info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Guru Kecil

Furiyani Nur Amalia 1 April 2012

 - - Jangan remehkan, ketika aku bisa melakukan apa yang orang lain tidak bisa lakukan. Apapun itu.

Siapa yang pernah tidak jatuh cinta? Saya pernah. Namun cinta saya kali ini tumbuh bukan pada pandangan pertama seperti di film-film atau cinta yang tumbuh pada saat perpisahan terjadi. Lebih tepatnya, cinta saya timbul ketika dia berhasil menyakiti dan menggoda saya. Ya, menyakiti saya dengan caranya, menggoda saya dengan jenakanya. Gara-gara cintaku ini padanya, saya tak mengindahkan lagi apa kata orang tentangnya. Tak peduli juga apa latar belakang keluarganya. Yang saya tahu, saya mengaguminya.

Skenario cinta kali ini tidak seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Pertama kali mengenalnya dia begitu ‘begal’, banyak tingkah, banyak bicara dan susah minta ampun untuk membaca. Dua tahun dia lalui di kelas yang sama. Alasannya adalah kesuliatan membaca. Saya tak mengapa, kalaupun tidak bisa membaca mungkin dengan sedikit ketelatenan, dia akan segera bisa. Dan ternyata ini sangat meleset jauh dari perkiraanku sebelumnya. Sebulan pertama di kelas dia tidak masuk. Sekalinya masuk dia paling susah diatur. Paling sering ribut di kelas. Inginnya main terus. Putar sana kemari. Saya pernah hampir menangis karenanya. Dengan jam mengajar saya yang harus kesana kemari memasuki berbagai kelas, saya jadi tidak total mengajar di kelas 2, yang notabene saya adalah walikelasnya. Namun ini akan diganti saat belajar sore. Kembali lagi, perkiraan saya amat sangat meleset. Jangankan untuk masuk saja dia tidak tahu, ditambah lagi dia menjadi provokator teman-temannya untuk memilih bermain dibandingkan belajar. Benar-benar harus menghela nafas panjang sekali menghadapinya. Oke, saya jahat. Dalam benak saya dia adalah musuh saya yang harus saya basmi segera saat itu.

Kemauan dan keingintahuan saya akan dirinya bergejolak seketika ketika tekad saya bulat untuk meluluhkannya. Setiap malam saya selalu menyusun strategi bagaimana cara agar dia mendengar apa yang saya perintahkan di kelas. Dan ternyata hamper tiap rencana saya gagal alias kebal terhadapnya. Pada suatu saat ketika saya mengajar di kelas lain dia mengajak teman-temannya ke hutan untuk mencari jambu dan kedondong. Saya kaget bukan main. Saya kira semua kelas sudah kembali pulang, namun dari laporan murid kelas lain, bahsawannya kelas 2 semua pergi ke hutan di belakang sekolah. Mau tidak mau saya harus kesana. Itu benar-benar jauh dan jalannya licin saat itu. Ketika saya sampai disana, dia sudah bergelantungan di atas pohon sambil mengambiilkan kedondong teman-temannya, sambil tertawa terbahak-bahak, entah apa yang dia tertawakan. Saya menyuruhnya turun untuk kembali ke kelas, tapi dia meminta bahwa dia mau turun kalau saya naik juga ke pohon untuk menyusul saya. Saya sampai kehabisan akal waktu itu.

Teman-temanku bilang dia hanya ingin perhatian dariku. Entah kenapa ketika aku selalu memperhatikannya, dia malah bertingkah aneh. Misal, keliling kelas, bernyanyi pake bahasa inggris menurutnya, yang bagiku lebih seperti bahasa mainan yang dia kreasikan sendiri. Kontan semua kelas tertawa dengan kelakuannya. Namun anehnya lagi, semua temannya sangat mendengarkan apa dia katakan. Saya tidak berani melaporkan ke orang tua atau orang tuanya, karena sekali saya melapor maka pukulanlah akibatnya. Dilema sekali saat itu.

