info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Belajar Menjadi Indonesia

Furiyani Nur Amalia 23 September 2011

Halo saudaraku sebangsa dan setanah air. Lama sekali rasanya tidak posting tulisan baru. Ya, mereka telah mengalihkan duniaku. Tidak terasa saya sudah menginjakkan kaki di bumi Beeng Darat ini di bulan ketiga. Banyak sekali hal yang ingin share dengan kalian. Ya, I’m nothing without you :)

Beberapa bulan, minggu dan hari kemarin banyak sekali hal yang pelajari tentang menjadi Indonesia. Menjadi Indonesia? Kira-kira seperti apa? Entah juga, maka dari itu saya butuh share dengan kalian.

Kemarin sore, selepas sekolah rutinitasku setelahnya adalah makan, sholat dan membuat evaluasi sebentar tentang hasil belajar di sekolah, lalu istirahat sebelum dilanjutkan untuk ekskul atau les. Namun, belum lama saya masuk rumah, murid-muridku sudah berlarian di depan rumah sambil berteriak memanggil namaku, kontan saja saya langsung keluar, “Ada apa??”.

Nafas mereka lelah karena berlari. “Joni pe mamak tarluka habis basoma cari baboca, Encik. Mamak Joni pe tangan tacucuk depe besi. Banyak sekali darah keluar.” (Mamanya Joni terluka setelah melaut mencari gurita. Tangannya tertusuk besi. Darahnya keluar banyak sekali ).

Entah saya tidak tahu bagaimana mengekspresikan kepanikan dan cerita mereka yang begitu serius. Segera saya menuju rumah Joni, untuk melihat bagaimana kejadiannya. Oke, bisa saya jelaskan berdasar dari cerita mamaknya Joni. Disini kalau mencari ikan atau gurita menggunakan besi runcing. Bentuknya seperi senapan yang terbuat dari kayu dengan besi dikaitkan dengan karet, jadi jika karetnya dilepaskan maka mata besi akan meluncur untuk menusuk ikan setelah sasaran terbidik. Alat itu adalah senjata ajaib untuk mendapatkan hasil tangkapan yang mungkin untuk dimakan atau di jual. Dan mamaknya Joni disini bermata pencaharian HANYA sebagai pencari gurita. Kenapa tidak berpencaharian yang lain? Kalian mungkin tahu jawabnya. Seperti biasa gurita selalu hidup di balik batu, maka jika tertangkap, tentakelnya akan sangat lengket dan susah sekali untuk dilepas. Melepaskannya membutuhkan teknik tertentu. Naasnya, ketika gurita ini tertangkap, dia langsung melekat di tangan mamaknya Joni, namun saat hendak melepaskan dari jeratan gurita ini, dia lupa untuk menaruh senapannya, yang akhirnya tak sengaja karetnya terlepas dan otomatis mata besinya menusuk tangannya ke dalam. Darahnya keluar banyak dan saya tak akan melanjutkan ceritanya. Yang jelas saya lebih kasihan ketika saya sampai disana wajahnya pucat, tangannya dibalut kain yang didalamnya ada ramuan campuran tumbuhan dan ramasan kelapa. Ketika saya tanya, di bawa ke rumah sakit saja, mereka jawabnya, “Torang nyanda ada biaya, dari mana torang dapa pe doi, Encik”. Saya diam. Dia melanjutkan, “Untuk makan saja susah, apa lagi besok tidak ada yang mau dijual”. Wajahnya sedih. Saya hanya kasihan dan membantu seadanya.

Oke, tarik nafas sebentar, saya akan melanjutkan ke cerita yang lain. Sedikit kontras dengan kejadian diatas. Sekitar 2 minggu kemarin, teman saya sakit dan dideteksi terserang penyakit malaria. Badannya lemas, pusing dan mual. Sehingga dia harus diungsikan di rumah sakit dari pulaunya. Jangan tanya bagaimana pelayanan rumah sakit disini, lebih dari yang kalian kira. Awal kami datang keadaan tidak ada yang berubah, hanya di periksa, beli obat dan di tempatkan ke kamar yang seadanya. Panas, berisik, kotor. Sembuhkah? Dilayanikah? Jawabnya, tidak. Dia malah tidak bisa tidur lantaran panas, berisik, dan makanan yang disediakan tidak memenuhi. Ya, salah satu faktornya mungkin itu. Berbagai cara kami lakukan untuk melobi orang terdekat yang mungkin bisa membantu memberikan fasilitas lebih, supaya dia bisa dipindah ke tempat yang layak. Dan alhamdulilahnya, berhasil. Ayahnya mempunyai jabatan, jadi beliau bisa minta tolong untuk melobi memberikan pelayanan lebih kepada anaknya supaya anaknya ini menadapat pelayanan dengan baik. Oke, diungsikanlah dia ke tempat yang lebih nyaman. Namun, karena tidak kunjung membaik, maka dia harus dilarikan ke Rumah sakit di Manado. Disana dia mendapat pelayanan yang super. Apapun ada. Karena ruangannya di sesuaikan dengan jabatan sang ayah. :) Renungkan dengan peristiwa pertama :). Bayangkan saja kalau yang berobat tidak punya jabatan? Masih asing atau sudah biasa peristiwa ini di telinga kalian?

Oke, saya lanjut sebentar.. Sudah seminggu ini, topik yang hangat di pulauku adalah tunjangan daerah terpencil untuk guru-guru di pulau tidak diberikan. Ini adalah kali kedua dari tahun lalu tunjangan mereka tidak terbayar. Mereka sangat prihatin, kenapa guru-guru yang di pulau besar di bayarkan sedangkan di pulau yang terpisah tidak. Bahkan mereka sudah akan merencanakan mogok kerja. Bahkan ada yang bilang mereka akan minta pindah mengajar ke sekolah yang ada di pulau besar, meninggalkan pulau.

Pertanyaan saya, kalau kalian diperlakukan demikian apa kalian juga mogok kerja? Apakah membiasakan mereka mengecap dirinya sebagai “terpencil tertinggal” itu masih layak di Indonesiakaan? Entah, saya butuh share jawaban kalian.

Oke, saya memikirkan tanggapan, jawaban atau pertanyaan yang akan terlintas di benak kalian setelah membaca cerita saya diatas..

“kasihan, suruh siapa mereka dilahirkan di daerah seperti itu?” Teman, bahkan mereka tidak tahu mereka akan di tempatkan di daerah ini sejak lahir.

“kasihan sekali rakyat miskin ini. Indonesia kapan majunya kalau begitu”

apakah menurut kalian, jika mereka semua kaya, atau tidak ada orang miskin di negeri ini, tidak ada masalah lagi yang muncul? Kalau semua kaya apa sudah makmur dan maju?

jangan jauh-jauh ke Sangihe lah, di Jawa juga banyak, jawaban picik itu.

Bukan di Jawa saja banyak, tapi rata tersebar di seluruh Indonesia ada.

Menurut kalian, negeri yang makmur sejahtera itu bagaimana sih? Yang semuanya sehat, gemah ripah loh jinawi. Yang semuanya kaya, yang semuanya pintar, yang semuanya tidak korupsi? Aku belum punya jawaban atas itu... Entahlah, aku masih belum bisa belajar menjadi Indonesia, teman...

Aku merasa negeri makmur adalah negeri yang jumlah orang yang kaya dan miskinnya seimbang, namun mereka saling memberi dan menghargai keberadaannya. Kalau kalian?


Cerita Lainnya

Lihat Semua