Pak Polisi As'at

FidellaAnandhita Savitri 12 April 2015

Namanya As'at, kelas 6 SD. Cita-citanya bersekolah di Jawa dan menjadi polisi. As'at ini anak yang cerdas dan mempunyai rasa penasaran yang tinggi. Di kala teman-temannya pergi jajan pentol dan es saat jam istirahat, ia seringkali lebih memilih tinggal lebih lama di dalam kelas untuk bertanya apa pun pada saya. Mulai dari pecahan yang sulit, siklus rantai makanan, belajar bahasa Inggris, sampai cara bermain suling.

Pengajar Muda sebelum saya menitipkan amanah untuk mendaftarkannya ikut seleksi beasiswa untuk melanjutkan pendidikan SMP-SMA gratis di Bogor. Dengan senang hati saya bersedia membantunya! Ini kesempatan emas bagi pengembangan diri As'at.

Sebetulnya, ada 2 orang anak lagi yang menjadi kandidat, namun dilarang orang tuanya dengan alasan tidak siap kalau anaknya yang masih kecil merantau terlalu jauh.

Mengetahui hal ini, As'at mengurungkan niatnya untuk ikut seleksi. Tidak ada teman, begitu alasannya. Saya bilang, yang penting dicoba dulu. Ini bisa menjadi salah satu jalan mencapai cita-citanya.

Seleksi berkas As'at lolos, namun As'at masih bersikeras untuk mundur. Saat saya meminta bantuan orang tuanya untuk membujuk As'at, ibunya malah berkata "Saya terserah anak saya saja. Kalau tidak mau ya mau bagaimana lagi?"

Akhirnya saya menyerah dan melangkah pulang dengan gontai. Tanpa ekspektasi apa-apa, saya menelpon wali kelasnya, menitipkan As'at untuk didampingi kalau ia bersedia mengikuti tahap seleksi berikutnya. Walau bagaimana pun, tetap ada secercah harapan, siapa tahu As'at berubah pikiran.

Malam sebelum hari-H seleksi, wali kelas tersebut menelpon saya, menyampaikan kabar gembira bahwa As'at mau ikut seleksi. Sontak saya berseru kegirangan.

Esoknya, saya bertemu dengan sang wali kelas yang sedang menunggu As'at selesai tes. "Ada angin apa je, Pak, As'at akhirnya mau? Berbusa-busa sudah saya bujuk dia, ndak berhasil" saya penasaran. Ia tertawa. "Saya pakai jurus gombal maut, Bu," candanya. Saya mendesaknya untuk cerita.

Ia pun menjelaskan "Saya bilang begini saja, Bu. 'As'at, kamu lahir di mana? Tanjung Aru. Besar di mana? Tanjung Aru. Sekarang kamu punya kesempatan sekolah di Jawa, gratis lagi. Kalau kamu sia-siakan, sampai mati kamu ya tetap begini-begini saja di Tanjung Aru. Mau kamu?' terus As'at diam saja, Bu. Saya lanjutkan 'Jangan cuma karena ndak ada teman, takut sendirian, kamu ndak jadi ikutan'"

"Terus?"

"Ya sudah. Langsung semangat lagi dia." tutupnya.

Wow. Benar memang, gombalan maut sang wali kelas tersebut ampuh. Terima kasih ya, Pak, sudah membuat As'at bersemangat lagi.

Selang sebulan, peserta yang lolos tahap 2 diumumkan. As'at tidak lolos. Tidak apa-apa, pikir saya. Peer berikutnya adalah bagaimana menyampaikan kabar tersebut pada As'at. Tadinya, saya berpikir untuk meminta bantuan wali kelasnya lagi, namun saya urungkan niat itu. Biar saya dulu, nanti kalau ada respon yang tidak diharapkan, tinggal gombalan maut sang wali kelas yang turun, hahaha.

"As'at, sini, Nak" panggil saya sambil memutar otak, bagaimana cara menyampaikan kabar tersebut. "Hasil beasiswa kemarin sudah keluar. Kamu belum lolos" Akhirnya saya putuskan berkata apa adanya. "Tapi Ibu salut sama kamu. Maju terus, berani mencoba walaupun sendirian. Gpp ya, Sayang?" Satu tepukan halus saya daratkan di pundaknya.

Ia menunduk seraya bergumam. "Iya, Bu"

"Masih mau sekolah tinggi ke Jawa kan? Jadi polisi?" saya ikut menunduk, menengadah menatapnya, mencari keyakinan dari jawabannya.

As'at membalas menatap mata saya dan mengangguk. Saya pun tersenyum lega dan kembali menepuk pundaknya beberapa kali. Ibu tahu, Nak. Kamu bukan orang yang gampang putus asa. Ketakutan dan kegagalan bukan halangan mencapai impian.

Karena sebaik-baiknya impian adalah yang diwujudkan.

Ibu tunggu di Jawa 10 tahun lagi, Pak Polisi As'at!


Cerita Lainnya

Lihat Semua