Mereka, 8 Sahabatku, Penginspirasiku
Furiyani Nur Amalia 19 Juli 2011
Mungkin lebih baik kita berpisah sementara, sejenak saja
Menjadi kepompong dan menyendiri
Berdiri malam-malam, bersujud dalam-dalam
Bertafakur bersama iman yang menerangi hati
Hingga tiba waktunya menjadi kupu-kupu yang terbang menari
Melantun kebaikan diantara bunga, menebar keindahan pada dunia (Dalam Dekapan Ukhwah)
Berbincang mengenai sinyal handphone :
“Kalau aku, Fur..Ketika hape sudah tidak bisa digunakan, ya minimal bisa jadi weker dan kalender lah, lumayan di kamarku ngga ada kalender sama weker. Lah piye maneh? (baca : bagaimana lagi?) Sinyal baru ada kalau aku harus naik ke gunung dan suaranya kotak-kotak”
“Laah, dirimu masih enak! Aku?? Aku?? Ngerti sendiri kan dirimu? Dirimu kalo ngirim pesan ke aku, balesannya gimana?? –message sending failed- kan? Lah dirimu masih ada harapan delivered. Aku?? Ya minimal, kamera hapeku masih bisa. Lumayan selain weker, bisa foto-foto”
Semuanya diam
“Wes ta, aku nek sinyal isih iso, tapi nang puuuuuucuuuuukk!!(baca: sudahlah, aku kalau sinyal masih bisa, tapi di ujung)”
“Kalau aku masih bisa di jangkau di kamar, tapi sedikit ada sedikit ndak ada, kudu naik kursi kadang. Jadi aku kreasikan spot-sopt disana”
“Sinyalku kuat kalau di mercusuaaar, harus ke ujuung duluuu. Tapi itu jauh”
“Hahaha, jangan tanya aku kalo sinyal, aku kudu nyebrang ke pulau marore dulu, dan itu suaranya ngga jelas. Kapan ke marore??? Ngga jelas, nunggu tumpangan, hahhahah”
Pembicaraan berlanjut mengenai kondisi air :
“Air di tempatku melimpah. Ada 3 sumber air. Dan tanah disana subur, bisa ditumbuhi apapun. Tapi ada mesin penyulingan air laut. Tapi ya ngga kepakai. Sepertinya mesin itu kudu dihibahkan ke pulaunya Yuri deh”
“Kalau bicara air,kami bertiga yang terakhir deh”
“Hahahah, kalau aku air ada, tapi ya begitu ngga bening, agak keruh. Kalau hujan apalagi. Tapi sumber masih ada”
“Aku air ada, ada kok. Tapi di gunung. Ngangsu sek rek (baca : menimba dulu)”
“Nah, yang terakhir monggo menjelaskan”
“Aku air ada sih Fur, tapi memang harus di hemat. Keluarnya sedikit-sedikit dan harus dibedakan yang buat minum sama mandi.”
“Lihat ini. Lihat ini (katanya sambil memperlihatkan kulitnya). Disana air ada tapi ya begitu sedikit. Jadi jarang memang mandi. Airnya keruh begitu,”
“Bersyukuuuur kalian ya. Aku disini yang paling jarang mandi. Mandi hanya kadang-kadang dalam seminggu. Seminggu!! Mandi sehari sekali itu indikator kalau air melimpah. Melimpah dalam airtian setiap hari hujan. Jadi air mandiku dari penampungan air hujan”
Sekarang bagaimana dengan listrik??
“Pakai genset lah Fur, tapi ya ngga setiap hari juga. Bensin lagi mahal. Terus yang ambil ke Tahuna juga jarang. Ombak kan emang lagi tinggi”
“Sama deh. Genset ada buat nyalain TV liat nada cinta atau amira”
“Gensetku bukan genset rumahan, tapi genset kampung. Jadi kalau ada pemakaian beban lebih, langsung deh bergelap-gelapan. Dengan resiko genset mudah rusak.”
“Sama”
“Sama lah”
“Bersyukuuuuur kalian, di tempatku gensetnya itu milik kampung. Dan sekarang sedang rusak. Kata kapitalaung (kepala desa) masih di reparasi di Manado dan ngga tau kapan selesainya.”
“Lah, terus kamu gimana???”
“Ya, memang tidak ada listrik terus. Pakai lampu minyak. Kalau mau charge laptop, tunggu ada orang yang mau jualan dulu. Biasanya mereka bawa genset. Dan beli listriknya 5000 sejam. Dan itu antrinya sudah panjang dan berkabel-kabel. Jadi kalau mau lepas 1 kabel terminal, sudah bingung mulai yang mana.”
“Ya ampun”
“Ya Allah”
“Ya Tuhan”
Perjalanan kalian kemari bagaimana?
“Mabuuuk kopraaa!!! Bayangkan sehari semalam duduk dengan minyak kopra. Dan ini kepalaku pusing. Jadi kapalku itu ada sebulan 2x. Itu keliling pulau-pulang terluar selama 10 hari. Dari tahuna, ke pulau Yuri, ke pulauku, ke Marore, lalu bisa lanjut ke Talaud, setelah itu balik ke Tahuna. Ombak besar sih, tapi karena kapal besar, agak ngga kerasa.”
“Nasibku hampir sama dengan Jessica. Tapi kapalku yang ini, jalan kaya keong. Lama sekali. Bisa 2 hari atau 3 hari 2 malam. Tidur bareng ayam, sayuran, kopra. Semuanya deh. Tapi biar nggak bosan aku jalan kesana kesini di kapal. Jadwal kapalku sama, sebulan sekali”
“Aku 2 jam Fur, ombaknya besaaar sekali dan itu hanya pakai pamboats. Bisa diperkirakanlah dari pakaian basahku, bagaiamana ombaknya”
“Ini (menunjuk dry bag) sebagai penghangat, pelampung dan entah apa lagi. Ombak Para Tahuna, sudah yang paling terkenal kan? Dan sebelumnya aku yang ngga bisa mabuk, sekarang bisa mabuk laut”
“Lautku tenang, jadi ngga masalah”
“Dari keadaan pertama aku datang, bagaimana kesan kalian?? Pulauku itu jarang di lewati pelaut, karena jauh dan ombaknya ganas. Ini semua basah, tadi kecebur. Hanya pakai pamboats. Kalau pakai pamboats penduduk bisa 6 jam. Kalau pamboats kapitalaung bisa 4 jam.”
Di pulau kalian bagaimana???
“Indaaaaaaaaaaaah sekalii Furi! Bisa snorkling kaya kamu juga. Tapi terumbunya ngga seindah tempatmu. Dan ikannya tidak sebanyak tempatmu. Tapi pantaiku indah dan tanahnya subur.”
“Tempatku itu di gunung, jadi harus naik gunung dulu dari pantai. Disana sekolahku ada. Tapi pantainya indah sekali.”
“Di para indaaah sekali, ini fotonya. Banyak yang berkebun juga disana. Pantainya sama lah. Sepertinya kita memang dianugerahi pulau2 indah”
“Sama, disana ngga bisa snorkling, tapi seluncur ombak. Karena ombaknya udah kaya di Bali. Makanya mampir dong”
Makanan kalian disana bagaimana??
“Ikan terus Fur. Tapi aku sedia indomie banyak, soalnya mereka kalau sulit ikan hanya makan seadanya.”
“Ikan bakar pakai dabu-dabu. Dan saguuu. Aku masih belum bisa makan sagu”
“Sama, aku juga belum bisa makan sagu. Tapi aku juga kadang sekali makan sayur. Ada sih sayur, tapi jarang”
“Sama deh, ada sagu ada ikan”
“Sagu, singkong atau kalau ngga ya ubi. Tapi pengalaman kemarin, karena ombak besar, sampai ombaknya masuk pembatasnya lo, jadi ngga ada yang melaut, persediaan beras dan sagu meninipis, karena orang tidak berani ke Tahuna, jadi kami makan seadanya. Salah satunya dengan nasi kuah teh manis.”
Murid-murid kalian bagaimana??
