info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Bak seorang "Artis"

Francisca Andana Okasanawati 4 Januari 2012

Menjadi seorang Guru itu tidaklah mudah, tugas yang berat sudah  menanti menjadikan anak – anak ini menjadi bintang dan pemimpin di  negeri ini. Menjadi Guru disini sangatlah istimewa, “seperti seorang artis”

Tidak pernah kubayangkan dalam benakku, menjadi seorang guru SD. Bagaimana tidak? Sosok Guru yang ada dibayangan kita adalah seorang yang setiap hari datang ke sekolah, lalu mengajarkan pelajaran disekolah yang kerjaannya itu – itu saja. Kebanyakan dari kita selalu menyepelekan pekerjaan seorang Guru. Namun sosok  Guru tidak akan pernah luput dari kehidupan kita, tanpa seorang Guru mungkin kita tidak bisa membaca menulis bahkan meraih impian kita.

Setiap hari yang kulalui di sini semakin membuatku tersadar, bahwa ini sebuah kenyataan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, aku tak menyangka kini aku menjadi sosok Guru SD bahkan hingga di Selatan Kalimantan Timur, yang kini selalu dipanggil setiap pagi dengan sapaan lembut anak – anak SD. Pertama aku datang ke sekolah ini, ya SD Negeri 015 Sungai Tuak Tanah Grogot Kaltim, bergerombol anak – anak kecil melihatku dan mengatakan.

Ibu guru baru, guru baru gantinya Bu Mutia, Bu Mutia adalah sosok Guru Muda yang sama denganku lebih tepatnya seniorku, Pengajar Muda angkatan I. Terbelesit kata pengganti yang sangat mengganggu benakku, kuterus melangkah memasuki ruangan kantor disambut haru bingar anak – anak dan sapaan ibu bapak guru lain. Kuterus memutar otakku kusadari bahwa aku tidak mampu menggantikannya namun lebih tepatnya meneruskan perjuangan para pemulaku, Pengajar Muda.

Setiap hari ada saja tingkah anak – anak yang membuatku tertawa, jengkel maupun terpesona. Kurasakan disini aku bak seorang artis, setiap aku datang kesekolah anak- anak selalu mendatangiku, berteriak memanggil namaku dan berbondong – bondong menyalamiku, akupun menyapa mereka satu persatu. Terkadang aku hanya tersenyum melihat celoteh mereka, kubalas sapaan mereka dengan lontaran senyum semanis mungkin ;)

Ketika ada yang menyapa pagi ibu kusapa kembali mereka “pagi anak – anak”. Rasanya begitu hebat dan luar biasanya ketika tangan ini disentuh oleh mereka, getaran dahsyat selalu kurasakan dalam hati bahwa tugas sebagai seorang guru ini sangat mulia. Aku merasa disayang dan banyak ditunggu oleh bintang – bintang harapan untuk negeri ini.

Dahulu aku merasa bahwa menjadi seorang guru adalah pekerjaan mudah, dan sederhana namun ketika aku menjadi sosok seorang guru, tidak semudah yang aku bayangkan. Sebagai seorang guru kita harus mampu memunculkan potensi anak- anak didik kita, menjadi panutan dalam setiap gerak gerik kita, membuat mereka menjadi pemimpin masa depan dan membuat mereka bisa meraih masa depan mereka.

Tak terasa sudah dua bulan aku berada di SD ini, kulihat dan kutelusuri setiap apa yang aku temukan, anak -  anak itu terus menginspirasiku, senyum mereka membuat aku terus melangkah mengayunkan langkahku untuk pergi ke sekolah. Semangat mereka sungguh luar biasa, setiap jam tujuh mereka sudah datang, meskipun guru –guru datang dan memulai pelajaran jam delapan.

Mereka selalu bersemangat datang ke sekolah ketika jalan becek dan susah dilalui, mereka menenteng sandal dan sepatu mereka. Jalan di sini sangat susah dilalui ketika turun hujan atau air pasang, ketika tanah terkena air maka saat kita melewatinya akan menempel disandal atau sepatu kita, terkadang akupun bersama anak – anak berjalan cakar ayam atau tidak memakai alas kaki.

Setiap pagi anak – anak menghampiri kerumah dan menjemputku untuk datang ke sekolah,  minggu kedua kami ke sekolah bersama – sama menggunakan sepeda. Saat hujan mereka membawakan sepedaku, katanya; “bu kami bawakan sepedanya, ibu bawa sepatu ibu saja, kami sudah biasa, takutnya baju ibu kotor dan ibu terpeleset jatuh jadi ga ngajar nanti.”

