Bukan Tentang Gaji

Fina Azmiya 7 September 2016

Panas Bumi Kalwedo ini memang agak keterlaluan. Matahari serasa ada tujuh di sini, seolah ingin membakar apa saja yang berani menampakkan muka di bawahnya. Tapi olehnya, panas matahari ini diabaikan begitu saja. Wanita itu masih menunjukkan semangatnya memberikan apel siang untuk anak-anak. Ada gurat-gurat letih, namun suara tegasnya menutupi guratan itu.

Namanya Helony, tapi orang-orang memanggilnya Weli. Entah dari mana asal nama Weli ini, anak-anak pun memanggilnya dengan “Bu Weli”. Sekilas, wajahnya memang terkesan agak galak. Mata tajamnya, pipi tirus, serta suara serak beratnya, memberikan kesan ia agak sedikit galak. Tapi, begitu mengenalnya, orang pasti akan langsung merubah pandangan. Ketika di rumah, ia adalah sosok ibu yang bijak dan tegas. Pun demikian ketika berhadapan anak-anak kelas 1 setiap harinya, ia begitu sabar, penuh tawa, tapi tegas.

“Kalau saya mengajar dari lulus sekolah dulu, Bu. Awalnya mengajar TK, lalu SD. Tapi ya putus-putus, karena mencari penghidupan. Lalu kembali menjadi guru dari 1998 sampai sekarang” begitu katanya, ketika kami berjalan bersama sepulang sekolah.

Ia lalu melanjutkan ceritanya tentang jalan panjangnya menjadi seorang abdi Negara.

“Harusnya, saya sudah menjadi pegawai negeri sejak tahun 1986, Bu. Tapi karena ada keterbatasan ketika itu, saya batal diangkat”

Kegagalan ini tak lantas membuatnya mundur. Ada keyakinan yang begitu besar dipegang oleh ibu ini. Menurutnya “Kalau Tuhan berkehendak, sepanjang apapun jalan yang saya lalui pasti ada ujungnya”.

1998, ia kembali menjadi guru sukarela. Benar-benar sukarela bekerja untuk anak-anak bangsa. Kemudian 2010, ia diangkat menjadi guru kontrak daerah dengan perjalanan yang tentu tidak mudah. Menjadi guru kontrak daerah membuatnya harus berpindah ke pulau sebelah meninggalkan keluarga di kampung halaman. 2 tahun lamanya ia menjadi guru kontrak di pulau Luang, dengan gaji ala kadarnya. Bahkan, suatu ketika gajinya selama beberapa bulan tak sampai di tangannya, ia pun tak tau kemana larinya. Barulah 2013 ia resmi menjadi Pegawai Negeri. Perjuangan panjangnya menjadi Pegawai Negeri rasanya mengingatkan bahwa tak ada pencapaian yang diperoleh dengan cara instan. Dan bahwa hasil tak mengkhianati proses. 

“Bu, perjalanan ini bukan tentang besarnya gaji, to. Berbulan-bulan tidak mendapat gaji tidak lantas membuat saya menyerah. Tuhan selalu punya rencana yang lebih indah” begitu tuturnya sambil menyunggingkan senyum.

Ah iya, ketika banyak orang mengejar gaji sebagai target, di ujung sini masih ada orang yang rela bekerja demi negeri, tanpa menerima gaji. Mungkin memang benar, kepuasan hati tidak bergantung pada besarnya gaji, tapi bagaimana kita memaknai.                             

Dan pasti, masih ada banyak Helony Helony lain yang bekerja dalam sunyi, tanpa bising mengumbar kata tak bermakna.

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua