saya menantangnya untuk menjadi komando kelas 1 & 2 dalam berbagai kegiatan. Tantangan ini disambutnya dengan tangan terbuka. Sejalan dengan mimpinya sebagai tentara. Belajar bertanggung jawab dan menaati perintah. Yeah, it works!

Siska : Si Petir Jupiter

Seperti halnya Ari, Siska juga merupakan anak perempuan terbesar di kelas kecil kami. Secara umur, seharusnya dia sudah kelas 6. Ketika anak perempuan lain masih dalam masa lucu-lucunya, dia sudah mulai puber dahulu. Sesekali, ia mencuri pandang ke guru muda, kemudian tertawa centil sendiri. Dibutuhkan treatment khusus untuk menghadapinya.

Tubuhnya yang besar berbanding lurus dengan suaranya yang menggelegar. Ditambah dengan karakter masyarakat yang gemar berbicara keras, suaranya sudah seperti petir menyambar. Paling tidak suara lantang itu dapat menjadi modal utama menjadi Pengajar Muda, mimpinya.

Edo : Cincin Kreativitas, Saturnus

Setiap pagi, saya selalu menunggu kejutan-kejutan kecil dari buku jurnal Edo. Entah apa yang dipikirkannya, tapi ada aja ide ceritanya. Entah yang menceritakan khayalannya ke luar angkasa, melawan monster-monster penghancur bumi, sampai naik pesawat terbang keliling dunia dan pergi haji bersama keluarganya. Ia selalu menjadi trend setter dalam berkreasi.

Sebelumnya, Edo merupakan anak yang sering menjadi korban bully di sekolah. Ketidakmampuannya dalam pelafalan beberapa huruf dengan benar dan berbicaranya yang kurang jelas menjadi alasan bully-nya. Namun, setelah datang surat semangat dari seorang sahabat saya di Paris kemudian saya mengenalkan bahasa Prancis, saya bilang ke anak-anak kalau Edo punya bakat alami untuk mempelajari bahasa yang katanya paling romantis sedunia ini. Dia pun senang, tidak lagi menjadi korban bully, dan meningkatnya kepercayaan diri. Termasuk dalam bermimpi, awalnya ingin menjadi pilot, sekarang naik menjadi astronot. Supaya dapat mengelilingi Galaksi Bima Sakti.

Laura : Si Cerdik Uranus

Kecil, centil, dan cerdik. Itulah Laura. Walaupun sangat mungil, dia tak mau kalah dengan teman sekelasnya. Ia anak yang rajin. Bahkan sangat rajin. Datang ke sekolah sebelum jam tujuh pagi dan selalu membuat jurnal berlembar-lembar setiap hari. Kerajinannya juga menjadi modal utamanya untuk meraih mimpi menjadi seorang Pengajar Muda seperti kami.

Wanto : Si Palung Samudera, Neptunus

Entah apa yang dipikirkannya, serasa punya dunia sendiri. Seringkali mengabaikan semua hal di sekitarnya, termasuk teman sekelasnya. Terkadang berguling-guling di kelas, kemudian lari dan bersembunyi di dalam lemari. Kalau dalam sebuah kompetisi, kalah tak pernah kecewa, menang pun biasa saja. Datar wajahnya.

Sebagai guru baru, saya merasa tertantang untuk merebut perhatiannya. Belajar membuat kejutan untuk anak-anak setiap harinya. Mulai dari kreativitas sampai segala bentuk aktivitas. Akhirnya, saya pun menetapkan Wanto sebagai indikator keberhasilan saya dalam menghidupkan kelas.

Lena : Pluto Yang Terlupakan

Sebagaimana Pluto yang keluar dari anggota Galaksi Bima Sakti, Begitupun dengan Lena. Sepulang dari kegiatan #iuRUN di Palembang akhir Agustus lalu, saya mendapat kabar bahwa ia dan keluarganya pindah. Ia mengikuti orang tuanya untuk bekerja di kebun karet yang entah dimana letaknya. Bahkan dia tidak tahu apakah masih bisa lanjut sekolah. Pendidikan merupakan barang mewah. Bisa makan bersama keluarga hanya dengan nasi putih dan seiris singkong rebus sudah syukur alhamdulillah.

Harga karet saat ini memang tergolong rendah. Tak heran, kalau ada beberapa keluarga pindah rumah untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Mereka memilih demikian daripa harus hidup disini, kelaparan. Bahkan, tak jarang terjadi perampokan dan penodongan di sekitar jalan hutan. Sesekali pun terdengar kabar pembunuhan. Sejak saya tinggal di Talang Airguci yang belum genap tiga bulan, sudah lebih dari 20 kasus perampokan.

Terlepas dari segala lika-liku kehidupan di talang, saya bersyukur dipertemukan dengan para penghuni Kelas Galaksi. Teruslah berputar pada porosmu nak. Bapak yakin, kalian akan meraih apa yang kalian impikan di masa depan.

 

Note : Foto dokumentasi para planet dapat dilihat di http://www.hanifazhar.net/2014/09/kelas-galaksi-bima-sakti.html


Cerita Lainnya

Lihat Semua