Aku sampai terharu mendengarnya, setelah sesampai di sekolah mereka tidak menaruh sepedaku begitu saja, mereka mencucikan sepedaku sampai bersih agar bisa dipakai saat pulang.

Ada cerita beberapa hari yang lalu saat aku berengkat kesekolah sendirian tak dijemput anak- anak, aku mengayuh sepedaku seperti biasa. Jalanan yang licin dan penuh lumpur kulewati, sepedaku masih berjalan dengan baik – baik saja, saat hampir tiba di sekolah sepedaku tak mau dikayuh, kupandangi sepeda itu apa yang salah, dan ya semua roda penuh tertutup tanah liat, aku bingung dan panik karena waktu sudah menunjukkan pukul 8 kurang 10menit, lalu dari arah depanku terlihat 3 muridku berteriak : “sepedanya kenapa bu? Oh itu harus dibersihkan bu !” kata mereka dengan memakai bahasa Bugis.

Lalu mereka membawakan sepedaku dan berkata: “makanya bu kalo hujan kita ke sekolah tidak membawa sepeda, ibu sie sudah tau hujan dibawa sepedaya.” Kupikir – pikir benar juga ya, dan aku merasa bodoh sekali, lalu mereka membersihkan sepedaku dan memandangiku, ya ampun bu itu rok kotor sekali, bu kalo hujan pakai celana panjang aja dan lipat tinggi-tinggi bu celananya biar ga kotor, aku hanya tertawa dalam hati, berguman “pintar sekali anak-anak ini dan perhatian sekali sama aku.”

Setelah sekian lama ku memandangi mereka membersihkan sepedaku dan menyadari sepatu hingga rokku kotor, tak lama sepedaku bisa berjalan sedikit demi sedikit, aku bersama 3 muridku mendorong sepeda itu ramai-ramai, dan datanglah 1 murid laki-laki kelas 6 namanya Madi, dia murid laki-laki paling baik dan penurut di kelas 6, dia melihatku dan berkata : “alamak ibu bajunya kotor semua itu bu, sepedanya ga bisa jalan bu? Sini saya bawakan, dicuci dulu ini bu!” Akhirnya Madi membawa sepedaku dan mencucikannya didekat sungai disebelah sekolah, datanglah Mega murid kelas 5 dia membawakan sepatu yang kutenteng dan mencucikannya, semua anak – anak datang dan membantuku membersihkan rok, sepatu dan mencucikan sepedaku hingga bersih. Ada yang mengambil air dari sungai, ada yang membersihkan tanah – tanah yang ada di sepeda, ada pula yang mengelap sepedaku. Perasaan haru menyelimuti hati, tak kusangka mereka begitu baik, ketulusan mereka membantuku terlihat ketika mereka beramai-ramai mencucikan sepedaku, ada yang mengambil air dari sungai, ada yang membersihkan roda sepedaku, ada yang mengguyurnya hingga bersih. Setelah mereka mencucikan sepedaku mereka masuk kelas, belajar bersunguh – sungguh seperti biasa, mereka selalu menantiku untuk masuk kelas.

      Ketika aku melewati rumah merekapun, mereka selalu berteriak : “ibu Oka, ibu Oka salim bu salim.”  Aku pun turun dari sepedaku dan menyalami semuanya. Hah benar – benar aku bak artis yang ditunggu para penggemar dan semua ingin menyalamiku, mungkin bayanganku terlalu jauh, tetapi inilah yang terjadi di sini. Terkadang mereka mengintip apa yang aku kerjakan di kantor guru, mengikutiku kemana aku berjalan,  sampai ada guru yang heran dan mengatakan ; “ nak, belum puas lihat ibu oka kalau lagi ngajar ya?” Akupun hanya tertawa dan terdiam, ya mungkin karena aku masih guru baru pikirku. Ini Hidup baruku satu tahun ke depan, banyak alasan ketika meninggalkan semua hidup yang kumiliki, namun aku yakin bersama mereka satu tahun aku banyak belajar, terutama belajar berbagi ilmu, Bangsa ini berapa puluh tahun lagi akan ditangan mereka, jadikan mereka Bintang – Bintang Harapan. Oka ;)


Cerita Lainnya

Lihat Semua