info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Iuran Kelulusan

Fransiska Tika Oktahirawati 13 Mei 2014

Alangkah senangnya apabila saya termasuk dalam generasi siswa Sekolah Dasar (SD)Tahun Ajaran 2013/2014. Mengapa senang? Karena saya bisa mempersiapkan 3 tahun lebih dini supaya lulus SD dengan nilai yang maksimal. Perjuangan saya agar dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi tidak hanya didasarkan pada soal-soal ujian di detik-detik tahun terakhir saya duduk di kelas 6 SD. Tahun ini, perjuangan siswa sejak kelas 4 SD pun sudah diperhitungkan! Kriteria kelulusan menjadi lebih fair karena memperhatikan juga nilai rapor siswa dari kelas 4. Nilai rapor siswa termasuk dalam pertimbangan dengan presentase yang lebih tinggi dari nilai ujian sekolah yakni 70:30. Seperti yang dikutip dalam news.roteonline.com (21 Maret 2014) dalam artikel “Kepsek Janji Siswa Lulusan UN/US Asal Rote Terbaik di NTT”, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Kadis PPO) Rote Ndao, Jonas Selli, MM mengungkapkan bahwa nilai rapor dinilai menunjukkan kemampuan anak yang sebenarnya. Kini, pertimbangan tersebut menunjukkan bahwa proses belajar setiap anak dihargai.

Kebijakan pemerintah yang memudahkan kelulusan ini tidak begitu saja dianggap enteng. Pemerintah menghimbau agar setiap sekolah melaksanakan strategi siap menghadapi Ujian. Berikut ini pilihan strategi yang bisa dilakukan, yaitu: kurangi pesta pora supaya anak-anak tidak ikut mete (begadang), orang tua membatasi anak untuk menonton TV, mengatur jam belajar malam di rumah yaitu mulai pukul 17.00-19.00 WITA, mengadakan les tambahan, dan melakukan karantina menjelang ujian bagi siswa kelas 6. Tentu saja les tambahan menjadi menu wajib yang harus diikuti oleh setiap siswa. Pendalaman materi dan latihan soal sudah menjadi agenda rutin yang harus mereka lalui sebelum ujian berlangsung.

Cara yang menurut saya unik adalah pelaksanaan karantina di SDN Tesabela. Karantina dilaksanakan dengan tujuan agar guru-guru dapat mengontrol kegiatan siswa dan mendampingi mereka saat belajar. Hal ini dilakukan mengingat keluhan orang tua yang susah mengontrol anaknya untuk belajar, sedangkan mereka sendiri juga punya kesibukan bekerja di kebun dan sawah. Oleh karena itu, dilaksanakanlah karantina yang dimulai dari bulan Maret 2014. Aturan karantina mengharuskan setiap siswa kelas 6 untuk menginap di sekolah. Jadwal kegiatan siswa selama menginap di sekolah juga sudah diatur. Saya jadi teringat ketika sekolah di asrama, persis sekali seperti apa yang mereka alami sekarang. Lalu dimanakah keunikannya? Karantina ini melibatkan peran serta orang tua. Masing-masing orang tua kelas 6 telah memiliki jadwal untuk bertugas memasak. Selain iuran tenaga, orang tua juga sepakat menyumbang beras dan uang untuk mencukupi kebutuhan makan siswa kelas 6. Uang yang terkumpul akan dibelanjakan sepenuhnya untuk membeli sayur, lauk, dan bumbu masak.

Keunikan berikutnya adalah himbauan dari Kepala Sekolah bagi siswa-siswa kelas lain untuk membawa kayu bakar. Awalnya saya bertanya untuk apa kayu bakar itu. Hati saya tersentuh ketika melihat bahwa kayu bakar yang terkumpul nantinya digunakan sebagai bahan bakar memasak di tungku. Jumlah kayu bakar yang harus dibawa berbeda untuk setiap kelas. Siswa kelas 2 iuran 2 batang, siswa kelas 3 iuran 3 batang, dan begitu seterusnya. Pada akhirnya, kebutuhan kayu bakar untuk memasak di sekolah sudah cukup terpenuhi. Asal tahu saja, kayu-kayu bakar yang mereka kumpulkan adalah hasil usaha masing-masing dengan mencarinya di hutan terdekat. Sungguh menarik melihat bahwa adik kelas juga bisa ikut iuran.

Iuran berikutnya adalah dari guru-guru. Selain mendampingi les tambahan, guru-guru juga memiliki tugas piket jaga malam. Jadi, akan ada guru yang datang untuk mendampingi siswa kelas 6 belajar malam. Jika memungkinkan, maka tidak jarang guru ikut menginap di sekolah. Baru kali ini saya melihat kebersamaan seluruh warga sekolah untuk mendukung kesuksesan siswa kelas 6 lulus dalam ujian. Menurut saya, ini adalah bentuk iuran sederhana yang sungguh berarti. Saya melihat bahwa ada kebersamaan yang terjalin untuk mendukung keberhasilan setiap siswa di sekolah. Tanggung jawab pendampingan tidak dibebankan hanya kepada wali kelas 6 saja, melainkan melibatkan orang tua juga guru-guru wali kelas lainnya. Oleh karena itu, beban pendampingan terasa lebih ringan karena semua pihak terlibat turun tangan menyukseskan setiap siswa agar siap menghadapi ujian. Semoga hasil usaha bersama didukung dengan semangat belajar siswa kelas 6 setiap pagi, siang, dan malam, membuahkan hasil yang baik.

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua