Tak Akan Sepi Lagi

Habiba Nurul Istiqomah 27 Mei 2017
Sering kali aku berpikir, kegiatan apa yang bisa aku lakukan dengan 16 anak satu sekolah. Mau buat tim, tidak bisa karena umur tidak seimbang, kegiatan individual jelas akan dimenangkan yang besar. Jumlah siswa terlalu sedikit, kegiatan pasti akan garing krik-krik. "Kak Sat, kenapa dulu pilih desa ini, bukan Telalora yang jumlah penduduknya lebih banyak?" Tanya ku pada pendamping daerahku. "Hm . . . . karena desa itu sepi. Kebayang gak, lima tahun PM di situ desa itu bakal rame." Aku diam beberapa detik, tidak menyangka dengan jawaban Kak Satria. Bahkan aku masih bertanya-tanya bagaimana bisa desa yang penduduknya bisa dihitung dengan jari ini jadi ramai. Sampai kemudian secara tidak sengaja aku menemukan jawabannya. Hari Kartini aku pilih sebagai momen untuk refreshing anak-anak sebelum pra ujian sekolah dilaksanakan. Aku sampaikan rencana perayaan ini kepada kepala sekolah, aku minta tanggal 20-21 April kegiatan belajar mengajar dihentikan dan diganti dengan lomba senang-senang. Kepala sekolah menyambut baik bahkan langsung mengundang kepala TK untuk ikut serta. Secara bersama-sama kami pun merumuskan beberapa perlombaan sederhana untuk kegiatan ini, yaitu lari karung, memasukkan paku ke dalam botol, gawang sedang, kabar tali, makan donat, menggambar, menyanyi, dan membaca puisi. Tujuan kegiatan ini pun semakin melebar, yang tadinya hanya untuk refreshing sebelum ujian dengan background Hari Kartini, kini menjadi perayaan menyongsong Hari Pendidikan Nasional. Sehingga perlombaan yang ada, diklasifikasikan menjadi 3 hari. Perlombaan sederhana ini ternyata mengundang perhatian masyarakat. Dengan antusias, para orang tua datang ke sekolah untuk menyemangati anak-anaknya. Keramaian itu belum berakhir. Dua hari sebelum puncak acara peringatan Hardiknas, salah seorang guru dari SD tetangga datang menawarkan untuk upacara Hardiknas bersama. Meski awalnya menolak, dengan sedikit lobi dan negosiasi akhirnya Kepala Sekolahku setuju. Malam harinya, undangan untuk mengikuti upacara kami layangkan pula kepada aparat desa dan perwakilan gereja. Sambutan yang luar biasa datang dari PLH Kepala Desa, malam itu juga seluruh warga diundang ikut upacara esok. Hari itu tanggal 2 Mei 2017, seluruh siswa SD di Negeri Tiga Serangkai (Babyotan, Telalora, Iblatmuntah) berkumpul di SD Kristen Telalora, tempatku bertugas. Ada yang berjalan kaki, ada pula yang diantar orang tuanya dengan sampan. Seluruh tamu undangan hadir tepat waktu. Masyarakat juga turut hadir di sekitar area sekolah (walaupun tidak ada yang menjadi peserta upacara). Usai upacara, senam bersama pun dilaksanakan. Barulah kemudian dilanjutkan dengan lomba membaca puisi, pembagian hadiah, dan makan bersama bekal yang masing-masing bawa dari rumah. Sejak sebelum upacara dimulai hingga pembagian hadiah, masyarakat tidak pernah bosan menonton. Hari itu aku merasa semua bahu membahu menyukseskan kegiatan sederhana ini. Demi perayaan Hari Pendidikan Nasional, kerja desa diliburkan dan listrik desa yang biasa hanya menyala malam, siang dinyalakan untuk menyemarakkan suasana dengan lagu anak-anak. Tanpa sadar dan tidak diduga-duga, aku mulai mengerti keramaian apa yang dimaksud. Tebukti bahwa sedikit bukan berarti tak bisa berbuat apa-apa. Aku yakin, siapa pun PM selanjutnya yang bertugas di sini, desa ini, sekolah ini tak akan sepi lagi. FYI: Negeri Tiga Serangkai terdiri atas 3 desa, yaitu Babyotan, Telalora, dan Iblatmuntah. Di negeri ini, terdapat 2 sekolah, yaitu SD Negeri Babyotan di Babyotan dan SD Kristen Telalora di Iblatmuntah. Tiga desa ini dikenal dengan nama Negeri Tiga Serangkai karena letaknya yang berdekatan, sama-sama terletak di bagian pulau yang memiliki daerah pasang surut yang luas sehingga hasil lautnya paling melimpah, dan memiliki garisan sejarah yang sama.

Cerita Lainnya

Lihat Semua