Menemukan Harapan

FidellaAnandhita Savitri 8 November 2015

Di awal semester baru, saya mengobrol santai dengan kepala sekolah saya. "Pak, ndak ada kah rencana bikin pertemuan wali murid dalam waktu dekat? Jadi ke depannya enak kalau sudah ada komunikasi di awal."

"Rencana saya memang begitu, Bu Della. Kemungkinan di akhir bulan Agustus."

Saya nyengir girang ketika beliau benar-benar serius akan mengadakan forum pertemuan. Sebuah gebrakan yang kelihatannya sederhana, tapi memberikan setitik harapan baru untuk kemajuan pendidikan di SDN 001 Tanjung Harapan.

Hari yang dinanti pun tiba. Yang biasanya melaut, mengurus anak, pergi ke tambak, kali ini semua bergegas menuju satu tempat: gedung serbaguna desa. Sekitar 400an wali murid berkumpul. Dalam foto, baru separuhnya yang hadir. Pada saat acara dimulai, gedung penuh, bahkan sampai ada yang tidak kebagian bangku.

Sebagai moderator yang membuka acara, beberapa saat saya bergeming. Tidak menyangka akan terkumpul massa sebanyak ini. "Datang 100 orang saja sudah syukur." Begitu pikir saya tadinya. Rasa bahagia karena dugaan meleset jauh membuat senyum otomatis terkembang sampai pipi pegal.

Satu per satu perwakilan desa memberikan sambutan, disusul kepala sekolah dan ketua komite. Setelah itu, saya meminta para wali murid untuk berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sebagian tertawa, mungkin 'lucu' karena belum terbiasa memulai acara dengan bernyanyi lagu kebangsaan.

Sebagai dirigen yang memandu nyanyian, saya berkesempatan menatap mata dan menangkap ekspresi wali murid. Beberapa yang ada di barisan depan memejamkan mata, seperti khusyuk sekali menghayati lagu. Bulu kuduk saya merinding. Rasanya ingin ikut memejamkan mata juga, menikmati syahdunya lantunan Indonesia Raya.

Setelah selesai bernyanyi, sesi diskusi dimulai. Pak Kepsek melempar topik tentang seragam, buku pelajaran, dan kebersihan lingkungan sekolah.

Cukup banyak yang mengacungkan tangan antusias, mengajukan pertanyaan dan ide-ide, serta memberi masukan. Diskusi berlangsung seru, sayangnya waktu terbatas. Usai acara, beberapa wali murid berkomentar, kegiatan seperti ini harusnya lebih sering diadakan.

Pertemuan menyenangkan dengan wali murid ini membuat saya jadi berpikir. Berarti sebenarnya, warga siap mendukung dan berpartisipasi, hanya menunggu siapa yang mau menginisiasi.

Di tahun kelima ini, peran Pengajar Muda bukan lagi yang menginisiasi, namun memastikan apa-apa yang dibangun secara gotong royong selama 5 tahun terakhir dapat dilanjutkan secara mandiri.

Makanya, saya gembira sekali pak Kepsek dan Komite berinisiatif membuat forum seperti ini, yang ternyata disambut baik oleh para wali murid.

Dari cerita warga, pertemuan seperti ini baru pertama kalinya dilakukan. WOW! Baru pertama dan terkumpul 400an wali murid?! Saya speechless. Asli.

Meminjam kata-kata Pak Hikmat Hardono, "...bahwa pahlawan sejati kemajuan pendidikan adalah masyarakat itu sendiri."

Teringat obrolan dengan seorang pemuda desa yang pernah saya tulis di sinisepertinya saya tak perlu repot-repot mencari harapan di Tanjung Harapan. Bibit itu ada dari dulu. Kami, para Pengajar Muda, hanya membantu memupuknya. Sejatinya, masyarakat sendirilah yang menanam dan merawatnya.

Sekarang, melihat 'pohon harapan' tersebut tumbuh dengan lebat berkat kerjasama semua pihak, rasanya..........

:)


Cerita Lainnya

Lihat Semua