info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Mereka masih terlalu kecil

Furiyani Nur Amalia 2 Agustus 2011
Masih berteman dengan dinginnya malam dan kehangatan lampu minyak yg menerangi di separuh malam terakhir sebelum fajar memasuki sudut jendelaku. Jika pada hari hari sebelumnya saya amat sangat menunggu senja, entah mengapa akhir-akhir ini saya juga mulai menunggu datangnya fajar. Berada disini, menjadi pengajar, menjadi bagian dari masyarakat madani ini, berinteraksi dengan murid-murid, serasa kembali ke dunia saat kecil dulu, dunia dimana saya banyak bertanya, punya rasa ingin tahu yg tinggi, dan rasa ingin mendapat perhatian guru. Masa dimana tak kenal kalah, tak mau mengalah, dan rasa tak kenal akan lelah. Rasa ingin unggul, bertindak apapun hanya karena ingin dipuji, ingin diingat dan hanya ingin diberi hadiah. Begitu juga muridku. Semua tindakan itu dilakukan kepadaku dari sejak awal kedatangan saya disini. Malu awalnya, namun dengan pendekatan dan interaksi yang menyenangkan,sekarang kami bagaikan partner yang tak terpisahkan. Tujuannya,supaya mereka saya puji, saya sanjung. Awalnya begitu. Tak perlu dulu menanamkan arti pujian arti sanjung itu apa. Tak perlu saya jelaskan arti teori-teori itu. Saya hanya berpikir, bagaiman mereka mau. Bagaimana mereka niat. Niat yang alami muncul,tanpa paksaan tanpa mengerti alasan. Niat mereka, kemauan mereka untuk selalu bertanya untuk senang membaca senang melakukan apa yang mereka mau. Tanpa paksaan. Hanya itu. Dua sisi yang begitu berbeda, mungkin bisa 4 sisi atau 8 atau berapapun itu ketika kulihat anak-anak disini dibandingkan dengan masa kecilku atau dibanding dengan adik-adikku di rumah. Begitu pemalu, sangat apa adanya, sangat sederhana, dan sangat menerima. Jangan tanya teknologi, jangan tanya susu merek apa yang mereka minum, jangan tanya lagu klasik apa yang mereka perdengarkan sejak bayi, minyak dan bedak apa yang mereka oleskan, sabun apa yang mereka buat untuk mandi. Jangan menyinggung merek apa baju mereka, merek apa sepatu mereka, merek buku mereka, dan jangan pula singgung apa yang mereka makan setiap harinya. Oh ya, jangan tanya dengan apa dan siapa mereka pergi ke sekolah juga berapa jauh mereka menuju sekolah. Hampir satu bulan ini, banyak waktu yang aku habiskan bersama murid. Ketidak lengkapan guru yang mengajar di sekolahku memberikanku hikmah untuk semakin mendekatkanku pada murid-muridku. Banyak mereka yang bercerita saat pulang sekolah, saat istrihat, atau saat sore hari berdiri di jendela rumahku sambil menungguku keluar. Banyak yang mereka ceritakan sebenarnya, namun dari sekian banyak cerita mereka yang aku tampung, saya merasakan iba dan rasa bersalah atas dugaan selama ini. Hampir lebih dari separuh muridku dibesarkan tidak dengan orang tua lengkap. Ada yang yatim, ada piatu, ada yang yatim piatu sehingga harus di asuh neneknya. Ada yang tinggal dengan ibu tiri yang jahat, ada yang tinggal dengan ayah tiri yang jahat. Ya, mereka bilang sendiri. Jahat. Sehingga tak heran jika kelaukan mereka ada yang meniru persis apa yang orang tuanya lakukan. Ada yang persis meniru apa yang orang tua mereka katakan. Namun ada juga, dengan berbesar hati menerima dan memaafkan atas perlakuan orang tuanya. Sejak kecil aku selalu diajarkan oleh ibuku, bahwasannya bersosialisasi, bekerja sama, tenggang rasa dan mengerti akan keadaan sekitar adalah pelajaran hidup yang tidak pernah aku dapatkan di sekolah, kecuali kau mempraktekkan langsung. Dan sekarang inilah praktek yang banyak di terapkan disini. Mereka banyak belajar dari lingkungan. Jangan tanya, bagaimana dengan sekolah. Sekolah disini jauh dari yang namanya pantauan seorang guru. Entah bagaimana Allah mengatur segalanya dengan sangat rincinya. Jenis hati dan otak apa Allah ciptakan buat murid-muridku adalah yang terbaik. Allahualam..Hanya Allah yang tahu. Ya, mereka masih terlalu kecil untuk mencari sesuap nasi untuk mengisi perutnya Mereka juga masih terlalu kecil untuk membopong balok-balok kayu dari hutan di ujung gunung yang akan dijual di seberang pulau Mereka masih terlalu kecil untuk belajar berbohong kepada orang tuanya yang melarangnya sekolah Mereka masih terlalu kecil untuk menghadapi persolan hidup yang harus mereka tanggung turun temurun dari keluarganya dulu. Tapi.. Apakah mereka tidak berhak mendapatkan pendidikan? Terlalu kecil dan terlalu sulit mematahkan semangat mereka belajar Terlalu sulit memudarkan senyum mereka yang selalu menghiasi pintu sekolah di pagi hari Terlalu sulit mendiamkan riuh gembira mereka ketika lonceng berbunyi Terlalu sulit menyaingi anti kelelahan yang mereka lakukan setiap hari Dan.. Terlalu sulit bagiku untuk meninggalkan mereka dalam keadaan yang sendiri tanpa ada teman untuk berbagi Karena dari mereka jugalah, aku belajar banyak hal. Terima kasih Allah, aku disini sekarang :) Di tepi pantai selepas pulang sekolah, ditemani muridku yang berenang di siang panas. Furi

Cerita Lainnya

Lihat Semua