Namaku Masa Depanku (part 2)
Firman Kurniawan 12 Maret 2011
Tidak lama setelah tragedi pemberian nama ke-1. Hari itu aku sedang mampir ke salah seorang teman guru di dusun ini, Harisandi alias Sandi. Malam itu aku memang berencana untuk bermalam di rumahnya. Disana kebetulan ada seorang anak balita yang selama ini kupanggil “si juteks”, selain itu ada pula mamak dari si Juteks.
Obrolan pun dimulai dengan hal-hal ringan dimana aku mencoba bermain dan menghibur si Juteks. Namun sesuai dengan namanya, 'Si Juteks', orang sepertiku pun tidak mempan di hadapannya.
“Hei, kok ga pernah senyum sih. Mukanya cemberut terus”. Kataku padanya.
“ayayyyayyya…”, jawab si Juteks. Mungkin dalam hatinya ia bilang
“terserah gue donk, muka muka gue”.
Tersinggung mendapat jawaban tidak jelas dan ekspresi yang datar, langsung kuhantam kembali si juteks dengan jurus kedua.
“cilukkk…Baaaaa…”. Sambil menutup dan membuka tangan di depan mukaku.
“aaaayyyaaa……”. Artinya “lu pikir mempan cara kayak gitu, basi!”. Itupun dengan ekspresi datar dan cemberutnya.
Orang-orang yang melihatku dan si juteks hanya menertawakan. Dalam hati aku merasa dilecehkan oleh si juteks satu ini. Kulancarkan serangan terakhirku. Jet Coaster!! Akan kuangkat badannya dan sedikit kulempar keudara. Biasanya anak kecil akan tertawa seketika ketika kuberikan jurus ini. Tapi yang terjadi adalah saat akan kupegang badannya ia mulai mengeluh, dan saat kuangkat badannya ia mulai menangis.
Selesai sudah, aku menyerah mencoba menghibur si jutek. Langsung kuserahkan kembali pada ibunya.
“Dia lagi sakit terus mas.” Keluh ibunya.
“coba kasih obat bu. Aku ada obat tuh di rumah”.
“ga mas, mizwar salah dikasih nama kayaknya”.
Ohh, akhirnya aku tahu juga nama asli si juteks, Mizwar. Tapi aku mencium nada-nada aneh pada kalimatnya. Dan ternyata hal terakhir yang kuharapkan terjadi, terjadi juga.
“Kasih nama ya pak, bapak ganti namanya mizwar jadi yang lebih bagus supaya ga sakit-sakit lagi”. Ujar ibunya penuh harap.
“Oh,,not again!” dalam hati kuucapkan keras-kesar.
“Jangan bu, udah bagus namanya. Lagian kan bapaknya lagi ga disini, nama yang paling bagus itu nama yang langsung dikasih orang tuanya.” Kataku mencoba mengelit.
Singkat kata, peristiwa mengelit dan memohon terjadi kurang lebih 10 menit, sampai akhirnya aku mengalah karena tidak enak hubungan kami merenggang.
Kuingat-kuingat kembali peristiwa yang terjadi tidak lama ini dimana aku harus membuat nama dalam waktu singkat. Langsung saja kubuat nama-nama yang menurutku bagus. Ternyata proses pemberian nama kali cukup menyenangkan. Aku menuliskan semua-semua nama yang akan dipilih ke beberapa carik kertas. Pertama aku menulis nama yang menurutku sangat scientist dan berbau keilmuan. Kutawarkan nama pertama, Gamma Antariksa. Ternyata tanggapannya dapat kutebak, mamak si juteks kurang familiar dengan nama seperti itu. Lalu kucoba dengan nama-nama Arab, Ibrahim, Isa, Yahya, dan Adam. Tapi lagi-lagi belum ada yang sreg untuknya. Sempat iseng-iseng ingin kutawari nama-nama sunda dan jawa seperti Cecep, Ucup, Endang, Maman, Karno, Tarjo, Tukimin, dll, tapi akhirnya kuurungkan niatku.
"Hmm, sulit juga memberi nama."
Kucoba memberi nama “Muhammad Alfath” yang diambil dari nama Rasul dan Surat Alfatihah. Orang-orang terlihat sepakat, namun tampaknya tidak untuk sang ibu.
Lebih dari 20 nama kutawarkan namun sang ibu tampak belum memperlihatkan tanda-tanda setuju. Proses yang awalnya menyenangkan ternyata sudah berjalan hampir satu jam. Lama kelamaan aku pun kehabisan ide dan mulai jenuh. Akhirnya kucoba satu peruntungan terakhir.
“Kali ini harus diterima”. Dalam hati kuteriakkan lantang-lantang.
“Bu, gimana kalo ini aja namanya?” tanyaku sambil menyerahkan tulisan di selembar kertas.
Senyum tampak sedikit merekah di bibirnya.
“nama yang ini bagus mas! Mudah-mudahan ga sakit lagi ya.” Begitu dia bilang.
“Ahhh” lega rasanya. Namun entah kenapa pemberian nama ini membuatku tidak bisa berhenti tertawa semalaman. Bukan karena prosesnya, tapi karena nama yang kuberikan. Nama yang kuharap se’awesome orangnya.
Nama yang kuberikan adalah, 'Adi Perdana', temanku di Indonesia Mengajar. (sori Adi Garuda!!! haha..).
Saat itulah kutetapkan, mulai saat ini jika seseorang memintaku untuk memberi nama pada anaknya, akan kuberikan nama semua teman-temanku. Sehingga jika mereka suatu saat datang ke dusun ini, saat itulah mereka akan menyadari bahwa Dusun Beroangin dipenuhi dengan nama-nama mereka. Warga pun tidak akan kecewa karena mereka berpikir bahwa nama dapat menentukan masa depan anaknya.
Masa depannya menjadi teman seorang Firman BK.
Not bad huh? (hehehe…)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda