info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Satu Jam Lebih Dekat (part 2)

FidellaAnandhita Savitri 12 November 2015

Di bulan November ini, Adam yang dapat giliran menjadi moderator, tidak sempat menyiapkan topik. Malam itu, kami hanya tertawa-tawa saja melihat Adam kehabisan ide dan mulai meracau, meminta kami menulis sesuatu yang serius di kertas.

"Males mikir Daaam." Kami kompak protes. Memang, 2 bulan terakhir ini kegiatan di kabupaten padat sekali. Rapat serius bisa sehari berkali-kali. Jadi di malam itu kami hanya ingin sesi "Satu Jam Lebih Dekat" yang topiknya santai.

Adam mengalah. Adegan tulis-menulis batal. Sambil tetap meracau ngantuk, ia minta direkamkan video monolog. Curhat ke diri sendiri. Awalnya becanda saja. Lama-lama, apa yang disampaikan makin dari hati. Baper, kalau kata anak zaman sekarang.

Saya memohon-mohon untuk direkam ulang karena saat giliran saya, ‘belum panas’. Pikiran saya masih sibuk dengan segala urusan bulan depan, bulan terakhir di Paser ini.

"Take two dong plisss!" pinta saya, memelas. Dengan konsekuensi harus pasrah diledek habis-habisan, mereka mengiyakan bagian saya diulang.

Saya mendadak ingat doa-doa sebelum berangkat ke sini, maju-mundur memantapkan hati, meluruskan niat, dan meyakinkan diri bahwa saya sudah membuat keputusan yang tepat.

“Sebelum daftar jadi PM, dulu gw pernah berdoa. ‘Ya Allah, kalau saya bisa bermanfaat untuk masyarakat, lancarkan. Kalau belum, tunjukkan’. Sekarang, walaupun gw nggak bisa menakar seberapa bermanfaat, gw bisa bilang...”

Saya mengatur napas dan menelan ludah. Mati-matian mengendalikan emosi. Terharu, bangga, sedih, semua bercampur jadi satu, menengok apa-apa yang terjadi 10 bulan ke belakang.

“...this is one of the best big decision I've made so far".

Setelah selesai, Fajri komentar, "aku tersentuh denger Della ngomong  tadi. Jadi, seberapa bermanfaat kita di sini? "

Adam menimpali, "gw percaya kok kita di sini pasti ada manfaatnya."

Saya yang kala itu masih susah payah menata rasa, hanya bisa tersenyum. Sudah kehabisan kata-kata. Memandangi mereka satu per satu, saya tak hentinya bersyukur.

Bersyukur dipertemukan dengan mereka. Bersyukur akan sesi "Satu Jam Lebih Dekat" yang mendekatkan. Pada mereka, juga pada diri sendiri. Bersyukur memiliki keluarga baru, rumah baru, tempat pulang baru.

Bersyukur selalu diingatkan untuk menebar kebaikan lebih banyak karena kita hidup dari kebaikan orang banyak. Bersyukur untuk terus berusaha memberi manfaat. Bersyukur bisa memaknai kehidupan dari berbagai sisi.

Bersyukur, bersyukur, dan bersyukur.

Karena jadi Pengajar Muda bukan hanya soal mengajar, menginspirasi, ataupun mengasah kepemimpinan. Bukan. Jadi Pengajar Muda, kita juga belajar melihat lebih dekat. Satu tahun lebih dekat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua