Oh Gula-gula!
Gracia Lestari Tindige 21 Agustus 2011
Murid-murid saya sangat mencintai gula-gula karet (permen karet –red). Ketika bermain ada gula-gula karet di mulut mereka. Ketika berbaris mereka membuat balon dari gula-gula karet. Ketika duduk di kelas, mulut mereka membuka dan menutup karena mengunyah gula-gula karet. Sembari menggambar, sebelah tangan mereka menarik gula-gula karet keluar masuk mulut.
Maka, pada hari pertama belajar di kelas ditetapkanlah peraturan pertama yaitu, “Makan di luar kelas pada waktu istirahat” Demi berjalannya peraturan ini, saya akan berkeliling membawa tempat sampah dan meminta mereka membuang setiap benda yang ada di mulut mereka.
Pelan-pelan saya berjalan dari meja ke meja, menunggu setiap anak mengeluarkan gula-gula dan memasukkannya ke tempat sampah. Saya menghabiskan beberapa detik di satu meja, tapi di meja lain waktu yang dibutuhkan lebih lama. Kemudian tibalah saya di meja Astri dan Ratna. Rahang mereka membuka menutup seiring benda liat itu dilumat di mulut mereka. Dengan suara lembut saya berkata, “Ayo, permen karetnya di buang ke tempat sampah. Kita sudah mau belajar, supaya bisa belajar dengan baik makannya waktu keluar bermain nanti ya.”
Astri dan Ratna tetap mengunyah. Sekali lagi dengan lembut saya minta mereka mengeluarkan isi mulut mereka. Mereka... tetap mengunyah.
Saya heran, apa mereka tidak mengerti instruksi yang saya berikan? Saya kemudian meminta salah satu murid lain di kelas untuk menterjemahkan kalimat saya ke dalam bahasa Rote kepada Astri dan Ratna. Tapi, Astri dan Ratna tetap mengunyah. Mengertilah saya, mereka tidak mau membuang gula-gula karet bukan karena tidak mengerti kalimat saya, tetapi karena mereka tidak mau membuangnya.
Saya jelaskan kembali pada mereka, “Waktu belajar sebaiknya tidak makan, supaya bisa mengerjakan tugas dengan baik. Jika ada yang makan waktu belajar, Ibu juga tidak bisa mengajar dengan baik. Ayo sekarang dibuang dulu gula-gulanya, nanti waktu istirahat boleh makan lagi.”
Astri dan Ratna tetap mengunyah. Saya berada di garis batas kesabaran saya, meski demikian sambil tersenyum saya bicara pada seluruh kelas, “Baiklah, kita baru akan mulai belajar setelah Astri dan Ratna membuang gula-gula karetnya ya!”
Satu-satu temannya datang untuk membujuk, bahkan ada yang sedikit memaksa agar Astri dan Ratna membuang gula-gula karet mereka. Dalam hati, saya merasa seperti penjahat, tetapi saya menguatkan hati dengan berpikir bahwa mereka perlu belajar disiplin dalam kelas.
Setelah saya dan teman-teman sekelas berusaha membujuk selama sekitar 10 menit, pada akhirnya gula-gula karet yang sudah putih digilas geraham pun bergabung dengan puluhan gula-gula karet lainnya di dalam tempat sampah. Astri dan Ratna menatap saya diam tak bicara, saya tidak mampu menterjemahkan arti tatapan mereka.
Hari itu kegiatan belajar dimulai, kami membuat origami berbentuk kelinci dari kertas warna. Semua murid antusias dan kegirangan, terkecuali Astri dan Ratna. Ketika semua murid berbaris maju untuk dibantu memotong kertas membentuk telinga kelinci, Astri dan Ratna tetap di tempat duduknya. Dalam hati saya berkata, “Wah, tampaknya di hari pertama belajar, saya sudah membuat dua orang murid takut pada saya.” Akhirnya saya menghampiri meja mereka untuk membuatkan telinga kelinci dan menuliskan nama mereka pada kelinci tersebut.
Sepulang sekolah, di ruang guru, saya bertanya pada guru-guru lain mengapa anak-anak senang sekali makan gula-gula karet. Jawaban yang diberikan kemudian membuat saya merasa tambah tidak enak. Salah satu rekan guru menjelaskan, anak-anak senang makan gula-gula karet karena itu satu-satunya makanan yang mereka bisa makan tapi tidak pernah habis. Guru lain menjelaskan bahwa waktu makan gula-gula karet, mereka memproduksi banyak liur, sehingga bisa menahan rasa haus. Guru lain menjelaskan, karena gula-gula karet termasuk jajanan yang paling murah harganya.
Ada peribahasa yang berkata, “seperti merebut permen dari anak kecil”, kali ini saya membuat peribahasa itu menjadi bukan pribahasa.
Meski demikian, peraturan yang sudah tertulis tetap berlaku. Setiap hari seusai berbaris saya akan tetap berkeliling dengan tempat sampah mengumpulkan isi mulut murid-murid saya dan saya akan menemukan hal-hal menarik. Ternyata, murid-murid saya bukan hanya cinta pada gula-gula karet, mereka cinta pada proses mengunyah. Saya pernah (dan sering) menemukan ada murid yang mengunyah kertas, bungkus permen, plastik, bahkan batangan lidi! Saya bersyukur sudah membuat peraturan untuk mengeluarkan benda dari mulut sebelum belajar.
Sudah 2 bulan berlalu sejak insiden permen karet itu. Sampai saat ini rutinitas saya berkeliling mengumpulkan isi mulut sehabis berbaris tidak berubah. Yang berubah adalah sikap para murid, dulu mereka tidak rela, sekarang dengan alami mereka membuang isi mulut ke tempat sampah, bahkan menitipkan makanan dan minuman yang mereka bawa pada saya agar mereka tidak tergoda untuk makan di dalam kelas.
Bukan berarti kemudian peraturan tersebut selalu berlangsung dengan lancar dan tanpa masalah. Kadang saya masih menemukan murid yang makan diam-diam di kelas. Ada juga murid yang cukup pintar (atau licik ya?) menyembunyikan makanan di bawah lidah supaya tidak ketahuan makan. Ada yang kadang masih harus di bujuk oleh teman-teman sekelas untuk tidak makan. Ada yang sampai harus saya berikan tatapan tajam dan peringatan untuk bicara dengan saya waktu istirahat (murid-murid paling takut dengan ancaman ini :])
Peraturan tentang makan di kelas hanyalah salah satu kebiasaan baik yang dipelajari oleh murid-murid saya. Masih ada banyak hal lain yang setiap hari mereka dan saya pelajari dan terapkan, seperti: belajar untuk meminta maaf, tidak memukul teman, mengetuk pintu dengan sopan dan masih banyak lagi.
Melihat mereka, saya belajar bahwa pendidikan bukan hanya bicara soal prestasi di kelas atau seberapa cepat anak bisa melakukan baca, tulis dan hitung. Pendidikan bergerak jauh lebih ke dalam. Pendidikan menuntut perubahan ke arah yang baik. Lagipula, bukankan pengertian belajar adalah perubahan prilaku dan pengetahuan?
Ah, kira-kira apa yang besok saya dan murid-murid saya pelajari ya?
*saat ini Astri dan Ratna adalah salah satu murid yang paling jarang makan di dalam kelas. Kadang mereka berdua yang memberi tahu saya kalau ada temannya yang diam-diam makan dalam kelas.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda