Lebih dari Jakarta!

Gloria Maria Foster Pingak 29 September 2014

Aaah Nona.. Apa lai yang guru harapkan kalau su bisa pi Jakarta?”, ucap seorang Williams Neju Amarduan.

Williams Neju Amarduan yang akrab dipanggil Bapa Neju, dua bulan lalu mengikuti seleksi tingkat nasional guru berprestasi berdedikasi di Jakarta. Sebelum berangkat ke Jakarta, kami sempat berbincang-bincang. Berbagai hal kami diskusikan termasuk bagaimana persiapannya bila nanti berjabat tangan dengan Presiden.

Bapa Neju adalah seorang guru sekolah dasar yang bertugas di desa Eliasa. Desa Eliasa terletak di ujung selatan pulau Selaru, pulau yang berbatasan langsung dengan perairan laut Australia. Eliasa berjarak kurang lebih 10 km dari desa penempatanku, desa Werain. Jika ingin mengambil gaji maka beliau perlu ke ibu kota kabupaten menggunakan motor laut. Perjalanan ke ibu kota kabupaten memakan waktu 9 jam lamanya. Jadwal motor laut pun tidak tentu tergantung jumlah muatan dan pasang surut air laut. Bila muatan banyak maka motor laut akan beroperasi. Kondisi ini membuat desa ini tidak hanya terpencil secara geografis namun juga terbelakang secara ekonomi. Keadaan diperparah lagi dengan belum adanya listrik dan akses jalan menuju desa.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih sangat rendah. Warga masyarakat Eliasa masih banyak yang tidak tamat SMP. Kebiasaan masyarakat Eliasa terutama anak perempuan menikah muda pun masih umum ditemui. Keadaan penuh keterbatasan ini tak membuat Bapa Neju terlena oleh nasib dan hanya berdiam diri. Beliau berkata, “Tak ada rotan, akar pun jadi”. Beliau pun menginisiasi dibentuknya SMP pertama di desa Eliasa. Berkat kerja sama yang baik dengan para pemangku kepentingan di desa maka tahun 2012 berdirilah SMP Negeri Kelas Jauh Eliasa.

 “Seorang guru bukanlah sosok yang hanya berada di dalam kelas dan memberikan materi setelah itu pulang. Sebagai makluk sosial, guru berdedikasi harus bertanggung jawab di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru itu digugu dan ditiru”, itulah sepenggal kalimat dari makalah yang ditulisnya. Makalah yang mengantarkannya menjadi guru berprestasi dan berdedikasi tingkat nasional tahun 2014.

Tak pernah terpikirkan olehnya bila kerja keras memperjuangkan hak anak-anak Eliasa untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan daerah lain akan membawanya ke Jakarta. Tak ada uang, tak ada pujian, tak ada materi yang diharapkan beliau ketika melakukan itu semua. Lilin-lilin yang menghasilkan cahaya ketulusan seperti inilah yang sedang dibutuhkan bangsa Indonesia. Bapa Neju sudah dan sedang menyalakan cahaya ketulusan bagi desanya, bagi negerinya. Bagaimana dengan kita?

Berkat dedikasinya Bapa Neju mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya. Tahun depan beliau juga mendapat kesempatan untuk studi banding ke negara lain. Beliau berkesempatan menginjakkan kaki di negeri Turki nun jauh di sana. Bermil-mil jauhnya dari Eliasa.  

Aaaah.. Bapa Neju Anda lebih dari sekadar Jakarta”.

“Eye hath not seen, nor ear heard, neither have entered into the heart of man, the things which God hath prepared for them that love him”

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua