Katong pasti pulang

Gloria Maria Foster Pingak 1 Agustus 2014

Sesuatu yang pasti di sini adalah ketidakpastian itu sendiri, tapi hal ini menghadirkan keoptimisan. Keoptimisan menunggu datangnya kepastian.

Maluku Tenggara Barat? Di mana itu? Bahkan belum pernah ku dengar namanya atau ku lihat letaknya di peta Indonesia.

Tak disangka saat ini aku telah berada di daerah penempatanku, Desa Werain, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Selama setahun ke depan, aku mendapat kesempatan menikmati Maluku Tenggara Barat secara lebih dekat. Maluku Tenggara Barat adalah sebuah kabupaten kepulauan yang termasuk dalam gugus provinsi Maluku. Masyarakat di sini acap kali menyebut kabupaten ini dengan sebutan Tanah Tanimbar. Desa Werain, desa penempatanku berada di pulau paling selatan dari kabupaten ini, Pulau Selaru namanya. Selaru adalah pulau yang berbatasan langsung dengan peraiaran Australia.

Ibu kota kabupaten Maluku Tenggara Barat ialah Saumlaki. Saumlaki merupakan pusat kegiatan perekonomian dan pemerintahan di kabupaten ini. Saumlaki terletak di pulau yang berbeda dengan desa Werain. Masyarakat desa harus mengarungi lautan dan menyeberangi pulau dengan motor laut selama kurang lebih 8 jam (Bila cuaca dan kondisi bersahabat) untuk menuju Saumlaki. Mau pergi ke pasar? kantor pos? Ke Bank? Mau beli sabun mandi? Arungi dulu dong lautan selama 8 jam. “Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudra, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa”. Ku rasa bukan di zaman nenek moyang saja lautan menjadi sahabat sejati. Saat ini pun lautan masih menjadi bagian hidup masyarakat Indonesia.

Saat ini aku berada di kota Saumlaki. Sudah hampir seminggu aku menanti datangnya motor laut untuk membawaku pulang ke desa. Yah.. moda transportasi menuju desaku memang masih belum lancar. Hampir setiap hari harus ku tanya pada orang-orang di pelabuhan, “Motor Werain su datang kha?”. Setiap hari aku dijanjikan hal yang sama, “Besok motor dong datang nona”. Esok harinya aku tunggu hingga malam tak jua ada motor laut yang datang. Demikian dengan esok dan esoknya lagi. Aku selalu bertanya dan jawaban yang sama pun selalu diberikan padaku “Esok nona”.

Ketidakpastian memang selalu ada, namun masyarakat desaku selalu rajin bertanya kapan datangnya sang motor laut. Ketidakpastian ini dibayar oleh masyarakat Werain dengan sebuah keoptimisan bahwa motor laut pasti akan datang. Masyarakat Werain mengajarkanku tentang sebuah keoptimisan. Menanti dan yakin kita pasti pulang ke desa. Yah.. katong pasti pulang.

(Dalam perenungan menanti kapal menuju desa)


Cerita Lainnya

Lihat Semua