info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

"Toleransi itu merupakan pelanginya orang tulus"

A. Hadian Pratama Hamzah 22 April 2015

WARNANYA RAMADHAN DI PULAU SERIBU BINTANG

     Ini memang bukan kali pertama saya melaksanakan ramadhan di pulau kecil yang ada di gugusan kepulauan Indonesia, 2013 saya menjalankan puasa ramadhan di Desa Tapak Kuda pulau yang letaknya di pesisir Kecamatan Tanjung Pura Sumatera Utara, secara sosial masyarakat di pulau itu beragama muslim jadi bukan satu tantangan besar dalam menjalankan puasa, wilayah pesisir memiliki karakteristik cuaca yang panas sehingga hal itu yang cukup menantang dalam menjalankan kegiatan di bulan ramadhan di pulau, Tahun 2014 ini Desa Enggohe Pulau Bukide Kepulauan Sangihe menjadi tempat saya melewati ramadhan. Secara geografis pulau ini sama dengan wilayah pesisir lainnya, namun yang membedakan pulau ini mayoritas masyarakat beragama nasrani.

     Masyarakat di tempat ini memiliki kebiasaan tentang mendahulukan tamu makan duluan ketika bertandan ke rumah mereka, dikarenakan saya muslim ketika berkunjung ke rumah warga masyarakat mengadaptasikan tindakan mereka, penggantinya ketika makanan yang mereka sajikan saat saya belum berbuka puasa, warga yang rumahnya saya datangi biasanya akan mengantarkan makanan dan furinka (kelapa dalam bahasa sangir) ke rumah saya, itu adalah cara yang sederhana dari mereka dalam usaha menghargai tamu yang datang kerumah mereka, saya tinggal di rumah keluarga yang beragama nasrani, ketika azan berkumandang dari jarak kejauhan adik saya yang paling kecil sudah berteriak tentang azan pada saya, hal ini dilakukan lantaran pegeras suara di Desa Enggohe ini tidak berfungsi dengan maksimal sehingga cara yang paling efisien bagi adik saya adalah menghampiri masjid tersebut lalu lari pulang ke rumah dan mengatakan sudah azan.

     Ibu sudah memasak dari sore sedang bapak biasanya menjelang magrib menuju laut untuk bajubi yaitu kegiatan menangkap ikan dengan memanah ikan dari dalam air yang hasilnya digunakan untuk makan saur nanti, ibu dan adik saya menemani saat saya berbuka, mereka mempersilahkan saya megambil makan duluan dan mereka menemani saya saat berbuka puasa, budaya di Pulau ini laki-laki tidak diperkenankan mencuci piring sehingga meja makan di rapikan kembali oleh adik perempuan saya. Sore hari merupakan waktu diimana masyarakat mengantarkan makanan ke rumah saya mereka selalu mengatakan cookies ini untuk Bapak Guru buka puasa, inilah warna tersendiri ramadhan tahun ini, dimana toleransi itu merupakan pelanginya orang yang tulus.


Cerita Lainnya

Lihat Semua