info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Tentang Teori Kerukunan

Furiyani Nur Amalia 18 Juni 2011
Fajar menyingsing seusai kutunaikan ibadahku, segera berlari menuju dermaga favoritku. Indahnya alam menyapaku pagi ini. Ingin sekali saya share tentang hal ini pada teman-teman sekalian. Masih teringat betul tulisan tertulis di buku-buku paket SD, SMP, SMA mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dulu yang selalu berbunyi "sesama umat beragama yang berbeda agama harus saling menghormati dan menghargai" atau seperti ini "Tri kerukunan umat beragama yang harus dilakukan adalah kerukunan intern beragama, kerukunan antar umat beragama, kerukunan antara umat beragama dan pemerintah". Jujur, saya tidak begitu menghiraukan apa itu kerukunan dulu, yang selalu terbesit di benak saya adalah, asal saya berkelakuan baik maka orang akan dengan senang hati menerima dan saya selalu berpikir buku akan selalu benar tanpa ada praktek dulu yang harus dilakoni. Dulu saya belajar tentang konsep kemajemukan, konsep etnis, budaya dan agama yang mendorong terciptanya konsep terciptanya kerukunan hidup antar umat beragama, tapi tetap saja saya selalu beranggapan buku tidak ada bedanya dengan tulisan-tulisan yang harus saya hafalkan dan selalu keluar saat ujian diadakan. Ketika saya melihat umat bergama yang berbeda di tempat saya, ya memang terlihat rukun dan baik-baik saja. Mereka saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Tapi anggapan saya berbeda, akan hal ini saya beranggapan bahwasanya masyarakat tersebut, juga membaca buku yang sama dengan saya akan teori sesama umat beragama harus saling menghormati, menghargai, rukun, daaaan lain-lainnya :). Mereka tahu dan saya tahu, itu intinya. Saling mengerhormati, dan selesai sampai batas itu. Duduk di ujung dermaga, mendengar deburan ombak, kicauan burung, dan nyiur yang kencang ditambah musik gereja di ujung bukit yang sudah terdengar saya mulai menata ulang konsep kerukunan atas teori KERUKUNAN yang tersimpan kuat dan baru sekarang atau malah kemarin saya baru mempraktekkan dan mendapatkan bukti riil di lapangan. Di desaku, Beeng Darat, 95% masyarakatnya nasrani, disini masyarakat banyak beternak anjing dan babi. Tidak lain keluarga piaraku. Lima persen sisanya adalah islam dan itu tinggalnya di atas bukit di balik pulau ini. Awalnya saya hanya menerapkan kerukukan ini sebatas saya tahu. Ya, menghormati peribadatan mereka, cara makan dan minum mereka, atau tentang konsep kesucian yang mereka terapkan. Namun ketika saya datang, ibu piara saya selalu menjaga kesucian disini,tidak makan apa yang tidak boleh saya makan. Kemarin, waktu menantu kakak ibu piara saya datang, biasanya mereka memotong anjing sebagai jamuan, namun karena ada saya, mereka memotong ayam saja sebagai makan malam. Kalau pagi, semua masyarakat berkumpul di rumah ibu piaraku. Berkumpul dalam rangka makan bersama. Dan itu setiap hari. Ibu piaraku merasa kasian jikalau ada masyarakatnya yang tidak bisa makan atau tidak sanggup membeli beras maupun sagu, makanya kerap mereka berkumpul untuk santap siang bersama. Dari situ saya mengenal Ibu Heti dan Pak Abdul sebagai salah satu masyarakat islam disana. Dengan senang hati beliau mengantarkan saya ke masjid yang jaaauuuh dari tempat mama piara saya. Bukan masalah bagi saya, namun selain mereka yang mengantarkan, Pastor di tempat ini juga mengantarkan saya menuju tempat ibadah saya. Di dalam perjalanan saya, saya belajar mengenai banyak hal disini, dan disinilah praktek ilmu tadi sudah diterapkan oleh masyarakat ini dari dulu. Bapak Pastor ini banyak berpesan pada saya, bahwasannya dengan kerukukan, alam akan berpihak baik pada kita, alam menjadi tenang, dan alam akan semakin cinta pada kita. Saya dulu selalu perpikir, kalau rukun, akan banyak teman, mudah urusan dan ini itu, namun konsep pak Pastor ini beda. Dia yakin energi positif desa ini akan berdampak baik pada kesinambungan alam disini. Disini, jika masyarakat sedang idul fitri, yang nasrani selalu berkunjung ke kediaman yang muslim, begitu pula jika sedang natal. Saya rasa, konsep kerukunan pulau ini, lebih handal dari buku-buku yang saya baca. Saya tidak lagi mengenal apa itu canggung apa itu kata, setiap kali saya singgah di rumah murid saya, jika ada anjing, selalu mereka singkirkan, jika ruangan kotor selalu di bersihkan dan menghindari makanan yang agama saya larang. Setiap pagi pula, papa piara saya membangunkan saya untuk sholat subuh lalu mengajak saya menyapa fajar yang mulai menyingsing di dermaga sebelum beliau melaut. Allah, ingin aku sampaikan apa yang telah Engkau tuliskan di ayatmu. Dan sekarang aku mengerti, mengapa mereka diciptakan untuk berbeda denganku, tidak lain tidak bukan, supaya saya mengerti apa itu rukun yang sebenarnya dan supaya saya belajar agar hati ini bisa melemah tunduk, bahwasannya perbedaan itu nyata dan perbedaan itu indah. Itulah teori dari saya. Semoga bermanfaat :) Subahanallah, ada Spot 1, Dermaga Beeng darat. Furi melaporkan

Cerita Lainnya

Lihat Semua