Tumpah melebihi batas ekpektasi

Firman Kurniawan 17 Januari 2011
Pernahkah kamu membayangkan pergi ke sebuah tempat dimana laut membentang luas tanpa batas dan angin semilir berhembus menyapu rambut. Langit biru cerah bagai cat yang tumpah di atas sebuah kertas gambar polos, biru tak bernoda. Majene, sebuah daerah yang kupikir akan seperti daerah terpencil yang pernah kudatangi sebelumnya. Semua yang hadir disini mencuat tumpah melebihi wadah ekspektasi. Mungkin seperti inilah perasaan yang sebelumnya pernah diberitahu oleh salah seorang guru hidupku, Pak Sjahid. “2 bulan pertama disana akan jadi bulan madu buat kalian”, begitu dia bilang. Langit yang terlihat disini bukanlah langit biru yang biasa terlihat. Beberapa warna bercampur sekaligus sehingga entah harus didefinisikan sebagai warna apa. Semburat cahaya jingga bercampur merah muda bercampur pula kuning, putih dan dan biru, sehingga istilah ‘langit gado-gado’ mungkin bisa dipakai untuk mendefinisikannya. Pantai yang ada juga tampak tidak begitu dalam. Kabar yang sangat baik untuk para pencinta olahrga renang di laut lepas. Kabar baik pula bagi orang yang ingin belajar berenang. Sudah jelas pula, ini kabar baik buatku pecinta laut dan renang, komposisi yang pas. Terlihat beberapa anak kecil dan nelayan sedang menaiki sampan tidak jauh dari garis pantai. Suasana pedesaan yang kental tanpa  gangguan suara kendaraan bermotor sangat terasa. Disini pun pantai yang ada mengahadap ke arah barat, sehingga jelas bahwa matahari yang terbenam akan menjadi santapan setiap harinya. Itulah beberapa hal yang menjadi suguhan dari Kabupaten Majene untuk kami, 10 orang Pengajar Muda, ketika kami berada dalam perjalanan ke tempat penugasan selama 1 tahun. “wow, ini sih bener-bener tempat bulan madu” kubilang dalam hati. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke desa tempat tinggal masing-masing PM (Pengajar Muda). Semua PM ditempatkan di tempat yang berbeda, satu orang masing-masing untuk 1 sekolah terpencil. Perjalanan dari jalan raya menuju ke tempatku dilakukan dengan menggunakan mobil jip sejauh 6 Km dan dilanjutkan dengan berjalan kaki kurang lebih 5 Km. “Fiuhhh. Cape juga kalau nanti mau pergi ke jalan poros”. Keluhku dalam hati. Sekitar 20 menit perjalanan, sampailah aku di daerah yang akan kutempati. Dusun Beroangin, sebuah dusun yang terletak di sebuah bukit dengan kondisi geologi naik-turun layaknya film ‘ninja hatori’. Tidak lama kuamati, langsung aku beranjak menuju rumah tempat tinggalku. Bentuk dan kondisi rumahku tidak membuatku begitu asing, karena sebelumnya aku sudah pernah melihat foto rumah yang akan kutinggali ini. Namun ada satu hal yang membuat mataku langsung tertarik. Sebuah bangunan yang terpaut jarak sekitar 300 meter dengan rumahku. Sebuah bangunan yang selama ini hanya dapat kubayangkan dengan melihat foto-fotonya saja. SDN 33 buttutala, sebuah surga ilmu dunia, terletak di atas bukit dan persis sekali ada di depan mataku. Tempat yang nantinya akan menjadi rumah bagi anak-anak muridku. Rumah itu diisi oleh anak-anak yang akan menjadi bagian dari keluarga baruku. Selain itu, woowww, di depan sekolah tersaji pemandangan yang luar biasa indah. Bukan hanya pemandangan pantai, melainkan juga lembah gunung dan matahari terbenam dapat menjadi menu hidanganku setiap sore hari. Mudah-mudahan nantinya canda tawa anak-anak dan semangat belajar mereka bisa menjadi paket tambahan yang mengenyangkan. Mungkin seperti ini rasanya bulan madu, setiap detiknya dipenuhi hal-hal asing namun mampu menaikkan libido dan gairah tersendiri. Entah 2 bulan ini akan menjadi bulan madu sepenuhnya atau hanya bertahan beberapa saat. Terpikirkan pula apa yang akan terjadi setelah 2 bulan itu, bosan? Jenuh? Atau semakin betah?. Itu bukan masalah yang harus kupikirkan sekarang kurasa. Untuk saat ini kunikmati saja bulan maduku. Semoga saja akan terasa seperti bulan madu untuk 1 bulan, 2 bulan, ataupun selama 1 tahun berada disini.

Cerita Lainnya

Lihat Semua