Namun dari situ saya belajar banyak darinya, saya akhirnya mengabaikannya apa yang dilakukan di kelas. Lebih tepatnya cuek terhadapnya. Namun masih dalam pengamatan saya. Saya cari kelemahannnya dan saya cari apa kesenangannya. Dalam dua minggu saya banyak menerangkan materi dengan menggabungkan apa yang dia sukai, yaitu menggambar dan mewarna. Mau tidak mau, dia mendengarkan saya. Kelemahannya adalah membaca, karena dia tidak begitu lancar baca dan tulis. Dengan memberikan syarat, jika mau gambar harus maju dulu ke saya membaca buku cerita yang mereka suka di meja saya. Dia luluh pada waktu itu.

Tapi sifatnya yang sering buat ramai di kelas tetap saja. Saya sedikit memberikan ketegasan ke dia. Satu hal lagi, saya takjub sekali walaupun dia masih jelek membaca namun dia bisa sangat bagus dalam berhitung. Dan dia bisa menemukan caranya untuk menjawab tiap pertanyaan lewat gambar dari idenya. Dari situ saya sering memuji pekerjaannnya. Atas musyawarah kelas 2, akhirnya dia menjadi ketua kelas. Tekadnya untuk mau belajar membaca semakin hari semakin tekun, walaupun malam hari dia harus ke rumah saya.

Saya lupa kapan turning point dia malah menjadi seperti partnerku dalam kelas. Walaupun dia masih sering bicara di kelas, namun satu sikapnya yang sering saya tangkap adalah, dia selalu diam pada awal pelajaran, lalu ketika saya memberi tugas, dia akan menjadi paling diam di kelas. Dan ketika saya lihat, dia sangat serius mengerjakan pekerjaannya dan mengoreksinya lagi, setelah itu dia akan keliling kelas. Tahu tujuannya? Memeriksa pekerjaan temannya dan mengingatkan agar tidak banyak bicara. Sejak dulu dia selalu paling awal datang ke sekolah. Setelah saya selidiki, dia di kelas belajar baca buku yang ada di meja saya, sehingga ketika semua saya perintahkan baca, dia tidak ketinggalan dengan temannya. Lalu, dia selalu membersihkan kelas dan dengan kocaknya berakting seperti naik sapu terbang untuk mengajak teman-temannya membersihkan kelas. Dan bakat memimpinnya sudah terlihat, teman-temannya dengan sigap menuruti segala perintahnya.

Kadang saya dibuat tertawa sendiri dengan kelakuannya. Sekarang saya tidak khawatir jika saya harus pindah-pindah kelas. Saya selalu berbicara berdua dengannya saat pagi, mengingatkan temannnya untuk tidak ramai dan mengerjakan tugas pada hari itu. Berhasil! Walaupun akhirnya ramai juga, tapi pekerjaan mereka semua selesai. Namun denga senang hati tanpa dikomando lagi jika ada sampah, dia dengan sigap menirukan kata-kata dan gaya saya

“Hayo, siapa yang mau memungut sampah, berarti dia keren!” Saya pernah mengintipnya dari kelas sebelah.

Gayanya kalau menegur temannya yang ramai

“HEYYY! (lantang dan keras). So selesai ngana??? Cepat jo kasih abis ngana pe pekerjaan. Setelah itu boleh ribut.”

Kontan temannya langsung mengerjakan lagi. Saya benar-benar jatuh cinta dengannya. Sekalipun dia tak pernah sakit atau lemas atau cemberut di kelas saya. Kalaulah dia kecewa, dia selalu buat pelesetan yang buat teman-temannya tertawa. Dan pastinya saya juga. Dan jika memang dia tidak masuk, berarti dia ke pasar dengan ibunya hari itu.

Saya belajar menjadi orang yang sabar dengannya. Darinya muncul banyak ide untuk membantu mengajar, walaupun tidak secara langsung dia mengajarkannya pada saya. Dia yang selalu mengajak temannya untuk bermain dan belajar dengan saya sore hari. Yang notabene, jamaahnya banyak sekali. Bisa dipastikan kalau dia ikut yang lainnya juga ikut.

Im in love with him. Saya banyak berguru darinya. Dan sekali lagi saya bisa berkata, guru tak harus datang dengan sepatu dan seragamnya. Guru bisa hadir dalam sosok apapun, bahkan dalam wujud anak usia 8 tahun :D

*dia : Jernal Tatoha, kelas 2

Encik yang selalu menyayangimu


Cerita Lainnya

Lihat Semua