Bergerak melalui Kemah Anak Lontar

GinanjarUmmi Pratiwi 12 Agustus 2015

 

“Rote Hala Ita, Satu Nusa untuk Indonesia! Kemah Anak Lontar? Awiiii Bajingaaannn!”

Jargon itu terdengar terus menerus selama 2 hari (8-9 Agustus 2015). Bukan maksudnya misuh, di sini bajingan artinya bagus, keren, dan sebagainya. Kemah Anak Lontar atau Kelor, sebuah acara semacam persami (perkemahan Sabtu Minggu) yang diinisiasi oleh Kiciana Rote Selatan dan berkolaborasi dengan mahasiswa KKN UGM, Komunitas Anak Muda (KAMu) Rote Ndao, Guru Garis Depan, Indonesia Mengajar, serta masyarakat Rote Ndao. Peserta Kelor sendiri adalah perwakilan siswa-siswi SMP dan SMA di Rote Selatan.

Bisa jadi orang menganggap biasa acara ini, namun aku merasa banyak hal luar biasa dari acara ini yang bisa membuatku merinding. Kelor awalnya belum punya nama, hanya saja Kiciana Rote Selatan ini mempunyai ide gila untuk membuat acara semacam leadership camp. Kiciana sendiri adaalah sebuah julukan untuk remaja (SMP dan SMA) yang ikut terjun menjadi panitia Rote Mengajar bulan April lalu, dan beberapa dari Kiciana juga menjadi pengurus taman baca Rote Selatan. Datangnya mahasiswa UGM di Rote Selatan membuat mereka semangat belajar untuk kolaborasi dan membuat acara yang bermanfaat bagi remaja Rote Selatan. Mereka sadar bahwa remaja khususnya di Rote Selatan masih kurang peduli dengan pendidikan dan lingkungan. Banyak remaja yang menganggap sekolah hanya untuk formalitas, kemudian mereka terjerumus dalam kegiatan-kegiatan kurang berguna yang akan memperburuk keadaan mereka sendiri. Kiciana ini sangat ingin menyadarkan bahwa sebagai remaja atau pemuda Rote, kita bisa berbuat lebih. Berbuat lebih untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat Rote Ndao, bahkan untuk Indonesia. Berbuat lebih yang diawali dengan peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, percaya dengan kemampuan diri, yang akhirnya akan mengantarkan mereka untuk mau bergerak dan terus bergerak untuk Rote Ndao.

Aku pernah mengikuti rapat Kiciana dengan mahasiswa UGM saat mulai membahas acara Kelor. Sungguh aku terkesima dengan pernyataan dari Kiciana ketika mereka diminta untuk menjelaskan tujuan yang diinginkan mereka dari acara tersebut. Seorang dari mereka berkata, “Be ingin anak-anak di Rote Selatan ini sadar sebenarnya mereka sekolah bua apa, jadi mereka dong sonde hanya bergaul haha hihi sa. Nah, be ju ingin mereka dong bisa sadar kalau dong juga bagian dari Indonesia, sekecil apapun kontribusi mereka akan berdampak di Indonesia khususnya di Rote ini, kak”. “Awiiiii bajingan mamati Kiciana ini”, batinku. Seketika itu ada rasa haru, kagum, dan merinding mendengar pembicaraan mereka. Aku terus berpikir bahwa mereka masih SMP SMA, tapi pikiran mereka luar biasa. Semangat mereka yang tak pernah padam untuk bergerak dan terus bergerak membuat perubahan di tanah Rote ini membuatku terkadang malu dengan aku sendiri. Di umur seperti mereka, kemana saja aku ini? Bahkan untuk memikirkan kemajuan dan keberlanjutan daerah asalku saja mungkin tak pernah. Tapi memang belum terlambat untuk bergerak sekarang, bersama penggerak-penggerak Rote Ndao ini menuju Rote Ndao dan Indonesia yang lebih baik.

Di akhir acara Kelor, aku bertanya kepada beberapa peserta di sana tentang kesan mereka mengikuti acara tersebut. Rata-rata mereka merasa senang, semangat, dan tergerak untuk ikut bergerak maju. Bahkan ada seorang anak dari Rote Barat Daya yang sengaja ikut acara tersebut, setelah pulang berkata kepada ayahnya untuk mendukung dia membuat sebuah komunitas di Rote Ndao. Selamat Kiciana yang telah berhasil menularkan semangat kepada banyak pihak. Mari terus bergerak untuk Rote Ndao dan Indonesia. “Rote Hala Ita, Satu Nusa untuk Indonesia! Kemah Anak Lontar? Awiiii Bajingaaannn!”


Cerita Lainnya

Lihat Semua