“Muridku kocak banget Fur. Pertama kali aku mengajari membaca,ada yang naik-naik ke meja, ada yang ke punggungku. Mereka punya bahasa gaul sendiri. Namanya bahasa Celo”
“Aku belum ketemu muridku. Mereka masih liburan”
“Muridku pemalu Fur. Ya mungkin masih awal mungkin. Ini kan masih liburan”
Dan percakapan yang masiiiih banyak lagiii
Teringat benar hari itu, 5 Juli 2011, pertama kali kami berkumpul untuk koordinasi setelah 2 minggu kita di tempat penempatan masing-masing. Entah mereka setuju, 2 minggu sudah terlalu lama dan masih banyak lagi cerita yang belum ditulis disini. Dan alhamdulilah, melihat mereka sehat, dengan badan ada yang tampak semakin berisi sehat, kulit yang sudah berubah warna menjadi hitam manis, dan badan yang sudah tegap dan kekhawatiran saya berkurang. Bahagia sekali. Sekilas mungkin saya terlalu bahagia mencurahkan keadaan mereka. Benar, kondisi komunikasi yang kurang, membuat lembaran-lembaran cerita harus di tumpuk manis untuk di bagikan ketika kami bertemu. Alhamdulilah,melihat mereka sehat, bercerita, tertawa, senda gurau, tidak ada beda dengan mereka sebelumnya. Kami bercerita, saling menguatkan dan saling berbagi pengalaman mengajar, sambil membicarakan agenda apa yang akan kami laksanakan nanti. Kami juga berbagi dengan teman-teman di pulau lain yang mempunyai pengalaman yang tidak kalah seru dengan kami. Kami menyapa mereka, hanya ingin mengabarkan, bahwa tim Sangihe sudah kumpul sebagian. Rasanya satu hari, dua hari, tiga hari tidak cukup menumpahkan segala kerinduan dan kegilaan kami.
Saya dipercaya oleh teman-teman sebagai koordinator Sangihe. Entah mungkin saya dikategorikan pulau yang terdekat dengan pulau besar. Dekat, dalam hitungan 4 jam :). Oh ya, jangan dikira kita berkumpul full-team. Ketika yang lain sudah datang, kami harus menunggu 3 yang lain belum datang. Dan ketika satu sudah datang, yang satu harus pergi karena ada acara di pulaunya. Dan ketika yang 2 sisanya datang. Dua diantaranya harus segera pulang, karena ombak yang kencang. Dan ketika sisa-sisanya mulai kembali ke puluanya masing-masing. Masih ada yang harus tinggal di Tahuna, karena ketinggalan perahu, dan baru ada 2 hari lagi. Sisanya, harus menunggu minggu depan, hingga ombak lumayan tenang. Ya, lumayan tenang. Koordinasi tidak full team.
Setelah saya kembali ke pulauku, saya bisa menuliskan cerita mereka. Bisa mendokumentasikan foto mereka dan membaca cerita yang sudah mereka tulis untuk di-uploadkan. Semua mempercayai saya untuk mengupload foto, mengirimkan syarat administratif, share cerita mereka. Alhamdulilah, internet di tempatku bisa dikuatkan. Setidaknya satu dari tim Sangihe masih bisa berbagi. Dan kami mempunyai kebiasaan baru adalah bermain TTS (teka teki silang) untuk mengusir bosan :)
Saya benar-benar bersyukur disini bersama mereka. Untung yang disana, disana, disana adalah mereka. Bersyukur sekali, kotak besar tim Sangihe adalah mereka. Kami, akan berkoordinasi lagi tangal 27 bulan Agustus, dan setelah itu belum tentu ada temu lagi, karena geografis tidak memungkinkan kami untuk berkumpul, karena bulan-bulan itu, ombak paling tinggi-tingginya. Kemungkinan kumpul lagi adalaaaah D.E.S.E.M.B.E.R. Bayangkan Agustus-September-Oktober-November-Desember. Semoga bisa full team saat itu. Dan ketika kami sudah tau bagaimana tantangan yang kami hadapi, mungkin sampai setahun lagi, kami saling berjabat tangan, serentak mengatakan “PASTI BISA!!!”.
Tuhan..Tuhan semesta alam, bolehlah kami berjauhan. Bolehlah tantangan Kau berikan supaya kami semakin kuat. Tapi satu Tuhan pintaku, jangan biarkan mereka sakit. Berilah mereka sehat supaya lancar menjalankan aktifitasnya. Amin.
“Ini dan ini semua bukan masalah, namun tantangan di tengah krisis yang ada. Kami yakin prestasi dan karya besar kami akan lebih mudah lahir dan tumbuh di situasi seperti ini. Karena disinilah kesadaran kami terbangun, semangat kami membuncah, tanggung jawab kami tumbuh, serta semangat kompetensi dan perjuangan kami menggebu-gebu. Inilah mengapa kami disini” (Furi-Jessi-Anggi-Vany-Nisa-Yuri-Kiki-Fendi-Luthfi)
Furi, masih di ujung-ujungnya dermaga :)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda